Kanal24, Malang – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai menuai perhatian publik, terutama di tengah situasi ekonomi yang masih sulit bagi kalangan menengah ke bawah. Dalam wawancara eksklusif dengan Kanal24 Senin (02/12/2024), Prof. Setyo Tri Wahyudi, S.E., M.Ec., Ph.D., profesor di bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB), memberikan pandangan komprehensif mengenai dampak kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan langkah mitigasi yang diperlukan.
Menurut Prof. Setyo, kebijakan kenaikan PPN pasti akan menambah beban masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah. “Pajak apapun di kondisi seperti ini pasti akan membebani daya beli masyarakat. Pendapatan kalangan menengah ke bawah masih bergantung pada aktivitas rutin yang tidak fleksibel, sementara pemerintah tidak dapat serta-merta meningkatkan pendapatan individu dari pekerjaan mereka. Di sisi lain, inflasi terus meningkat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kebijakan fiskal seperti ini memiliki efek berantai yang panjang terhadap ekonomi. “Kebijakan APBN seperti ini akan menyebabkan efek ganda (multiplier effect) yang signifikan, terutama terhadap konsumsi rumah tangga,” lanjutnya.
Prof. Setyo menjelaskan bahwa kenaikan PPN berdampak langsung pada harga barang konsumsi. “Saat PPN meningkat, otomatis harga barang konsumsi juga naik karena ada tambahan pajak. Akibatnya, daya beli masyarakat yang sudah menurun menjadi semakin terbebani, dan ini memicu inflasi lebih lanjut,” jelasnya.
Menurutnya, inflasi yang meningkat merupakan hasil dari tekanan harga yang terus naik dalam jangka waktu yang signifikan. Hal ini, kata Prof. Setyo, berpotensi memperburuk kestabilan ekonomi nasional jika tidak segera diatasi.
Sebagai langkah antisipasi, Prof. Setyo menekankan pentingnya pemerintah untuk memetakan dampak kebijakan ini secara mendalam. “Pemerintah harus bisa mengidentifikasi individu-individu yang terkena dampak langsung kebijakan ini. Mitigasi perlu dirancang untuk melindungi daya beli mereka, misalnya melalui evaluasi mekanisme bantuan sosial yang sudah ada,” paparnya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan kenaikan pajak memang diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, mitigasi dampak terutama bagi kelompok rentan menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan tersebut.
Di sisi lain, Prof. Setyo juga memberikan masukan bagi masyarakat agar lebih bijak dalam beradaptasi. “Masyarakat harus lebih selektif dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Pilah dan pilih kebutuhan pokok yang benar-benar mendesak, sementara kebutuhan lain dapat ditunda. Dengan begitu, dampak kenaikan pajak dapat diminimalkan,” sarannya.
Ia menekankan bahwa kesadaran masyarakat dalam mengatur konsumsi akan sangat membantu mereka bertahan di tengah kebijakan ekonomi yang memberatkan.
Kenaikan PPN 12% merupakan tantangan besar bagi masyarakat, terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Dengan kebijakan mitigasi yang tepat dari pemerintah dan kesadaran konsumsi dari masyarakat, dampak kenaikan ini diharapkan dapat dikelola secara efektif. Di sisi lain, pemerintah juga perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak memperburuk kondisi ekonomi, melainkan menjadi langkah strategis dalam memperkuat pendapatan negara. (nid/una)