Setiap kita pasti diuji dengan masalah. Tidak jarang disaat masalah menimpa maka barulah kita tersadar untuk mendekat pada Allah swt. Jika sebelumnya malam-malamnya diisi dengan tidur dan sedikit waktu untuk beribadah, maka dikala kesusahan datang, saat itulah kita tersadar sehingga malam-malamnya kemudian diisi dengan bersujud padaNya, menangis dan meminta belas kasih dari Allah swt. Jika saat masa tenang dan damai seseorang terlena hingga lisannya banyak tertawa bahagia, namun dikala kesedihan datang, barulah saat itu lisannya penuh dengan dzikir dan menyebut nama IndahNya.
Saat susah dan sedih menjadikan manusia ingat kembali bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah dan membutuhkan bantuan jalan keluar. Walaupun sekiranya dengan jernih kita berpikir bahwa lama waktu antara masa penuh kesenangan dan kebahagiaan jika dibandingkan dengan lama waktu kesedihan yang alami tentulah masih banyak kesenangan dan kebahagiaan yang dilalui. Namun itulah manusia, apabila diberi kenikmatan ia kikir dan lupa namun apabila diberi kesusahan dan kesedihan ia mengeluh.
۞إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا. إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعٗا. وَإِذَا مَسَّهُ ٱلۡخَيۡرُ مَنُوعًا
Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir, (QS. Al-Ma’arij : 19-21)
Demikian fitrah sikap manusia yang suka mengeluh, walau hanya dengan kesusahan yang sementara saja sudah mengeluh, sementara kenikmatan kebahagiaan begitu lama ia rasakan. Padahal dibalik setiap kesedihan, Allah swt selalu menitipkan hikmah kebaikan untuk diri kita, sekalipun kita tidak menyadarinya. Setidaknya dalam kesedihan itu, kita akan semakin dekat padaNya. Dalam sebuah hadist qudsi Allah berfirman: “Pergilah pada hambaku lalu timpakanlah berbagai ujian padanya karena Aku ingin mendengar rintihannya” (HR.Thabrani dari Abu Umamah).
Bahkan kadang Allah menahan doa seorang hamba saat sang hamba merintih dalam pintanya bukan karena Allah tidak mencintainya namun semata hanya karena Allah sangat rindu kepadanya melalui rintihan tangis dan doa sang hamba. Dalam sebuah hadist qudsi disebutkan, “Allah bertanya kepada Malaikat, ” apa yang kau bawa itu? “, Malaikat menjawab, “hambamu si fulan ini meminta itu dan ini sambil merintih menyebut namaMu.” Lalu Allah membalas, “biarkan dulu, sengaja aku tahan permohonannya karena Aku rindu dan suka mendengar rintihannya”.
Jadi permasalahan yang dihadapi oleh seseorang sejatinya adalah cara Allah merindu pada diri seorang hamba dan itu adalah bukti cinta Allah pada seorang hamba.
إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ
“Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani
Ujian adalah cara Allah untuk melatih kualitas diri seseorang. Ibarat untuk mendapatkan suatu emas murni duapuluh empat karat maka tentu membutuhkan pemanasan dan pembakaran berulang kali agar emas yang murni benar-benar muncul. Sebagaimana dikatakan oleh Lukman al Hakim -seorang sholih- pada anaknya,
يا بني الذهب والفضة يختبران بالنار والمؤمن يختبر بالبلاء
“Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.”
Level ujian adalah menjelaskan level kualitas. Semakin berat suatu ujian maka semakin tinggi kelas yang akan ditempuh.
أشد الناس بلاء الأنبياء, ثم الصالحون, ثم الأمثل فالأمثل
“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang semisal mereka dan yang semisalnya” (HR. Ahmad)
Dalam riwayat lain,
الصالحون, ثم الأمثل فالأمثل يبتلى المرء على قدر دينِهم
“…kemudian orang-orang shalih, kemudian yang semisal mereka dan yang semisalnya, mereka diuji sesuai dengan kualitas agama mereka.”
Perhatikanlah, bagaimana nabi Nuh diuji dengan istri dan anaknya sendiri, nabi Ibrahim diuji dengan Pamannya ( bernama Azar), Nabi Ayyub diuji dengan sakit yang menahun, nabi Yusuf diuji dengan dipenjara, nabi Muhammad diuji dengan paman dan kerabat dekatnya sendiri (suku Quraisy). Semua ujian itu untuk memastikan bahwa agar benar-benar kualitas emas murninya. pertanyaannya, tidakkah para nabi juga telah berdoa untuk diselesaikan ujiannya itu? apakah susah para nabi untuk berdoa demikian dan apakah Allah juga enggan untuk mengabulkannya?. Jawabannya, Tidak !, tidak ada yang sulit bagi Allah swt. Namun penangguhan terkabulnya doa dari Allah swt dimaksudkan agar kualitas yang sesungguhnya dapat muncul. Karena ujian adalah cara Allah mencintai hamba. Dan ditangguhkannya doa karena Allah sangat merindukan para hambanya itu. Jadi ukuran keshalehan seseorang tidak diukur dari cepatnya doa dikabulkan oleh Allah swt, melainkan diukur dari sabarnya menunggu doa yang belum dikabulkan.
Dalam penangguhan itulah, Allah akan memberikan balasan atas kesabaran, ketawakkalan, kesungguhan, keistiqomahan, dan kualitas kedekatan (taqarrub) kepadaNya. Maka setiap rintihan dan tetesan air mata serta sakitnya hati yang terasa disini (di dalam dada) tidaklah sia-sia, semua akan bernilai di hadapan Allah.
Semoga Allah swt terus melimpahkan kesabaran dalam setiap masa penangguhan dan menunggu dikabulkannya doa. Teruslah tanpa jemu dalam meminta. Semoga ketawakkalan ini berbuah manis kenikmatan akhirat. Aamiin…