Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo adalah satu diantara [kini tinggal] tiga desa di Kabupaten Malang yang mempunyai karakter sosio-budaya Tengger — selain Desa Gubug Klakah dan Poncokusumo, adapun Desa Pandansari telah memudar je-Tenggeran-nya. Desa Ngadas yang terdiri atas dua dusun, yaitu Dusun Ngadas dan Dusun Jarak Ijo, adalah desa terakhir dan sekaligus berada ti tempat tertinggi pada lereng selatan Tengger dalam wilayah Kabupaten Malang Karakter eko – sosio – kultura Tengger masih hadir cukup kental di Ngadas, meski tak dapat dipungkuri bahwa ada sejumlah pernak-pernik budaya tradisional Tengger di Desa Ngadas yang mengalami perubahan mencontoh bentuk yang lebih moderrn seperti pada desa-desa lainnya di ngare (ngarai, lembah bawah) Gunung Tengger di luar areal sosio-budaya Tengger. Dorongan untuk bergaya hudup “midern” adalah alasan manusiawi yang tidak relakkan, yang menjadi musabab hilangnya satu per satu karakter tradisi budaya Tengger
Salah satu jejak tradisi Tengger yang kuan lenyap adalah jejak arsutekturnya, termasuk keberadaan dominan dari tungku perapuannya. Runah teadusional Tengger di Ngadas umumnya adalah rumah berukyran sedang hingga jecil, lantaran areal permukiman tengger di Desa Ngadas terbatas hanya pada punggungan bukit debgan topografi tidak rata. Konon dibding rumah kebanyakkan dari papan atau sesek bambu. Sejumlah rumah berdinding klineng, yakni bagian bawah dari susunan bata berpelur atau belapis lempengan-lempengan batu andesit Atap dari bahan sengng kluntung (brrgelimbang) atau ada pula dari gentung. Lantai di dalam rumah tatanah bata bepelur atau cukup lantai tanah. Pada dapur oada posisi di bagian belakang runah tinggal terdapat tungkubperapuan (pawoban) lengkap dengan pogo di atasnya, tang lantaran menggunakan bahan bakar kayu maka langit-langit dan dibdibg dapur kehitaman karena jelaga.
Kini rumah tradisional Tengger yang demiian tinggal beberapa buah, khususnya yang berada di areal dalam lorong-lorong kampung. Adapun yang berada di kanan-kiri jalan utama kampung satu per satu diganti total dengan arsitektur yang bergaya modern srperti di desa-desa lain non-Tengger. Oleh karena itu, secara arsitektural Desa Tengger di Ngadas mulai kehilanfan karakter ke-Rengger-annya. Tungku perapian yang kinon dibuat daru tanah liat atau tatanan bata berpelur telah banyak yang dilapisi dengan keramik. Tungku tak digunakan lagi sehari- hari, karena fungsinya kini tergantikan oleh kompor gas yang tidak berefek jelaga. Pogo di atas tungku pun telah dibongkar, karena bagian interior dapur telah dilengkapi plafon yang dicat bersih. Para tamu tak lagi duerima di dapur dengan duduk di dingkllk panjang mengapit nyala kayu bakar, namun dipindahkan ke ruang tamu dibposisi depan rumah tinggal
Demikiankah, peruvahan sosio-budaya pada desa Tengger di Ngadas yang tak terelakkan berlangsyng dari tahun ke tahun.. Rumah-rumah tradional khas Tengger satu per satu hilang, berganti dengan rumah baru bergaya baru. Kalaupun ada yang tersisa dalam jumlah tak banyak, rasanya tinggal tunggu waktu saja untuk menyusul lenyap. Pada akhirnya, secara arsitektural tuada beda antara rumah- rumah tinggal di desa-desa Tengger dengan desa-desa lain di luar culture area Tengger. Semoga yang masih tersisa itu ke depan masih ada yang bertahan ada dan dengan sungguh-sungguh dilestarikan agar Ngadas rak kehilangan karajter arsitektural Tengger-nya. Nuwun.
Oleh : M. Dwi Cahyono
Sangkaling, 3 Mei 2019
Griya Ajar CITRALEKHA