oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Komunikasi intrapersonal adalah proses penyusunan pesan yang terjadi di dalam diri dengan menggunakan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri antara diri sendiri dengan suatu subyek yang tidak tampak yaitu berupa nilai-nilai keyakinan yang termanifestasikan dalam bentuk produksi pesan baik verbal, non verbal maupun tindakan komunikasi lainnya dalam realitas.
Kualitas diri seseorang dalam hubungannya dengan interaksi kemanusiaan akan sangat ditentukan oleh kualitas konstruksi pesan intrapersonal yang diproduksi dalam dirinya. Pesan intrapersonal ini banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai pemahaman yang diyakininya melalui proses interaksi belajar, proses membanding ataupun pula proses evaluasi diri. Pesan intrapersonal dapat pula dibentuk melalui proses kontemplatif dalam diri dengan melakukan dialog internal atas ketiga hal tadi yaitu realitas, nilai-nilai dan evaluasi diri.
Pesan-pesan yang dikonstruksi secara intrapersonal ini didialogkan secara intensif dalam diri seseorang yang kemudian memberikan arahan sikap dan tindakan dalam proses interaksi komunikasi antar manusia. Dialog internal dalam diri seseorang tidaklah muncul dengan tiba-tiba melainkan dibangun atas berbagai faktor yaitu nilai yang diyakini sebagai hasil proses belajar sehingga menjadi maklumat sabiqah (informasi awal) yang melandasi pikiran dan sikap dan realitas yang sedang dihadapi. Proses “kegaduhan di alam pikiran” ini yang kemudian menghasilkan sebuah formulasi arahan atas sikap apa yang harusnya diambil oleh seseorang dalam melakukan komunikasi antar manusia (antarpersonal komunikasi). Namun uniknya, kegaduhan ini tidak cukup menggunakan alat bantu rasionalitas untuk memilihnya, melainkan menggunakan rasa atau hati untuk menentukan mana nilai yang dianggap layak untuk mendasari tindakan. Intinya bahwa pesan intrapersonal profetik telah meletakkan rasa atau hati sebagai alat utama untuk mengkonstruksi pesan.
Perspektif profetik adalah sekumpulan nilai yang memberikan sebuah landasan bagi seseorang dalam menyusun suatu pesan dalam realitas komunikasi manusia yang langsung menukik pada jantung (inti) komunikasi intrapersonal yaitu hati, sehingga menjadikan manusia merasa terpuaskan atas kegaduhan pikiran melalui solusi yang tepat sasaran. Sebagai contoh, dalam menghadapi berbagai persoalan hidup sebagai dampak dari proses interaksi dan komunikasi antar personal dan realitas (human communication), perspektif profetik memberikan arahan landasan dengan nilai kesabaran sebagai solusi atas semuanya. Sebagaimana disebutkan dalam teks sumber wahyu :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah, Ayat 153)
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (QS. Al-Baqarah, Ayat 45)
Sabar adalah sebuah tawaran solusi atas berbagai persoalan dampak dari komunikasi manusia (human communication). Sabar sebagai konstruksi nilai yang diolah melalui dialog internal dalam diri (pikiran dan hati) seseorang saat menghadapi suatu persoalan. Kemudian shalat sebagai hasil dialog internal yang termanifestasikan dalam tindakan dalam merespon persoalan. Namun untuk mampu menghadirkan pesan intrapersonal berupa “sabar dalam menghadapi masalah dan mewujudkannya melalui tindakan komunikasi berupa sholat”, maka hal ini hanya dapat dicapai jika seseorang tersebut bisa bersedia “khusyuk”, yaitu kesediaan diri untuk fokus melakukan kontemplasi dalam mencapai solusi yang diharapkan.
Sabar dalam perspektif profetik bukan hanya semata dipahami kesediaan diri menerima kenyataan, melainkan sebuah kesadaran puncak yang dibangun atas pemahaman nilai spiritual bahwa persoalan yang dihadapai adalah sebuah keniscayaan realitas yang memang harus dihadapi. Kecerdasan komunikasi intrapersonal profetik dapat membantu meningkatkan kualitas hidup seseorang. Sebagaimana disebutkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya penyakit, disebabkan oleh : 50% masalah spiritual 25% masalah psikis 15% masalah sosial dan 10% masalah fisik.
Kualitas kecerdasan komunikasi intrapersonal paralel dengan kecerdasan emosi yang tentu akan berpengaruh terhadap kesehatan fisik seseorang. Beberapa kalangan yang meneliti hal tersebut, menegaskan bahwa penyakit yang diderita seseorang sangat berkaitan erat dengan persoalan psikis, mental atau emosi. Disebutkan bahwa apabila seseorang sedang marah selama 5 menit atau memproduksi pesan komunikasi yang dibangun atas dasar amarah akan membuat imun tubuh mengalami depresi selama 6 jam, perasaan dendam dan menyimpan kepahitan hidup akan membuat imun tubuh menjadi mati, dari sinilah bermula segala penyakit seperti stress, hipertensi, kolesterol, serangan jantung, rematik dan stroke, pendarahan atau penyumbatan pembuluh darah.
Jika seseorang membiarkan stress yang berlarut-larut akan membuat terjadinya gangguan pencernaan. Demikian pula, jika seseorang mudah khawatir akan membuat diri rentan terhadap penyakit nyeri punggung. Jika seseorang mudah tersinggung akan membuat cenderung terkena penyakit insomnia (kesulitan untuk tidur). Jika seseorang suka kebingungan atau gundah gulana akan membuat rentan terhadap gangguan tulang belakang bagian bawah. Selanjutnya jika seseorang sering membiarkan diri dalam ketakutan yang berlebihan akan mudah rentan terhadap penyakit ginjal. Bahkan jika seseorang suka berpikir negatif akan membuat rentan terkena penyakit dyspepsia atau penyakit sulit mencerna. Begitu pula jika seseorang mudah emosi dan cenderung pemarah akan membuat rentan terhadap penyakit hepatitis.
Artinya kualitas konstruksi komunikasi intrapersonal berupa kecerdasan mental emosi sangat terkait dengan kesehatan fisik seseorang. Sementara komunikasi profetik memberikan landasan nilai bagi seseorang dalam mengkonstruksi pesan intrapersonalnya secara tepat sasaran langsung menuju pusat kesadaran kemanusiaan yaitu hati seseorang. Perspektif profetik memberikan arahan nilai mendasar yaitu nilai-nilai kebaikan dan kebenaran seperti sabar, amanah, jujur, peduli, cinta, belas kasih, dan sebagainya. Nilai-nilai kebaikan ini akan lebih bermakna manakala dibingkai oleh nilai keimanan dan praktek dalam realitas yaitu suatu tindakan komunikasi yang nyata. Sebagaimana disebutkan dalam teks sumber wahyu :
۞لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah, Ayat 177)
Semua nilai kebaikan ini akan termanifestasi dengan baik manakala pusat kemanusiaannya juga baik, itulah hati. Sehingga hati yang tenang dan damai akan mampu mengarahkan diri seseorang mengkonstruksi pesan komunikasi intrapersonal yang baik dan mendamaikan pula. Sehingga jiwa (hati) yang damai akan membuat pribadi seseorang hidup penuh kegembiraan, kebahagaiaan dan ketenangan. Inilah obat dari segala penyakit.
penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB