KANAL24, Malang – Tim Doktor Mengabdi (DM) Universitas Brawijaya, yang terdiri dari multi fakultas melakukan pengabdian ke Desa Sumberagung, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Tim ini terdiri dari Mufidah Afiyanti, Ph.D (FMIPA), Dr. Runi Asmaranto (FT), DR. IR. Gatot Ciptadi (FAPET), DR. Eri Setiawati (FIB), dan DR. Sugiarto (FT).
Tim DM ini memanfaatkan limbah kotoran sapi untuk dijadikan biogas. Di Desa Sumberagung, mayoritas warganya beternak sapi. 90 persen kotoran sapi yang dihasilkan, langsung dibuang ke sungai oleh warga setempat. Hal ini, menyebabkan sungai menjadi tercemar. Kemudian, diketahui bahwa didalam kotoran sapi mengandung ch4 (gas metan) yang bisa dimanfaatkan untuk biogas.
“Jadi sebenarnya, dana kami hanya cukup untuk membuat 2 biogas. Tetapi, dengan kemauan masyarakat yang besar akhirnya kami bisa menambah jumlah biogas menjadi 4 buah, dengan dana 50 persen dari DM dan 50 persen dari masayarkat,” terang Mufidah Sabtu (16/11/2019)
Lanjutnya, biogas ini dibangun di 4 dusun yang ada di desa tersebut, yakni Dusun Sumberagung I, Loding II, Rejokaton III, dan Sidoasri IV. Masyarakat di empat dusun itu memanfaatkan biogas untuk memasak. Hasilnya, 1 biogas ukuran 12 meter kubik mampu untuk mentransfer ke tujuh rumah warga. Sehingga, warga saat ini tidak perlu lagi membeli gas untuk memasak, mereka bisa menghemat pengeluaran sebesar 40 ribu yang biasanya digunakan untuk membeli tabung gan elpiji 3 kg.
Selain untuk memasak, biogas ini juga bisa dimanfaatkan sebagai penerangan melalui lampu petromax.
Melalui program yang sudah berjalan sejak bulan agustus 2019 ini, diharapkan ketika masyarakat sudah tahu bahwa biogas ini banyak yang berminat dan memanfaatkannya. Sehingga, bisa dibentuk paguyuban dari masyarakat, misalnya arisan untuk membuat biogas sendiri. Karena untuk teknologi sudah ditransfer, ketika tim DM dibantu tukang membuat biogas sekaligus juga mengajari tukang yang ada di desa tersebut.
Kemudian, Eri menambahkan disamping pemanfaatan untuk memasak dan penerangan, ampas dari biogas bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Bahkan informasi dari warga, ada cairan yang dihasilkan yang bisa menjadi pupuk cair dan padat.
“Kedepannya, kami harapkan desa lain juga bisa meniru. Perlu juga diketahui bahwa, untuk pembangunan biogas didesa ini menggunakan material lokal yakni bambu. Biogas itu kan sebenarnya strukturnya baja, tapi kami modifikasi menggunakan bambu. Karena bambu banyak tumbuh di sini dan bersifat kuat. Itu juga menjadi nilai positif dan lebih dari biogas yang ada di desa ini,”pungkasnya. (meg)