oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Iri dengki adalah hasil proses membanding antara realitas diri sendiri dengan orang lain. Orang yang diliputi perasaan iri dengki atau hasad akan memenuhi hatinya dengan kebencian. Mereka beranggapan bahwa apa yang diperoleh orang lain atas suatu nikmat seakan tidak pantas padanya seraya berharap agar nikmat itu hilang daripadanya lalu menganggap seakan semua orang itu jelek dan hanya dirinya yang baik.
Iri dengki adalah sebuah fenomena komunikasi manusia yang paling tua. Hal ini terjadi semenjak adanya interaksi pada awal penciptaan manusia. Bermula dari iri dengki yang kibarkan oleh malaikat (dengan jubirnya iblis) saat Allah akan mencipta manusia dan berlanjut pada penolakan perintah sujud dari Allah sang Maha Pencipta kepada Adam oleh iblis. Hingga kemudian iblis bersekongkol untuk menjerumuskan Adam dan Hawa hingga dikeluarkan dari sorga.
Sikap iri dengki akhirnya terus dihembuskan oleh syaitan iblis untuk merusak hubungan anak Adam agar mereka saling hasud, saling fitnah dan akhirnya saling membunuh. Sebagaimana keberhasilan syaitan iblis dalam memprovokasi Qabil dan Habil dua putra Adam untuk bertikai memperebutkan saudara wanitanya untuk dinikahi hingga kemudian berujung pada pembunuhan habil oleh qabil saudaranya sendiri. Sebagaimana dikisahkan dalan al quran surat al maidah ayat 27-29.
Iri dengki adalah sebuah fenomena komunikasi yang bermula dari upaya membanding atas realitas yang ada pada dirinya dengan orang lain. Sikap ini bermula hadir dalam hati manusia, sehingga menggelorakan berbagai persepsi negatif dan maksud negatif yang disebut dengan hasad. Kemudian sifat hasad ini mewujud dalam realitas pada pesan komunikasi baik berupa pesan verbal maupun non verbal yang bernada (tone) negatif, berupa ucapan, konstruksi kalimat hingga tindakan negatif. Pada tahapan ini, pesan negatif yang diproduksi seseorang tidak hanya berhenti pada dirinya melainkan juga disampaikan pada orang lain dengan harapan orang lain juga turut membenci atas apa yang dia benci. Artinya seseorang berupaya melakukan snow ball pesan negatif pada orang lain. Tindakan inilah yang disebut dengan hasud, sehingga pelakunya disebut menghasud, tindakannya dinamakan menghasud dan korbannya (orang lain) disebut terhasud.
Muara akhir dari penyebaran pesan hasad (iri dengki) dengan menggulirkan pesan negatif pada orang lain melalui tindakan hasud ini adalah terjadinya kebencian dan perselisihan antar manusia. Fenomena hasud ini akan menjadikan manusia terbelah dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok yang pro ataupun kontra. Sehingga pada keduanya akan lahir tindakan negatif turunan berupa upaya untuk saling menghasud terhadap lainnya. Dari sinilah lahir kebencian dan perselisihan sosial yang apabila hal ini tidak dapat dikendalikan dengan baik akan berujung pada pembunuhan antar individu lalu terjadilah perang.
Artinya iri dengki (hasad) sebagai sumber mula tindakan hasud memang sangatlah membahayakan realitas kehidupan kemanusiaan. Untuk itu benarlah sifat iri dengki sangatlah dilarang dan dibenci oleh Allah swt. Sebagaimana disebutkan dalam FirmanNya:
أَمۡ يَحۡسُدُونَ ٱلنَّاسَ عَلَىٰ مَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۖ فَقَدۡ ءَاتَيۡنَآ ءَالَ إِبۡرَٰهِيمَ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَءَاتَيۡنَٰهُم مُّلۡكًا عَظِيمٗا
ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang telah diberikan Allah kepadanya? Sungguh, Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan (kekuasaan) yang besar. (QS. An-Nisa’, Ayat 54)
Hasad pada kebaikan dan kebenaran cenderung menjadikan seseorang membenci kebenaran dan menyebarkan fitnah atasnya. Menfitnah adalah bentuk dari tindakan komunikasi hasud manusia yang memiliki sifat hasad tadi. Tentu hal ini sangat berbahaya dan merusak pola hubungan manusia. Perhatikan kisah nabi Yusuf dengan saudara-saudaranya yang lain. Disaat Yusuf bercerita pada ayahnya (Nabi Ya’qub) tentang suatu mimpi, hingga ayahnya memerintahkan pada Nabi Yusuf agar jangan menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya agar tidak membuat mereka iri. Sebagaimana terungkap dalam Firman Allah swt ,
قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Yusuf: 5).
Lalu lihatlah bagaimana perkataan saudara-saudara Yusuf. Dalam ayat selanjutnya disebutkan,
إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“(Yaitu) ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.”(QS. Yusuf: 8).
Komunikasi yang dilahirkan dari sifat hasad akan melahirkan tindakan hasud orang lain dan kemudian saling menebarkan fitnah, kebencian, lalu melahirkan perselisihan dan pertikaian dalam realitas sosial yang berujung pada rusaknya realitas komunikasi dan interaksi sosial manusia dalam wujud yang paling mengerikan yaitu pembunuhan dan peperangan.
Karena itulah, nabi melarang manusia untuk saling hasad bahkan menganjurkan untuk membangun kekuatan persaudaraan yang kokoh. Sebagaimana disebutkan dalam sabdanya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا دَاوُدُ يَعْنِي ابْنَ قَيْسٍعَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُواوَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُوالْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِعَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِوبْنِ سَرْحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أُسَامَةَ وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍمَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ نَحْوَ حَدِيثِ دَاوُدَ وَزَادَ وَنَقَصَوَمِمَّا زَادَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُإِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ .
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab; Telah menceritakan kepada kami Dawud yaitu Ibnu Qais dari Abu Sa’id budak ‘Amir bin Kuraiz dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya.” Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir Ahmad bin Amru bin Sarh Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Usamah yaitu Ibnu Zaid Bahwa dia mendengar Abu Sa’id -budak- dari Abdullah bin Amir bin Kuraiz berkata; aku mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: -kemudian perawi menyebutkan Hadits yang serupa dengan Hadits Daud, dengan sedikit penambahan dan pengurangan. Diantara tambahannya adalah; “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian. (seraya mengisyaratkan telunjuknya ke dada beliau). (HR. Muslim no. 4650).
Bahkan agar manusia menghindarkan diri dari komunikasi hasad ini maka nabi mengibaratkan sikap ini dengan api yang akan melalap habis kayu bakar kering. Artinya bahwa sifat hasad yang melahirkan hasud akan menghapus kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh seorang yang hasad itu. Kebaikannya menjadi tidak berarti karena dirinya dipenuhi oleh pikiran iri dengki. Sebagaimana disampaikan dalam sabda Nabi:
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ . أَوْ قَالَ : الْعُشْبَ
“Hati-hatilah kalian dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar atau semak belukar (rumput kering)“. (QS. Abu Dawud .no.4905).
Dalam pandangan profetik, seseorang yang iri dengki (hasad) pada orang lain sejatinya dirinya tidak senang atas pemberian nikmat dari Allah terhadap orang lain. Sehingga seorang yang hasad sebenarnya tidak sedang hasad pada orang lain melainkan hasad kepada Sang Pemberi Nikmat yaitu Allah swt. Oleh karena itu sifat hasad yang kemudian diikuti oleh tindakan hasud akan memakan habis setiap kebaikan diri tanpa ada sisa sedikitpun kebaikan.
Fenomena komunikasi hasad, iri dengki hanya akan melahirkan disharmoni komunikasi yang menyebabkan manusia akan saling menjauh dan realitas sosial berada dalam ujung kehancuran. Karena komunikasi hasad berkecenderungan melahirkan komunikasi yang penuh hoax dan fitnah, penuh caci maki, penuh ujaran kebencian (hate speech), komentar negatif, kata-kata kasar. Semua realitas komunikasi disharmoni ini begitu tampak terang benderang di akhir zaman ini, yang kesemua itu bermula dari komunikasi yang dibangun atas perasaan hasad lalu menjadi hasud dan fitnah. Untuk itu tepat sekali jika pendekatan profetik menyerukan pesan : laa tahaasaduu dalam komunikasi !.
Penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen Fisip UB