_oleh | Akhmad Muwafik Saleh_
Manusia adalah makhluk yang dicipta oleh Allah swt terdiri dari laki-laki dan perempuan. Keduanya melakukan interaksi melalui hubungan pernikahan dan melahirkan banyak keturunan. Interaksi antar individu membentuk hubungan sosial sehingga menjadi suatu kelompok. Beberapa kelompok saling berinteraksi menjadi suatu suku (syu’ub) atau qabilah. Suku atau qabilah saling berinteraksi dan membuat suatu kesepakatan yang mengikat diantara mereka jadilah suatu bangsa (ummah). Proses antar individu ataupun kelompok dalam berinteraksi dan menjalani tahapannya adalah dengan komunikasi. Mulai dari komunikasi dalam diri (intrapersonal), antar individu yang berbeda (antarpersonal), menjadi hubungan antar kelompok (komunikasi organisasi), hingga membentuk interaksi sosial (komunikasi sosial) bahkan diantara mereka mencoba saling menerima dan memahami dalam beragam perbedaan sehingga membentuk suku dan bangsa (komunikasi antar budaya). Kesemua proses komunikasi ini disebut dalam perspektif profetik dalam satu istilah “li ta’aarafuu” (untuk saling mengenal). Sebagaimana disebutkan dalam teks sumber wahyu :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS.Al-Hujurat, Ayat 13)
Konsep li ta’arafu adalah proses komunikasi yang dilalui oleh manusia dalam membentuk realitas kehidupannya. Konsep li ta’arafu ini dimulai dari kesadaran dalam diri manusia (intrapersonal) berupa kesediaan individu untuk mengenali dirinya sendiri dengan baik, kesediaan seseorang untuk menerima “kehadiran” orang lain (bukan dalam pengertian fisik melainkan perasaan psikis atas keberadaan orang lain), kesediaan untuk membuka diri, kesediaan untuk mendengarkan tentang orang lain dan kesediaan menerima masukan dari orang lain, kesediaan untuk berbagi dengan orang lain yaitu kesediaan untuk membuka dan mengurangi ruang pribadinya bagi kehadiran orang lain (baik berupa pikiran maupun kepentingan), serta kesediaan untuk saling membuat kesepakatan dan saling mengikat komitmen bersama baik dalam kepentingan pribadi maupun kelompok sehingga terbentuk suatu kelompok ataupun suku.
Konsep li ta’arafu adalah proses membangun jejak komunikasi dalam sebuah interaksi manusia dengan segala dinamikanya dalam membentuk suatu realitas pola hubungan di setiap level dan tahapan sehingga terbentuk formulasi interaksi hingga formalisasi hubungan. Formalisasi ini bentuknya adalah organisasi (dari beragam level). Konsep li ta’arafu adalah nilai yang membingkai pola hubungan dan interaksi pada setiap levelnya. Konsep Li ta’arafu mengandung suatu kesan pemahaman bahwa setiap individu adalah informaai bagi yang lain dan dibangun atas suatu perbedaan (inequality), yang pada masing-masingnya memiliki karakteristik khas yang berbeda. Perbedaan dalam konsepsi ini dipahami bukanlah sesuatu yang harus dijauhi ataupun saling dipertentangkan melainkan perlu disatukan melalui kesediaan individu menerima kehadiran orang lain dan kesediaan membuka diri (open self) sehingga memberikan ruang untuk saling bertukar informasi tentang karakteristik tersebut sehingga diantara yang berbeda itu bisa saling mengenal (ta’aruf).
Konsep li ta’arafu dalam tata bahasa Arab menggunakan wazan tafaa’ala yang memiliki beberapa makna bahwa komunikasi antar budaya yang berhasil dan baik mensyaratkan beberapa hal, antara lain : pertama, Lil-musyaarokati baina itsnaini fa aktsaro (persekutuan timbal balik antara dua orang atau lebih), yang berarti saling. Artinya bahwa dalam ta’aruf berarti ada upaya dari kedua belah pihak untuk saling bersedia membuka diri dan bersepakat bersama. Keduanya dalam posisi yang sejajar sederajat. Keduanya harus saling aktif mengupayakan dalam membuka diri sehingga terjadi saling mengerti dan memahami sebagai dasar dalam upaya membangun kesepakatan dan kerja sama. Hal ini menjadi landasan utama dalam komunikasi antar budaya.
Kedua, juga bermakna li Izhhaari maa laisa fiil -waaqi’i (mempertunjukkan sesuatu yg sebenarnya tidak terjadi/pura-pura). Artinya proses saling mengenal haruslah dilandasi oleh sikap kejujuran dan kesediaan untuk membuka diri secara jujur agar pertukaran informasi benar-benar menghasilkan komunikasi antar budaya yang saling menguntungkan. Sekalipun ada suatu kemungkinan bahwa dalam setiap individu atau kelompok yang berbeda masih menyimpan hal-hal yang dirahasiakan, dan hal ini sangat mungkin terjadi. Sebab setiap orang atau kelompok yang berbeda memiliki ruang private (privasi) yang disembunyikan berupa kelemahan diri (terlebih aib diri) yang pasti ditutupi dan menjadi ruang terbatas (hidden area) bagi seseorang atau kelompok. Termasuk pula dalam hal ini adalah ketidaktahuan dirinya atas dirinya sendiri (blank area) yang menjadi ruang gelao baginya. Pada ruang privasi ini setiap individu atau kelompok perlu upaya saling memahami agar hubungan tetap berlanjut.
Ketiga, bermakna lil-wuquu’i tadriijan (menunjukkan pekerjaan secara berangsur-angsur). Artinya bahwa untuk membangun upaya saling mengenal membutuhkan suatu proses. Dalam pengertian bahwa untuk mencapai tujuan yang saling pengertian tidaklah dihasilkan dari sebuah proses yang tiba-tiba, instan melainkan butuh proses hubungan dan interaksi yang dan membutuhkan kesabaran. Sehingga komunikasi antar budaya adalah sebuah proses belajar mengenali yang setiap tahapan prosesnya bisa menjadi informasi baru bagi masing-masingnya. Ketidaksabaran dalam menjalani proses hingga tercipta hubungan yang harmonis antar budaya yang berbeda hanya akan melahirkan konflik dan berhentinya serta berakhirnya proses.
Keempat, adalah bermakna li ta’diyati ma’naa al-mujarrad (berlaku seperti makna mujarradnya atau makna aslinya), Artinya dalam melakukan tindakan ta’aruf (saling mengenal) haruslah bertindak apa adanya, jujur, tidak ditambah ataupun dikurangi atas informasi identitas diri. Sehingga memudahkan setiap orang atau kelompok dapat mengenalinya secara utuh.
Kelima, bisa pula bermakna li Muthowa’ah “Faa’ala” (sebagai Muthowa’ah dari fi’il wazan “Faa’ala) Muthowa’ah adalah peristiwa terjadi oleh sebab pekerjaan Fi’il Muta’addi. Artinya aktifitas ta’aruf haruslah ada seseorang atau suatu kelompok yang bersedia untuk mengawalinya terlebih dahulu. Proses untuk bisa saling tercipta hubungan harmonis dan saling mengenal yang akhirnya bisa saling mengenal, maka tetap harus ada yang bertindak sebagai inisiator untuk mengawali sebuah proses hubungan saling mengenal.
Uniknya adalah secara tegas konsep taa’ruf ini disandingkan dengan konsep taqwa sebagai kriteria penentu kebaikan individu. Hal ini menandakan bahwa kualitas suatu kelompok atau bangsa adalah bermula atau bersumber dan dimulai dari kualitas individu-individunya yaitu berupa kualitas taqwa, suatu nilai yang bersifat intangible. Kualitas suatu bangsa tidaklah ditentukan oleh semakin pesatnya pembangunan dan infrastuktur, melainkan ditentukan oleh kualitas SDM bangsa. Artinya bahwa penentu kualitas individu adalah kemampuan individu untuk mengoptimalkan potensi diri sebagai wujud tanggungjawab atas keimanan serta kesediaan untuk secara konsisten berada dalam jalan kebaikan dan menjauhkan diri dari tindakan yang dapat merusak potensi. intinya bahwa kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya berupa tingginya semangat mengembangkan ilmu pengetahuan, kesediaan dalam mengembangkan potensi dan keahlian serta terbangunnya budaya perilaku positif (akhlaq yang baik) yang mewarnai kebanyakan tindakan generasi sehingga mampu membangun realitas kehidupan yang beradab. Sehingga komunikasi lintas budaya adalah sebuah upaya menciptakan realitas masyarakat beradab melalui upaya saling mengenal, berbagi, dan belajar antar budaya yang berbeda.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB