Kanal24, Malang – Di tengah derasnya arus modernisasi dan maraknya dominasi musik digital, pelestarian seni tradisional menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda. Melihat kondisi itu, mahasiswa semester 5 Program Studi Marketing Politeknik Negeri Malang (Polinema) berinisiatif menyelenggarakan sebuah panggung hiburan yang menempatkan musik tradisional sebagai pusat perhatian.
Upaya ini menunjukkan langkah konkret untuk menunjukkan bahwa kesenian daerah masih relevan dan layak dirayakan di ruang publik modern.
Panggung Hiburan Rakyat Lomba Musik Tradisional
Kegiatan bertajuk Panggung Hiburan Rakyat Lomba Musik Tradisional tersebut digelar di Malang City Point, pada Sabtu (15/11/2025) 2025. Acara ini menjadi ajang yang menyatukan mahasiswa, seniman lokal, dan masyarakat umum dalam satu ruang apresiasi budaya. Dengan mengusung konsep lomba, acara ini diikuti beragam peserta dari berbagai daerah, membawa ragam alat musik, gaya tabuh, serta corak kesenian tradisional.
Baca juga:
FT UB Gelar Lomba Nyanyi Meriahkan Dies 62

Menurut panitia, pemilihan tema musik tradisional merupakan hasil kurasi dari sejumlah opsi yang telah diseleksi berdasarkan relevansi, daya tarik, dan urgensi pelestarian budaya.
Latar Belakang serta Gagasan Acara
Alifi Yani Putri Komalasari, selaku koordinator lapangan, bersama Dian Fadilah, Bendahara Umum Panggung Hiburan Rakyat, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari tugas mata kuliah yang menuntut mahasiswa bekerja layaknya sebuah event organizer (EO) profesional.
“Sebenarnya latar belakang acara ini tidak jauh dari tugas mata kuliah. Kita dari prodi Marketing diminta membuat event dan bekerja sama dengan salah satu mal. Dari beberapa tema, kami pilih musik tradisional karena sekarang sudah jarang ditampilkan, padahal penting untuk dilestarikan,” ujar Alifi.
Dian menambahkan bahwa acara ini juga menjadi ruang edukasi bagi masyarakat. “Tujuan utama kami mengumpulkan kembali kesenian yang ada—perkusi, patrol, karawitan—agar orang tahu bahwa Malang juga punya kekayaan seni tradisional. Pesertanya ada 50 orang dari Pagak, Pasuruan, dan Malang,” ungkapnya.
Keduanya menegaskan bahwa pelestarian budaya bukan sekadar tugas akademik, tetapi juga tanggung jawab moral. Pesan mereka sederhana namun kuat: jangan biarkan ‘Jawa’-nya hilang dari generasi penerus.
Tradisi yang Terus Dihidupkan Anak Muda
Salah satu peserta yang mencuri perhatian adalah Ananda Milinian Firmansyah, anggota tim Sapoe Jagat Percussion dari kawasan Mergan, Kota Malang. Ia datang dengan membawa nuansa kesenian Madura yang dipadukan dengan karakter Malang, menciptakan kombinasi unik yang membuat penampilannya menonjol.
“Awalnya karena tema tradisional, tim saya membawa konsep yang memang kami kuasai. Tradisinya dari Madura, tapi kami mencakup Malang juga. Yang penting memeriahkan sekaligus melestarikan,” ujarnya.
Ananda menilai bahwa generasi muda punya peran strategis dalam menjaga keberlangsungan seni tradisional, terutama di tengah gempuran musik modern.
“Penting banget, mas. Musik tradisional sudah jarang ditampilkan. Kita sebagai anak muda harus ikut melestarikan budaya Indonesia, juga daerah masing-masing,” tambahnya.
Meski waktu persiapan hanya dua hari akibat kendala cuaca, Ananda mengaku tetap senang bisa tampil. Ia menitipkan pesan kepada sesama pelaku seni tradisional: tetap melestarikan kebudayaan lokal tanpa ragu dan tanpa henti.
Membangun Kebanggaan Lewat Musik Tradisional
Selain sebagai ajang kompetisi, kegiatan ini memberikan ruang temu antarseniman tradisional yang selama ini jarang difasilitasi oleh acara di pusat perbelanjaan. Penyelenggaraan di Malang City Point dipilih untuk memberikan pengalaman berbeda sekaligus menarik perhatian pengunjung agar lebih dekat dengan seni tradisional.
Dalam panggung yang berlangsung meriah itu, berbagai kelompok menampilkan alat musik khas daerah—mulai dari karawitan, perkusi Madura, hingga patrol yang menjadi simbol khas masyarakat Jawa Timur. Masing-masing tampil dengan kreativitas dan interpretasi unik, menunjukkan bahwa musik tradisional bukan sekadar warisan, tetapi juga ruang eksplorasi bagi generasi baru.

Panitia menilai bahwa antusiasme peserta menunjukkan bahwa kesenian tradisional masih memiliki tempat di hati anak muda. Meski teknologi terus berkembang, seni tradisional tetap memiliki identitas kuat yang dapat dibanggakan dan diwariskan.
Pelestarian Budaya Melalui Kolaborasi Akademik
Acara ini menjadi bukti bahwa kegiatan akademik dapat berperan besar dalam pelestarian budaya jika dikemas dengan pendekatan kreatif. Dengan mempertemukan mahasiswa, pelaku seni, dan masyarakat, panggung hiburan rakyat ini tidak hanya menjadi tugas kuliah, tetapi juga kontribusi nyata bagi kelestarian kesenian nusantara.
Para panitia berharap kegiatan serupa bisa terus digelar di masa depan, dengan cakupan yang lebih besar dan melibatkan lebih banyak komunitas seni. Sebab, menurut mereka, pelestarian budaya bukanlah upaya sesaat, melainkan perjalanan panjang yang membutuhkan kolaborasi lintas generasi. (nid/nwv)










