Jika kita ingin menempuh jalan cinta maka cintailah sepenuhnya apa yang kita cintai dan seluruh apapun yang dia cintai. Karena cinta adalah kepasrahan, yaitu bersedia menyerahkan seluruh hati pada dia yang kita cintai. Karena cinta itu meniru apapun yang dicintai oleh yang kita cintai. Jika kita mencintai maka kita harus bersedia mengikuti langkah apapun dari siapa yang kita cintai, karena jika tidak demikian berarti sesungguhnya kita telah menempuh jalan cinta palsu dan itu menyakitkan atas orang yang sedang kita cintai. Allah swt berfirman :
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS Ali ‘Imran : 31)
Jika kita cinta kepada nabi, maka kita harus mencintai apa yang dicintai oleh Nabi. Mencintainya dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa dan raga. Mencintai dengan seluruh perasaan atas apapun yang dicintai oleh Nabi, dan meletakkan rasa cinta kepada apapun yang dicintainya. Karena siapa yang mencinta nabi, maka dia akan pula mendapatkan cinta dari Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam. Dan barang siapa yang dicintai oleh Nabi, maka sangat pantas baginya di surga berdampingan dengan orang yang dicintainya yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Dalam hadits riwayat Anas, Nabi bersabda:
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Engkau bersama orang (atau golongan) yang engkau cintai.
Dalam sebuah hadits sahih (menurut Al-Mundziri) riwayat Tabrani dari Ali, Nabi bersabda:
وَلَا يُحِبُّ رَجُلٌ قَوْمًا إِلَّا حُشِرَ مَعَهُمْ
Seseorang tidak akan mencintai suatu kaum kecuali akan dikumpulkan bersama mereka.
Lalu apa saja yang dicintai Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam ?. Pertama, Nabi sangat mencintai keluarganya, istri-istrinya dan anak-anaknya. Jika kita benar mencintai nabi maka cinta pula lah istri nabi dan anaknya. Seseorang dapat menunjukkan cintanya melalui kecintaan atas apa yang dicintai oleh yang dicintainya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِى أَهْلَ بَيْتِى (رواه الترمذى وحسنه)
“Wahai manusia, sungguh aku tinggalkan untuk kalian ‘sesuatu’ yang jika kalian berpegang kepadanya tidak akan tersesat, yaitu al-Quran dan keluargaku” (HR Turmudzi)
Al-Mubarakfuri menjelaskan maksud hadis tersebut:
قَالَ الْقَارِي وَالْمُرَادُ بِالْأَخْذِ بِهِمْ التَّمَسُّكُ بِمَحَبَّتِهِمْ وَمُحَافَظَةُ حُرْمَتِهِمْ وَالْعَمَلُ بِرِوَايَتِهِمْ وَالِاعْتِمَادُ عَلَى مَقَالَتِهِمْ (تحفة الأحوذي – ج 9 / ص 203)
“al-Qari berkata: Yang dimaksud berpegang kepada mereka adalah mencintai mereka, menjaga kehormatannya, mengamalkan riwayatnya dan berpegang pada perkataannya” (Tuhfat al-Ahwadzi Syarah Sunan Turmudzi 9/203)
Perhatikan bagaimana seseorang yang sangat mencintai nabi melalui cinta pada istri dan putrinya lalu kemudian dimuliakan akhir hidupnya dengan bersanding di tempat yang terdekat dengan orang yang dicintainya. Mbah Maimun Zubair telah mengajarkan kita atas cinta itu.
Kedua, Nabi juga sangat mencintai anak cucu keturunannya dari keluarganya, Ahlul Bait atau dzuriyah Rasul. Jika kita benar cinta kepada nabi, maka cintai pulalah mereka. Disebutkan dalam hadist:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ وَأَحِبُّونِى بِحُبِّ اللَّهِ وَأَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِى لِحُبِّى ». (رواه الترمذى)
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw bersabda: Cintailah Allah karena Allah telah memberi nikmat kepada kalian. Cintailah Aku karena cinta kepada Allah dan Cintailah keluargaku karena cinta kepadaku”
Jangan mencoba untuk menyakiti anak cucu keturunan (dzurriyah) nabi, karena dengan menyakitinya sama halnya dengan menyakiti nabi dan hal itu akan menjadi jalan murka dari Rasulullah serta tidak mendapat sedikitpun rasa cinta nabi. Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya al-Kabir, dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda :
… فَإِنَّهُمْ عِتْرَتِي , خُلِقُوا مِنْ طِيْنَتِي , وَرُزِقُوا فَهْمِي و عِلْمِي , فَوَيْلٌ لِلْمُكَذِّبِيْنَ بِفَضْلِهِمْ مِنْ أمَّتِي الٌقَاطِعِيْنَ مِنْهُمْ صِلَتي لاَ أنْزَلَهُمُ الله شَفاعَتِي .
“… Mereka adalah keturunanku dan diciptakan dari tanahku serta dikaruniai pengertian dan ilmuku. Celakalah dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka, dan memutuskan hubungan denganku melalui (pemutusan hubungan dengan) mereka. Allah tidak akan menurunkan syafa’atku kepada orang-orang seperti itu”.
Ketiga, Nabi juga sangat mencintai para sahabat-sahabatnya terlebih sahabat-sahabat terdekatnya seperti para Khulafaur Rasyidin Abu Bakar Umar Utsman dan Ali sehingga mencintai mereka adalah sama dengan mencintai nabi menyakiti mereka juga menyakiti nabi Bagaimana mungkin seseorang yang dia mencintai nabi dan keluarganya namun dia membenci para sahabatnya bahkan melaknat mereka pastilah orang yang demikian sedang menempuh jalan cinta palsu itulah kalangan Syiah.
Keempat, Nabi juga sangat mencintai umatnya hingga saat ajal menjemput perhatian atas umatnya terungkap dihadapan Jibril dengan sabdanya ya Jibril ummati ummatii ummatii ummatii. Begitu cinta dan perhatiannya nabi atas ummatnya hingga kalimat itu diucapkannya tiga kali.
Jika kita sedang menempuh jalan cinta pada nabi maka cinta itu Lala umatnya Jangan Sakiti perasaannya dengan kata-kata yang menyakitkan label yang menakutkan, seperti tuduhan radikal teroris fundamentalis ekstrimis dan sebutan jelek lainnya yang secara sengaja dituduhkan dipakaikan kepada umat Islam hanya karena perbedaan sudut pandang padahal demikian itu sangat dibenci oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.
Kelima, Demikian pula Rasulullah mencintai hal-hal baik yang dijadikan kebiasaan-kebiasaan positif, dilakukannya setiap saat, setiap hari, dan setiap kesempatan. Jika kita benar-benar sedang menempuh jalan cinta kepada nabi, maka kita pun seyogyanya juga harus senang dan mencintai bahkan meniru kebiasaan-kebiasaan yang dicintai oleh Nabi. Kebiasaan-kebiasaan itu antara lain : berwudhu sebelum tidur, membaca taawwud saat akan tidur, berdzikir mengiringi tidur, qiyamul lail, solat sunnah fajar, shalat subuh berjamaah, shalat dhuha, bersedekah, shalat sunnah rawatib, dzikir pagi petang, membaca alquran, membaca surat alkahfi saat hari jumat, berpuasa, mendahulukan kanan, bermuka senyum ceria, turut mengerjakan pekerjaan rumah, bermusyawarah. Dan banyak lagi perilaku baik nabi.
Jalan cinta adalah jalan kemuliaan jalan yang dilalui oleh mereka-mereka yang berada pada derajat maqam yang tinggi. Jika kita ingin seperti hal demikian maka milikilah cinta sebagaimana mereka yang telah menempati maqam kemuliaan itu. Karena hanya dengan mencintai nabi maka hidup kita akan lebih bermakna.
Semoga Allah swt memberikan rasa cinta yang tinggi, murni dan bersih kepada Nabi Muhammad saw dan semoga hal ini menjadi jalan cintanya kepada diri kita hingga kelak berkenan memberikan memberikan syafaatnya untuk kita. Aamiiin…
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar