oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Memahami kajian komunikasi dapat dilihat dari asal muasal suatu ilmu itu terbentuk. Hal ini terkait dengan ranah filsafat ilmu yaitu tentang bagaimana bangunan ilmu itu dibentuk, apakah berdasarkan realitas empirik dari pengalaman, hasil nalar rasional manusia ataukah bersumber dari wahyu. Ketiga hal ini melahirkan cara pandang atau paradigma yang berbeda. Pada kalangan yang memahami bahwa ilmu itu dihasilkan dari pengalaman empirik manusia dalam membangun realitas maka lahirlah paradigma empirisme. Bagi kalangan ini memahami bahwa ilmu pengetahuan lahir dari proses interaksi manusia dengan lingkungan sekitar sehingga meninggalkan jejak-jejak makna dari interaksi tadi dan menghasilkan formulasi dari pengalaman kemanusiaan.
Sementara disisi yang lain mereka yang memahami bahwa ilmu pengetahuan itu adalah hasil dari proses berpikir atau nalar rasional manusia maka lahirlah paradigma rasionalisme. Mereka memahami bahwa akal pikiran manusia mampu melampaui pengalaman dan terbebas dari batas ruang serta melintasi waktu. Akal dipahami mampu menerobos ruang dan waktu untuk menghasilkan suatu konsepsi reflektif dari proses berpikir idealis kreatif pikiran manusia.
Pada perspektif yang lain memahami bahwa ilmu pengetahuan itu bersumber dari Tuhan, bersifat given, telah diberi semenjak awal penciptaan kemudian juga telah jelaskan secara gamblang di dalam al quran dan hadits melalui teks dan tindakan keteladanan profetik. Pendekatan profetik ini menempatkan nalar, akal, rasio dan pengalaman sebagai alat untuk menafsir teks sumber wahyu. Sumber wahyu dipahami sebagai sentra seluruh konsep tentang kehidupan termasuk ilmu pengetahuan dan hubungan interaksi antar manusia.
Untuk itu sumber dasar kajian komunikasi profetik adalah teks sumber wahyu baik alquran maupun hadits Nabi sebagai panduan utama dalam menjalani berbagai realitas kehidupan. Alquran dan alhadits menjelaskan secara utuh berbagai realitas masa lalu, saat ini dan masa depan, baik tentang peristiwa, kejadian serta konsep dan nilai dalam beragam realitas kehidupan. Demikian pula keduanya adalah memberikan informasi ilmu pengetahuan sebagai alat bantu untuk membedah berbagai persoalan kehidupan manusia dan menjadi alat bantu dalam mengembangkan kehidupan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’, Ayat 59)
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123, 124).
Sebagaimana pula berdasar sabda Nabi :
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR al-Hakim, al-Baihaqi, Hadits Shahih Lighairihi)
Artinya bahwa sumber dalam mengkaji dan mendalami ilmu pengetahuan termasuk kajian komunikasi adalah bersumber dari teks-teks sumber wahyu tersebut yang dipahami bahwa sumber wahyu menjelaskan konsep-konsep secara lengkap dan sempurna sekalipun disembunyikan melalui teks-teks sumber wahyu yang seseorang akan dapat menemukan rahasia pesannya melalui pengkajian mendalam dengan kompetensi keilmuan yang cukup dengan dasar pemahaman keislaman yang mendalam. Dengan syarat itu maka seseorang akan mampu menangkap pesan dan informasi inspirasi ilmu pengetahuan salahsatunya tentang komunikasi dari teks sumber wahyu yang ada.
Sumber wahyu berupa alquran adalah suatu panduan lengkap yang menjelaskan secara utuh tentang peristiwa baik masa lalu maupun masa depan termasuk saat ini, aturan kehidupan, adab dan etika, termasuk pula berisi inspirasi ilmu pengetahuan. Demikian pula sumber wahyu berupa hadits Nabi baik melalui ucapan, tindakan dan termasuk diamnya Nabi atas suatu peristiwa adalah suatu bentuk tindakan keteladanan dalam realitas interaksi kemanusiaan yang hadir secara nyata.
Sementara itu, landasan komunikasi profetik adalah nilai keimanan dan keyakinannya. Dan penentu kualitas dalam komunikasi profetik adalah keberpihakan dan ketundukan pada nilai-nilai kebaikan ketuhanan. Allah menjamin balasan kebaikan hanya kepada mereka yang percaya kepada Allah. Sementara, suatu tindakan kebaikan apabila tidak di bangun atas dasar keimanan dan keyakinan yang kuat maka tentu hanya akan bernilai sia-sia. Sebab tindakan kebaikan tanpa dilandasi keimanan hanya akan bernilai sia-sia, ibarat sebuah bangunan besar tanpa sebuah fondasi. Jadi, komunikasi profetik memberikan sebuah batasan bahwa kualitas komunikasi profetik sangat dipengaruhi oleh kualitas keimanannya. Sebagaimana disebutkan dalam teks sumber wahyu yaitu :
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ يَعۡبُدُونَنِي لَا يُشۡرِكُونَ بِي شَيۡـٔٗاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur, Ayat 55)
Teks sumber wahyu memang tidak secara gamblang menjelaskan tentang kajian ilmu komunikasi, namun teks sebagai sebuah tanda merupakan salah satu objek dalam kajian ilmu komunikasi. Lebih daripada itu teks-teks sumber wahyu memberikan banyak informasi tentang berbagai fenomena komunikasi manusia, misal tentang hubungan manusia dengan manusia, hungan dengan alam sekitar, bencana, konflik, keluarga, pendidikan, kesehatan, gaya hidup, kehidupan bersama, berkelompok dan berorganisasi dan sebagainya. Komunikasi profetik memberikan gambaran lengkap dan sempurna tentang interaksi manusia dengan realitas kehidupan yang kompleks. Dan kesemua itu telah dijelaskan dengan sangat lengkap di dalam sumber wahyu (alquran dan al hadits) sebagai sebuah panduan sekaligus inspirasi dalam mendalami dan memperkaya kajian ilmu komunikasi.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB