KANAL24, Jakarta – Rencana Presiden Joko Widodo menyerahkan rancangan omnibus law ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu dekat sangat penting bagi perbaikan iklim bisnis dan investasi. Panjangnya birokrsi dan regulasi yang tumpang tindih menjadi momok bagi calon investor.
“Mengapa kita kalah dari Vietnam? Ya karena faktor itu. Investor yang mau masuk ke Indonesia harus menghadapi panjangnya birokrasi kita serta regulasi perizinan yang tumpah tindih,” kata ekonom Bank Permata, Josua Pardede, Rabu (4/12/2019).
Oleh sebab itu ia sangat mendukung kebijakan pemerintah Presiden Jokowi yang akan memangkas pejabat struktural Eselon III dan dan IV yang jumlahnya mencapai 441.000 orang. Ke depan hanya ada dua jabatan struktural dalam birokrasi pemerintahan, yaitu Eselon I dan II.
Selain itu, Omnibus Law yang akan menyatukan 74 UU, menurut Josua, juga sangat penting untuk direalisasikan. Apabila Indonesia serius hendak menggenjot masuknya arus investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) maupun investasi portofolio, regulasi yang sederhana dan mudah menjadi suatu keharusan.
“Ini kunci apabila kita ingin defisit neraca transaksi berjalan bisa terus ditekan. Selain menggenjot nilai ekspor melalui hilirisasi industri berbasi komoditas, maupun hilirisasi industri di sektor-sektor lain, menggenjot arus investasi yang masuk ke Indonesia adalah suatu keharusan,” ujar Josua.
Omnibus Law sendiri, menurut Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan ( PSHK ), Rizky Argama, merupakan salah satu metode pembentukan undang-undang yang mengatur materi multisektor. Selain itu, UU ini juga mampu merevisi hingga mencabut ketentuan yang ada di dalam UU lain. Menurutnya, sejumlah negara sudah menerapkan omnibus law sebagai strategis untuk menyelesaikan persoalan regulasi yang berbelit dan tumpang tindih.
Sementara itu, Indonesia belum pernah menerapkan omnibus law. Oleh karena itu, terobosan ini akan sangat menantang bila diterapkan di Tanah Air.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM ) per Triwulan III 2019 menunjukkan realisasi investasi dalam rangka penanaman modal dalam negeri ( PMDN ) dan penanaman modal asing (PMA) mengalami peningkatan. Realisasi investasi pada triwulan III 2019 (Juli-September) mencapai Rp 205,7 triliun. Rinciannya, investasi PMDN Rp 100,7 triliun dan realisasi investasi PMA Rp 105 triliun.
Realisasi investasi pada triwulan III 2019 juga lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan I dan triwulan II 2019 yang masing-masing tercatat Rp 195,1 triliun dan Rp 200,5 triliun. Realisasi ini juga meningkat 18,4% dibandingkan triwulan III 2018 Rp 173,8 triliun.
Sementara itu, berdasarkan negara asal, Singapura berada di peringkat teratas dengan total investasi US$ 1,9 miliar (27,1%), disusul Belanda US$ 1,4 miliar (20% ), Republik Rakyat Tiongkok US$ 1 miliar (14,3%), Jepang US$ 0,9 miliar (12,9%), dan Hong Kong US$ 0,4 miliar (5,7%).
BKPM juga merilis data realisasi investasi periode Januari-September 2019 yang mencapai Rp 601,3 triliun, terdiri atas realisasi PMDN sebesar Rp 283,5 triliun dan realisasi PMA sebesar Rp 317,8 triliun. (sdk)