Kanal24 – Jenderal TNI (Purn) Moeldoko Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan, menyatakan bahwa masalah perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) sering dibahas di Istana.
“Sudah berkali-kali, sering banget. Berapa kali sudah tidak terhitung, benar. Berbagai persoalan kami rapatkan di situ, kami carikan jalan keluar, rapat lagi, carikan jalan keluar lagi. Betul itu,” kata Moeldoko di hotel kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, saat melepas 302 pekerja migran dengan penempatan Korea Selatan dan akan bekerja di sektor manufaktur dan perikanan (9/1/2023).
Menurut Moeldoko, salah satu topik yang pernah dibahas di Istana adalah mengenai biaya yang harus ditanggung negara untuk calon pekerja migran Indonesia (CPMI). Saat itu, Presiden Joko Widodo sangat menekankan agar calon pekerja migran Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri tidak ditambah beban dengan biaya tambahan.
“Yang diharapkan adalah banyaknya perbaikan demi kebaikan, sehingga para PMI ini bisa pergi sampai pulang dengan nyaman karena semua telah tersiapkan dengan baik,” katanya.
Untuk membantu mengurangi beban calon pekerja migran Indonesia (CPMI), Moeldoko mengatakan bahwa KSP sedang bekerja sama dengan kepala lembaga dan kepala kementerian terkait untuk mengembangkan skema penanggulangan biaya pemeriksaan kesehatan CPMI ke luar negeri.
“Misalnya, apa tidak bisa itu melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)? Itu belum menemui jawaban. Tapi besok (10 Januari) secepatnya akan kami bahas,” kata Moeldoko pula.
Tujuan dari skema tersebut adalah agar CPMI tidak perlu mengeluarkan biaya pemeriksaan kesehatan atau biaya lainnya saat proses penempatan atau setelah penempatan.
Selanjutnya, terkait dengan aturan keimigrasian seperti biaya pembuatan paspor dan lainnya, Moeldoko mengatakan bahwa kemungkinan pembiayaan tersebut juga dapat ditanggung oleh negara saat ini sedang dibahas.
“Kami bereskan (terkait Imigrasi),” kata Moeldoko.
Moeldoko mengatakan bahwa dengan persiapan yang baik, negara bisa meminimalkan kekhawatiran calon pekerja migran Indonesia (CPMI) terhadap pemberangkatan secara resmi melalui Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dari berbagai sisi, seperti kesiapan, pembiayaan yang terkait, mental, dan lainnya.
Dengan mengirim CPMI melalui BP2MI, negara bisa mempersiapkan keberangkatan CPMI dengan baik, termasuk dengan menyediakan ruang khusus di bandara dan jalur antrean khusus untuk CPMI.
Moeldoko menyampaikan bahwa pekerja migran Indonesia (PMI) yang sampai di tujuan juga akan diberikan surat diplomatik resmi yang memiliki mandat kepada pemberi kerja (credential letter) agar PMI merasa nyaman dan terlindung dari berbagai ancaman.
Moeldoko berharap agar BP2MI dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga yang berwenang terkait pekerja di Indonesia untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi warga negara yang bekerja di luar negeri.
“Kan sudah jelas kewenangan masing-masing. BP2MI itu P2-nya pelindungan pekerja,” kata Moeldoko.
Benny Rhamdani, Kepala BP2MI, menyatakan bahwa BP2MI siap memberikan perlindungan maksimal bagi CPMI yang akan berangkat ke luar negeri, termasuk dengan memberikan bekal mental, pelatihan, dan bekal lainnya.
“Bagi BP2MI, semua anak bangsa yang bekerja di luar negeri itu adalah harga diri. Jadi pride mereka harus dijaga. Jadi negara harus menempatkan mereka dengan perlakuan hormat,” kata Benny.
Pada hari Senin ini, CPMI akan diberangkatkan ke Korea melalui skema kerja sama antar pemerintah (G to G), yang merupakan pemberangkatan kedua sejak tahun 2023 dengan skema tersebut.
Sebelumnya, BP2MI juga sudah mengirim sekitar 46 orang pekerja migran Indonesia ke Korea pada pekan lalu. Selain itu, sejak 1-8 Januari 2023, sekitar 700 PMI sudah dikirim ke berbagai negara menggunakan skema p to p atau skema mandiri.
Meskipun pandemi COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina masih berpotensi mempengaruhi ekonomi secara global, Benny berharap agar jumlah pekerja migran Indonesia yang ditempatkan ke luar negeri pada tahun 2023 dapat meningkat.
Ia juga menekankan bahwa pekerja Indonesia harus siap menghadapi situasi tersebut dan bahwa situasi tersebut merupakan tantangan bagi BP2MI untuk memperkuat kompetensi setiap warga negara yang ingin bekerja di luar negeri.
Sepanjang tahun 2022, jumlah pekerja migran Indonesia yang ditempatkan ke 77 negara telah mencapai lebih dari 200 ribu, meskipun target awal hanya sekitar 150 ribu. Hal ini berarti bahwa pencapaian penempatan pekerja migran Indonesia pada tahun lalu hampir 180 persen dari target.
Menurut Benny, jika penempatan pekerja migran Indonesia pada tahun 2023 dapat mencapai 250 ribu orang, itu akan dianggap positif karena situasi pandemi COVID-19 di negara-negara tempat pekerja migran Indonesia ditempatkan masih belum selesai.
“Karena kinerja BP2MI bergantung negara-negara penempatan yang membutuhkan pekerja dan yang menentukan penempatan yakni Kementerian Ketenagakerjaan,” pungkasnya.