Ilmu akan mengantarkan manusia pada derajat yang mulia sekalipun dirinya terlahir dari keluarga dengan nasab yang hina atau rendah. Karena kehinaan bukanlah disebabkan nasab melainkan jauhnya diri dari pemahaman ilmu sehingga menjatuhkan diri dalam kebodohan dan jurang kemaksiatan. Ilmu telah mengangkat orang yang hina dalam derajat tinggi kemuliaan demikian pula ilmu menjadikan orang yang dianggap mulia menjadi hina dalam pandangan manusia dan Tuhan semesta alam. Puncak ilmu adalah adab atau akhlaq karimah kepada Allah swt berupa pengabdian dan pengagungan kepadaNya. Khidmad kepada guru berupa bersikap loyal kepadanya. Mengabdi pada manusia dengan menebarkan banyak kemanfaatan. Manakala seseorang jauh dari kebaikan ilmu itu maka sejatinya dia telah menukarkan kemuliaan dengan kehinaan. Sebagaimana perkataan Imam as syafii:
قال الإمام الشافعي: رأيت العلم صاحبه كريم * و لو ولدته اباء لئام* و ليس يزال يرفعه إلى أن* يعظم أمره القوم الكرام* و يتبعونه في كل حال* كراعي الضأن تتبعه السوام* فلو لا العلم ما سعدت رجال* و لا عرف الحلال و لا الحرام
Artinya :
Aku melihat ilmu , mulia orang yang memilikinya # walaupun dilahirkan oleh datuk (nasab) yang hina/rendah # dan senantiasa ilmu mengangkat derajatnya # sampai para kaum yang mulia mengagungkan urusan/perkara-perkaranya # dan mereka mengikutinya di setiap keadaan # seperti pengembala domba yang selalu diikuti oleh hewan hewan gembalaannya # dan jikalau bukan karena ilmu mereka tidak akan bisa bahagia # juga tak mengetahui halal dan haram.
Adab pembelajar akan mengantarkan suatu ilmu yang dipelajari memberikan kemanfaatan dan keberkahan. Lalu bagaimana adab seorang pembelajar agar berbuah keberkahan? . Pertama, adab dalam hubungannya dengan persiapan dalam menuntut ilmu. Yaitu, seorang pembelajar haruslah meluruskan niatnya yaitu hanya untuk semata ikhlas memenuhi perintah Allah swt agar dapat mengetahui syariatnya, halal haromnya dan menjauhkan dari kebodohan diri. Menyucikan diri dari segala hal yang dapat mengganggu konsentrasi, seperti banyak makan, karena banyak makan akan menyebabkan kemalasan. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Zarnuji pengarang kitab ta’lim muta’allim :
وقد يتولد الكسل من كثرة البلغم والرطوبات
“Sikap malas itu bisa timbul akibat dari lendir dahak atau badan berminyak yang disebabkan orang terlalu banyak makan.”
Termasuk dalam adab bagi pembelajar adalah memakai pakaian yang menutup aurat, bersih bahkan perlu pula diberi wewangian untuk menambah kekhusyuan dan termasuk memuliakan ilmu serta majelis ilmu, bahkan sangat dianjurkan memakai pakaian putih (kopyah dan baju putih) sebagaimana Rasulullah menyukai warna putih, memastikan dirinya dalam keadaan suci dan berwudhu dan berdoa sebelum memulai pembelajaran. Senantiasa bersikap rendah hati atas ilmu yang dipelajarinya. Sebab ilmu ibarat air, ia akan mencari tempat yang rendah untuk mengalirkannya.
Termasuk dalam adab pembelajar adalah senantiasa tawadhu’ dan tunduk patuh kepada guru yang darinya memperoleh ilmu. Seorang pembelajar haruslah selektif memilih guru. Sebagaimana dikatakan oleh ibnu Sirin bahwa ilmu adalah agama :
هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
“Ilmu itu agama. Hendaknya kalian perhatikan dari siapa kalian mengambil agama kalian.”
Untuk itu seorang pembelajar hendaklah memilih guru yang memiliki sanad ilmu yang jelas hingga bersambung sanad kepada Rasulullah saw. Janganlah berguru pada seseorang yang mengambil ilmu dari kitab-kitab induk tanpa belajar kepada banyak guru terlebih hanya dari sekedar membaca.
Seorang pembelajar harus mencari keridhaan dari guru atas berbagai hal terkait dengan dirinya karena dari sanalah keberkahan akan di dapat. Sebagian dari adab seorang pembelajar adalah meminta izin kepada guru jika ingin bertemu serta selalu menghadiri majelis guru untuk mendapatkan keberkahan ilmunya. Seorang pembelajar haruslah bersabar dengan kekurangan dan perilaku buruk guru. Bersabar menunggu guru jika belum datang. Selalu meminta bimbingan dari guru.
Selanjutnya, adab bagi pembelajar dalam majelis. Seorang pembelajar haruslah mengucapkan salam saat di dalam majelis. Seharusnya dipisah antara tempat laki dan perempuan dan jangan terjadi ikhtilat (bercampur). Tidak melangkahi pundak orang lain. Tidak boleh menyuruh orang lain berdiri tempat duduknya. Tidak duduk dalam kerumunan orang. Tidak membuat gaduh dan meninggikan suara ketika dalam majelis. Tidak mendahului guru dalam menjelaskan suatu masalah atau jawaban dari suatu pertanyaan. Seorang pembelajar harus bertanya atas apa yang tidak dipahaminya. Jika akan bertanya pada guru maka dengan cara yang lembut dan bahasa yang lain. Mendengarkan penjelasan guru dengan penuh antusias. Serta seorang pembelajar tidak boleh malu untuk mengatakan “saya tidak paham”. Demikianlah ada yang harusnya ditampilkan oleh seorang pembelajar dalam menjalani proses pembelajaran.
Adab seorang pembelajar haruslah selalu bersemangat dalam menuntut ilmu. Sebab ilmu tidaklah diperoleh dengan cara yang bersantai-santai. Sebagaimana dalam Shahih Muslim dari yahya bin Abi Katsir menuturkan :
لا يستطاع العلم براحة الجسم
“Ilmu tidak akan diperoleh dengan jasad yang bersantai-santai”.
Karena itulah seorang pembelajar jangan merasa puas dengan ilmu yang diperolehnya, dia harus selalu memiliki cita-cita yang tinggi dan kesabaran yang kuat serta kesantunan yang agung. Untuk itu seorang pembelajar hendaklah memaksimalkan belajar pada waktu yang kosong dan tidak membuang waktu dengan kesia-siaan. Untuk itu pergunakan waktu untuk terus mengulang-ulang materi yang telah disampaikan, mengulang-ulang bacaan dan hafalan serta mengulang-ulang tulisan dan catatan. Karenanya setiap pembelajar haruslah segera menulis dan mencatat segala apa dari ilmu yang didapatkannya. Untuk itu Abuya as sayyid Prof. Dr. Muhammad bin alawi almaliki mengatakan bahwa “karena kalian adalah hamba Allah maka selalulah berdzikir dan bawalah tasbeh. Karena kalian adalah seorang pembelajar maka selalulah bawa buku dan bolpen dalam saku kalian”. Intinya seorang pembelajar haruslah menggunakan waktu yang dimilikinya untuk hal yang positif dan bermanfaat. Tidak boleh seorang pembelajar menyia-nyiakan waktu dengan bersantai dan aktifitas yang tiada guna. Nabi mengingatkan bahwa :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:«مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ». حَدِيْثٌ حَسَنٌ, رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَغَيْرُهُ هَكَذَا.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2318)
Karena waktu bagi pembelajar adalah senjata untuk menggali banyak ilmu dan mendalaminya. Kesia-siaan tindakan sejatinya hanyalah langkah menuju kematiannya dan menutup jalan keberkahan dari ilmu yang sedang dipelajarinya.
Semoga Allah swt memberikan karunia kepada kita dengan ilmu yang bermanfaat serta membawa keberkahan sehingga mampu mengantarkan diri kita kepada ridho Allah swt. Aamiinn…
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir Al Afkar