KANAL24, Malang – Saat ini Indonesia sedang dalam situasi kritis, berdasarkan teori kini situasi sudah berada di tahap tiga, current crisis. Situasi sekarang ini multidimensi, tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga ekonomi, sosial, budaya, juga psikologis sosial.
Pernyataan itu dikemukakan Pakar Komunikasi UB, Rachmat Kriyantono, S.Sos., M.So., Ph.D, Selasa (01/12), ketika menjadi pembicara dalam program SINDO Goes To Campus : Media & Komunikasi Publik Pemerintah di Era Pandemi. Kegiatan itu diselenggarakan oleh Koran SINDO dan SINDOnews sebagai bentuk komitmen untuk mengambangkan kerja sama dengan civitas akademika di seluruh Indonesia.
Dia menjelaskan, berbagai aspek yang terdampak covid-19. Berdasarkan data, aspek kesehatan jauh lebih baik dibandingkan bulan mei dan juni, dimana data angka aktif mulai mengalami penurunan. Dalam aspek ekonomi, terjadi peningkatan pengganguran terbuka, PHK di berbagai tempat, dan angka kemiskinan yang semakin tinggi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan.
Rachmat juga menjelaskan beberapa penyebab pandemi semakin berkembang hingga tahap current crisis. “Strategi pemerintah, kondisi masyarakat, media, dan kehidupan perpolitikan.” ujar Ketua Program Studi S-2 Komunikasi FISIP-UB itu.
Dia mengamati bahwa pembentukan UU ditengah pandemi sudah baik namun strategi yang diterapkan pemerintah masih belum optimal. Pemerintah juga memiliki quik respon yang kurang. Dalam manajemen kritis kejadian di China, semestinya menjadi kondisi dan tanda yang harus di perhatikan dalam melakukan upaya antisipasi.
Menurut Rachmat akan lebih efektif, apabila januari lalu sudah mulai diadakannya berbagai kampanye-kampanye terkait wabah covid apabila masuk ke tanah air. Namun berdasarkan pemberitaan media, kampanye baru dilaksanakan pada bulan april, dimana korban meninggal sudah mencapai 198 orang dan korban terinfeksi mencapai 2020 orang.
Rachmat mengatakan masyarakat Indonesia memiliki budaya gotong royong sebagai efektivitas komunikasi litual dalam menghadapi covid 19. Sisi negatif yang muncul ialah kerumunan saat beribadah. Selain itu, informasi hoaks dari netijen ataupun media. “ penting bagi kita, untuk memilih media online yang sudah terafiliasi dengan media konvensional, serta jangan menshare media yang masih belum berintegritas.” tambah Rachmat.
Kemudian Rachmat memberikan beberapa solusi dalam komunikasi kritis sebagai pembuka dialog tersebut. “Komunikasi kritis tidak bisa berdiri sendiri sehingga harus melalui komunikasi resiko dan manajemen isu, jika kedua komunikasi tersebut tidak berjalan baik maka negara dalam kondisi kritis.” ujarnya.
Solusi pertama, one gate communication. Dibutuhkan kesatuan informasi disituasi kritis. Seperti pada peran kominfo sebagai koordinator komunikasi yang seharusnya bekerja sama dengan satgas covid.“ Namun kominfo lebih berkiprah kepada upaya-upaya mengatasi hoaks.” ujarnya.
Adanya kesinambungan antara otonomi daerah dan pusat. Dan diperlukannya tindakan control yang kuat dari pemerintah, terhadap sosialisasi dibeberapa daerah yang cenderung kurang tegas. Sosialisasi juga diharapkan berisi penyampaian edukasi yang disertai komunikasi koersif secara konsisten.
Pemerintah juga diharapkan dapat memanfaatkan berbagai macam alternatif media dan tidak berfokus pada internet. Hal ini dikarenakan komunikasi dialogis melalui interpersonal di desa atau perkampungan masih belum optimal.
“ Harapannya strategi komunikasi yang digunakan dapat menembak semua sasaran dengan berbagai media komunikasi, serta dibutuhkannya dukungan literasi media seperti melakukan pemberitaan presisi dan framing” tambahnya. (mon)