Kali ini, kita akan mempertemukan tiga teori koperasi yang digagas oleh 5 orang cendekia sekaligus aktivis koperasi. Tiga teori ini dapat dianalogikan sebagai bangunan bertingkat, dimana “Mutual Incentives Theory” menjadi fondasi bangunan, “Supportive Environment Theory” sebagai badan bangunan dan “Theory of Co-Operative Design and Evolution” sebagai atap-nya. Ketiga teori ini berangkai menjadi satu keutuhan bangunan koperasi. Bisa dipilah namun tak perlu dipisah, karena memang bidang yang dijadikan bahan refleksi utama berbeda.
Koperasi mensyaratkan adanya persekutuan kepentingan. Kepentingan ini menjadi simpul bagi bersekutu-nya orang-orang. Kepentingan ini merupakan kepentingan bersama, tidak saja dalam bidang ekonomi, namun juga sosial dan budaya. Kepentingan bersama yang mempersatukan. Kepentingan yang memuat cita-cita, harapan dan tujuan yang sama, kepentingan yang disatukan dengan nilai-nilai dan rasa kebersamaan. Hajad bersama inilah yang mesti dirawat dalam ber-koperasi. Inilah fondasi bangunan koperasi menurut Birchall dan Simmons dalam Teori “Mutual Incentive Theory”. Kepentingan bersama yang menyimpulkan persekutuan.
Fondasi yang baik itu akan menjadi landasan bagi kokohnya bangunan koperasi. Kekokohan bangunan ini memerlukan lingkungan yang mendukung. Koperasi membutuhkan perangkat hukum yang memihaknya serta kebijakan fiskal yang mendukungnya. Koperasi membutuhkan kehadiran negara dalam tumbuh kembangnya. Kehadiran tanpa mengabaikan otonomi masyarakat-nya. Meskipun, dalam temuan empiris ada koperasi yang dapat tumbuh dalam “lingkungan yang tidak kondusif”, namun sungguh teramat “jahat” membiarkan koperasi dalam lingkungan seperti itu, apalagi di negara yang secara konstitusional telah mengaturnya. Kebutuhan akan lingkungan kondusif inilah yang ditegaskan oleh Attwood dan Bhaviskar dalam Teori “Supportive Environment Theory”.
Setelah bangunan kokoh berdiri, maka dikerjakanlah atap-nya. Atap bangunan ini berwujud rancangan dan implementasi yang menempatkan anggota tepat pada titik tengah bisnis. Anggota sebagai entitas terpenting, yang dirawat dan dimuliakan. Anggota dengan hajad, cita-cita, harapan dan tujuan-nya dijadikan panduan dalam merumus dan memutuskan kebijakan. Tata kelola juga mesti didesain dengan mendudukkan dan memberikan peran kepada anggota dalam prinsip egalitarian dan demokratis. Anggota adalah pumpunan koperasi. Demikian Shah dalam Teori “Cooperative Design and Evolution” mengatakan.
Akhirnya, ada tugas yang mesti dijalankan oleh ko-operator sekaligus ada kewajiban bagi pemerintah untuk mencukupkan koperasi sebagai institusi dengan kekokohan fondasi, keindangan bangunan dan atap yang meneduhkan. Tanpa kesadaran kritis ko-operator, tanpa rasionalitas evaluatif dalam sistem pikir dan tindak ko-operator serta tanpa sensitivitas dan keperpihakan pemerintah, koperasi sebagai institusi ideal sulit untuk ditemukan. Dan ulang tahun koperasi tahun ini, belum layak kita berpesta !
SUBAGYO
Dosen FE Universitas Negeri Malang