Kanal24, Malang – Dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045, transformasi ekonomi menjadi prioritas utama. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana mengelola bonus demografi secara optimal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Hal ini menjadi fokus utama dalam pidato pengukuhan Prof. Dr. Susilo, S.E., M.S., sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB). Pidato berjudul Model Pengembangan Tenaga Kerja Terintegrasi Menuju Transformasi Indonesia Emas 2045 dengan Hexa Helix memberikan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan ketenagakerjaan di Indonesia.
“Indonesia memiliki peluang emas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis tenaga kerja produktif, tetapi ini tidak bisa terjadi tanpa investasi besar dalam pendidikan, pelatihan, dan pengelolaan tenaga kerja yang inklusif,” ujar Prof. Susilo dalam pidatonya, Selasa (25/02/2025).
Peluang dan Tantangan Bonus Demografi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, rasio ketergantungan penduduk Indonesia akan mencapai angka terendah pada tahun 2030, yaitu 46,9. Hal ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan momentum bonus demografi. Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah sederhana. Salah satunya adalah ketidaksesuaian antara keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan industri, khususnya di sektor hilirisasi dan ekonomi berbasis teknologi.
“Tanpa intervensi yang terencana dan terintegrasi, bonus demografi justru dapat menjadi bencana demografi. Banyaknya tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan yang relevan dapat memicu pengangguran terbuka yang lebih tinggi,” jelas Prof. Susilo.
Melalui penelitian yang mendalam, Prof. Susilo menemukan bahwa salah satu solusi yang paling efektif adalah dengan menciptakan model pelatihan kerja terintegrasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Model Hexa Helix yang ia gagas mengintegrasikan enam aktor utama: pemerintah, dunia usaha, akademisi, masyarakat/media, tenaga kerja, dan lingkungan.
Model Hexa Helix: Solusi untuk Kesenjangan Keterampilan
Model Hexa Helix yang diperkenalkan oleh Prof. Susilo tidak hanya berfokus pada pelatihan teknis, tetapi juga menciptakan ekosistem pengembangan tenaga kerja yang berbasis teknologi modern seperti Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI). Pendekatan ini memungkinkan pelatihan kerja yang lebih relevan, adaptif, dan berbasis kebutuhan industri.
“Model ini adalah jawaban atas kesenjangan keterampilan yang terjadi di pasar tenaga kerja kita. Dengan kolaborasi lintas sektor, pelatihan yang diberikan tidak hanya fleksibel tetapi juga berbasis bukti dan relevan dengan kebutuhan pasar,” ungkap Prof. Susilo.
Ia juga menyoroti pentingnya insentif sosial dan emosional dalam meningkatkan partisipasi tenaga kerja. Misalnya, pengakuan publik berupa sertifikasi berbasis industri dapat menjadi motivasi yang kuat bagi tenaga kerja untuk terus belajar dan berkembang. Selain itu, teknologi dimanfaatkan untuk memetakan kebutuhan keterampilan di berbagai sektor, sehingga setiap program pelatihan memiliki dampak langsung dan nyata.
Implementasi Menciptakan Ekosistem Budaya Kerja
Dalam pidatonya, Prof. Susilo menekankan bahwa implementasi model Hexa Helix memerlukan sinergi yang kuat antara pemerintah, akademisi, dan dunia usaha. “Kita harus menciptakan ekosistem pelatihan yang inklusif dan berkelanjutan. Ini bukan hanya tentang pelatihan teknis, tetapi juga menciptakan budaya kerja yang adaptif terhadap perubahan zaman,” katanya.
Sebagai langkah awal, Prof. Susilo mendorong pemerintah untuk mempercepat digitalisasi pelatihan kerja dan memanfaatkan teknologi untuk mendukung akses pendidikan yang lebih luas. Ia juga mengingatkan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menciptakan solusi lokal yang relevan dengan kebutuhan tenaga kerja di berbagai daerah.
Di sisi lain, dunia usaha diharapkan lebih proaktif dalam mendukung program pelatihan tenaga kerja, baik melalui investasi dalam fasilitas pelatihan maupun kolaborasi dengan universitas. “Keberhasilan model ini terletak pada kemauan semua pihak untuk bekerja sama. Kita tidak bisa berjalan sendiri-sendiri jika ingin mencapai visi besar Indonesia Emas 2045,” tambahnya.
Peta Jalan Reformasi Tenaga Kerja di Indonesia
Melalui pidato pengukuhan ini, Prof. Susilo memberikan peta jalan yang jelas untuk reformasi tenaga kerja di Indonesia. Dengan pendekatan multidisiplin yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, ia berharap model Hexa Helix dapat menjadi katalis utama dalam menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan adaptif.
“Model ini bukan hanya tentang meningkatkan keterampilan teknis, tetapi juga membangun fondasi untuk keberlanjutan ekonomi yang lebih inklusif. Dengan implementasi yang tepat, kita tidak hanya menciptakan tenaga kerja unggul tetapi juga mendukung pembangunan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045,” pungkas Prof. Susilo.
Sebagai salah satu akademisi terkemuka di bidang perilaku ketenagakerjaan, kontribusi Prof. Susilo melalui penelitian ini diharapkan tidak hanya berdampak pada tingkat nasional tetapi juga menjadi referensi global dalam pengelolaan tenaga kerja berbasis teknologi dan kolaborasi lintas sektor. (din)