Ramadhan memang sudah usai. Bulan perjuangan, bulan ujian sudah berakhir. Umat Islam di seluruh dunia sudah merayakan Idul Fitri. Bahkan sebagian warga kota di Indonesia sedang bergembira di kampung halaman. Kegiatan tahunan yang dikenal dengan istilah mudik.
Kumandang takbir menjelang Idul Fitri menjadi pertanda berakhirnya sejumlah kewajiban selama Ramadhan. Tidak ada lagi puasa menahan lapar, haus dan nafsu syahwat disiang hari. Juga tidak perlu lagi tarawih di malam hari. Kewajiban umat Islam kembali normal, seperti sebelum Ramadhan datang.
Namun, dibalik kebebasan atau selesainya tanggungjawab selama Ramadhan yang tentu tidak mudah dilaksanakan itu, ada satu pertanyaan sederhana yang seharusnya dijawab setiap umat Islam yang beriman. Sudah berhasilkah puasa kita sesuai tujuannya. Menjadikan umat Islam beriman menjadi bertaqwa. Seperti yang difirmankan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 183.
Tentu tidak seorangpun umat Islam yang berani mengatakan, usai Ramadhan dia sudah memenuhi kriteria firman Allah itu atau mengaku sudah bertaqwa. Bukan hanya karena sulit menilainya. Tetapi pengakuan itu menyiratkan kesombongan atau takabur. Sifat yang sangat dilarang dalam Islam.
Namun kenyataannya memang seperti itu. Islam memang memerintahkan seluruh kaum Muslimin yang beriman untuk bertakwa sepanjang hayat. Bukan hanya di bulan Ramadhan. Artinya Ramadhan merupakan bulan pelatihan, agar setiap umat Islam bisa bertakwa seumur hidup Minimal sampai bertemu Ramadhan tahun berikutnya.
Ramadhan mengajarkan umat Islam ketaqwaan melalui pelatihan kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Kegiatan pelatihan ritual atau individual diwujudkan melalui ketaatan pribadi, seperti menahan lapar, haus, hasrat seksual di siang hari dan shalat sunnah tambahan khusus Ramadhan yang disebut dengan shalat Tarawih, selain tetap harus melaksanakan shalat wajib dan sunnah seperti hari biasa.
Kesalehan sosial melatih umat Islam memiliki kepedulian terhadap selama melalui kewajiban zakat harta, zakat fitrah, dan sunnah mengeluarkan infak serta sedekah. Islam memperingatkan umatnya agar tidak bergembira, sementara masih banyak saudara Muslim lain yang kekurangan. Sekedar contoh, umat Islam dilarang makan berlebihan, bahkan sampai membuang makanan, sementara masih banyak saudara Muslim lain yang kekurangan makanan. Untuk itulah umat Islam diperintahkan berbagi.
Kedua kesalehan itu merupakan perintah wajib yang harus dilakukan umat Islam selama dia hidup di dunia ini. Kemampuan setiap kaum Muslimin mewujud kedua kesalehan itu merupakan tolok ukur yang sekaligus bukti ketaqwaannya kepada Allah.
Perintah Allah melaksanakan kedua kesalehan, berupa kesalehan ritual dan kesalehan sosial itu bukan hanya dilakukan bulan Ramadhan saja. Tetapi pada seluruh bulan disetiap tahun. Karenanya, guna mewujudkan nilai-nilai Ramadhan dalam kehidupan umat Islam usai Ramadhan, setelah kebahagiaan ber-Idul Fitri, setiap umat Islam harus berusaha sekuat tenaga menjadilan setiap bulan adalah Ramadhan. Dengan kata lain, untuk menjaga ketaqwaan, di hati setiap Muslim harus menganggap Ramadhan sepanjang tahun. Insya-Allah.
Mondry, Dosen Fisip UB