Penulis : Khusnul Hadi Kusuma
ASN Pemkab Tuban, Kandidat Doktor Ilmu Administrasi UNTAG Surabaya
KANAL24, “Sebagaimana Dulu Bung Karno Menyebut ‘Hai Anak Muda, Gantungkanlah Cita-Citamu Setinggi Langit, Sekiranya Kamu Jatuh Di Antara Bintang-Bintang. Hai Anak Muda Saya Punya 10 Pemuda Maka Saya Bisa Menggungcang Dunia’,”
Kemarin Presiden Jokowi memperkenalkan 7 orang milenial sebagai staf khusus, tugas utamanya adalah memberikan masukan inovasi dan gagasan terobosan terhadap program prioritas yang sudah ditetapkan oleh presiden, Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah menunjuk 13 orang sebagai staf khususnya. Dari jumlah itu, tujuh orang merupakan wajah baru dan berasal dari kalangan milenial. Jokowi memperkenalkan tujuh orang itu kepada pers di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/9/2019) sore tadi. Adapun total tujuh stafsus dari kalangan milenial adalah pendiri dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra (32), putra Papua peraih beasiswa di University of Oxford, Gracia Billy Mambrasar (31), dan CEO Creativepreneur dan anak pengusaha Chairul Tanjung, Indah Putrisari Tanjung (23). Kemudian disusul pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara (29), perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi (36), pendiri Thisable Enterprise dan politisi PKPI Angkie Yudistia (32), dan mantan Ketua PMII Aminuddin Maruf (33). Selain ketujuh milenial yang berusia 20 sampai 30-an tahun itu, Jokowi juga menunjuk dua wajah baru lainnya. Dua orang itu yakni Politisi PDI-P Arief Budimanta dan Politisi Partai Solidaritas Indonesia Dini Shani Purwono. Namun, keduanya tak ikut diperkenalkan karena dianggap tak mewakili kalangan milenial.
Bisa dilihat, latar belakang penunjukan Angkie dan kalangan milenial lainnya merupakan upaya memberikan kesempatan untuk berdedikasi kepada negara. Di satu sisi, perkara gaji sebesar Rp 54 juta yang diterima mereka bukan aspek utama di balik pengangkatan tersebut, keutamaan dari pengangkatan mereka adalah kesiapan berdedikasi bagi kemajuan bangsanya. Dalam penunjukan itu juga tidak ada orientasi pada gaji yang mereka terima. Karena itulah ini tidak terkait dengan boros tidaknya, ini terkait dengan sebuah komitmen bagi kemajuan Indonesia dengan memperhatikan pada anak-anak muda untuk berkiprah dalam panggung kekuasaan itu.
REVOLUSI Industri 4.0 sebagai perkembangan peradaban modern telah kita rasakan dampaknya pada berbagai sendi kehidupan, penetrasi teknologi yang serba disruptif, menjadikan perubahan semakin cepat, sebagai konsekuensi dari fenomena Internet of Things (IoT), big data, otomasi, robotika, komputasi awan, hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence).
Fenomena disrupsi yang mewarnai perkembangan peradaban Revolusi Industri 4.0, dengan dukungan kemajuan pesat teknologi, akan membawa kita pada kondisi transisi revolusi teknologi yang secara fundamental akan mengubah cara hidup, bekerja, dan relasi organisasi dalam berhubungan satu sama lain.
Perubahan lanskap ekonomi politik dan relasi organisasi sebagai konsekuensi Revolusi Industri 4.0 menjadikan transformasi organisasi pemerintah sebagai suatu keniscayaan dalam berbagai skala ruang lingkup, dan kompleksitasnya. Transformasi organisasi pemerintahan ini menjadi kata kunci yang harus terus diupayakan sebagai instrumen bagi aparat pemerintah agar responsif terhadap perubahan.
Transformasi organisasi pemerintah ini semakin relevan untuk dipacu percepatannya bila kita merujuk pendapat Klaus Schwab, Executive Chairman World Economic Forum, yang memberikan hipotesa saat ini miliaran orang telah terhubung dengan perangkat mobile, penemuan kecepatan pemrosesan byte demi byte data internet, yang telah meningkatkan kapasitas pengetahuan manusia melebihi sistem konvensional.
Hal ini menjadikan akses terhadap ilmu pengetahuan begitu terbuka secara nyata, tidak terbatas dan belum pernah terjadi sebelumnya. Semua ini bukan lagi mimpi, melalui terobosan teknologi baru di bidang robotika, Internet of Things, kendaraan otonom, percetakan berbasis 3-D, nanoteknologi, bioteknologi, ilmu material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum.
Seperti kita ketahui bersama, dampak dari revolusi industri keempat salah satunya adalah otomatisasi dan berkurangnya jumlah tenaga kerja manusia dalam produksi. Seperti dicatat oleh Klaus Schwab, Industri IT di Lembah Silicon tahun 2014 menghasilkan pendapatan sebesar AS$1,09 triliun hanya mempekerjakan 137,000 orang. Sementara tahun 1990an, Detroit yang menjadi pusat tiga perusahaan otomotif besar dunia mempekerjakan sepuluh kali lebih banyak untuk menghasilkan pendapatan yang sama (Scwab, 2017).
Dengan berbagai fenomena kemajuan teknologi serta dampaknya tersebut di atas, menjadi nyatalah urgensi transformasi organisasi pemerintah untuk menjawab tuntutan akuntabilitas publik dan transparansi yang semakin tinggi dewasa ini akibat perkembangan era Revolusi Industri 4.0.
Perkembangan era Revolusi Industri 4.0 yang membawa konsekuensi meningkatnya tuntutan akuntabilitas dan transparansi dari organisasi pemerintah serta responsif yang tinggi dan cepat, hal ini membawa perubahan paradigma desain organisasi.
Ukuran besarnya organisasi dengan struktur organisasi dan rentang kendali yang besar, tidaklah menjamin efektifitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi, yang lebih berperan adalah seberapa sukses transformasi organisasi dilakukan agar adaptif terhadap perubahan yang sedemikian cepat guna menjawab fenomena tomorrow is today.
Pada era Revolusi Industri 4.0 daya adaktiflah yang menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dan mencapai visi dan misi organisasi. Pada organisasi bisnis, fenomena ini dapat kita cermati dari fenomena Uber yang mengancam pemain-pemain besar pada industri transportasi di seluruh dunia atau Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata.
Dari sisi retail, disrupsi yang dilakukan Tokopedia, Buka Lapak, telah memberikan sumbangsih turunnya omset mall dan ditutupnya banyak lapak lapak kecil di pusat-pusat perbelajaan, hal ini membuktikan bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan yang besar memangsa yang kecil.
Bercermin dari survival organisasi bisnis sudah sepatutnya organisasi pemerintah peka dan melakukan instrospeksi diri, sehingga mampu mendeteksi posisinya di tengah perkembangan peradaban Revolusi Industri 4.0 guna tetap survive dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan lebih efesien dan efektif sebagai responsif terhadap meningkatnya tuntutan akuntabilitas dan transparasi publik.
Urgensi Transformasi Organisasi Pemerintahan
Dinamika perkembangan relasi organisasi bisnis dalam tetap survive di tengah derasnya arus globalisasi dan Revolusi Industri 4.0, tampaknya perlu menjadi pelajaran bagi organisasi pemerintah untuk terus bertransformasi diri kebentuk ideal agar dapat menghadapi ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada, meskipun terdapat perbedaan misi yang diemban, namun transformasi organisasi pemerintah merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam rangka mewujudkan organisasi yang berorientasi layanan publik.
Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diarahkan ke dalam perubahan dari desain lama yang kurang kondusif ke desain baru yang lebih kondusif untuk terus mengembangkan inovasi, manajemen inovasi dan mengelola risiko serta integrasi organisasi dalam membangun kolaborasi dan sinergitas.
Inovasi tingkat organisasi menjadikan pertumbuhan dan berkembangnya kreativitas yang tidak terkungkung oleh hirarki yang ketat, hal ini memerlukan adanya perubahan struktur organisasi, proses komunikasi dan koordinasi dan menghilangkan hambatan-hambatan struktural.
Struktur organisasi pemerintah yang selama ini mekanistis, hierarkis birokratis, departementalisasi yang kaku, formalisasi tinggi dan dan sentralistis perlu terus ditransformasi ke arah organisasi yang organik, yang ditandai dengan informasi yang mengalir bebas, formalisasi rendah dan tim lintas fungsi, guna menjawab ketidakpastian yang tinggi dan lingkungan strategis organisasi pemerintah yang semakin dinamis dan kompleksitas yang tinggi.
Transformasi organisasi pemerintah harus ditandai dengan pengembangan kepemimpinan transformasi dengan visioner yang terukur pada berbagai level kepemimpinan dalam organisasi pemerintah, hal ini sangat diperlukan guna memastikan setiap inovasi yang dikembangkan dapat memberikan nilai tambah kualitas pelayanan, menyelaraskan visi dan lingkungan internal yang diimbangi dengan kemampuan merespons perubahan lingkungan eksternal yang bergerak cepat dalam era Revolusi Industri 4.0 ini.
Transformasi organisasi pemerintah tersebut tidak hanya sekadar downsizing dan prosedural semata, namun lebih fundamental pada pola kerja, budaya organisasi dan nilai-nilai strategis yang dikembangkan. Transformasi organisasi pemerintah memainkan peran strategis dalam peningkatan daya saing bangsa, di dalam pendekatan institusional (kelembagaan), ‘lalu-lintas’ administrasi negara dari eksekutif ‘turun’ ke Kebijakan Administrasi, di mana transformasi organisasi dengan budaya kerja dan tata kelolanya menjadi faktor determinan yang menentukan keberhasilannya.
Pengembangan kelembagaan organisasi birokrasi melalui transformasi yang terencana dan terukur, sangat dibutuhkan dalam menjawab problem statement yang menjadi ciri kelemahan organisasi pemerintah pada umumnya, yang dipandang perlu meningkatkan responsivitas, transparansi, membangun sistem dan mekanisme yang accessible sehingga memungkinkan adanya “checks and balances”.
Transformasi organisasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, budaya kerja, proses kerja kekuatan kerja, dan struktur organisasi yang dikembangkan sehingga adaktif terhadap perubahan dan dapat meningkatkan kecepatan birokrasi dalam perizinan, melayani investasi-investasi serta meningkatkan daya saing bangsa.
Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diikuti dengan perubahan mindset dalam pengelolaan keuangan negara, pada berbagai K/L organisasi pemerintah, dengan mengedepankan pengukuran kinerja berbasis value for money, dan semakin meningkatkan azas Performance Based Bugeting yang fokus pada sasaran, outcome dan output, dengan pemanfaatan teknologi dalam membangun dashboard kepemimpinan pada berbagai level kepemimpinan, sehingga dapat mengontrol mulai dari tahapan perencanaan pelaksanaan pengawasan dan pelaporan.
Revolusi Industri 4.0 sejatinya memberikan peluang besar dalam mengefektifkan fungsi dan peran organisasi pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, perkembangan IT yang cepat dapat menjadi peluang dalam percepatan penerapan e-governance, sebagai digitalisasi data dan informasi seperti e-budgeting, e-project planning, system delivery, penatausahaan, e-controlling, e-reporting hingga e-monev serta apllikasi custom lainnya.
Pilihan strategis pemanfaatan IT dalam berbagai organisasi pemerintah sangat diperlukan dalam membangun mental self-driving, self-power, kreativitas dan inovasi, ketika mesin dibuat menjadi lebih pandai dari manusia, maka pintar saja tidak cukup. Perlu dibangun teamwork yang mengedepankan kolaborasi dan sinergi bukan kompetesi, disamping itu diperlukan adanya kesepahaman dalam pola pikir dan cara bertindak dalam menghadapi era digitalisasi teknologi di semua lini.
Spirit sharing economy dengan pemanfaatan fenomena Internet of Things (IoT), big data, otomasi, robotika, komputasi awan, hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence) perlu terus dikembangkan sebagai perubahan paradigma dari owning economy.
Perubahan pola pikir bekerja sendiri, memiliki, menguasai sebagai mindset-nya birokratik, dengan dalih mitigasi risiko atau compliance, perlu ditransformasi menuju sharing economy pada berbagai unit kerja di lingkup internal organisasi dan K/L yang berbeda, bekerjasama bukan sama-sama bekerja, efesiensi resources sangat dibutuhkan tanpa mengurangi KPI dari masing-masing K/L.
Dengan adanya sharing economy, unit kerja, K/L tidak lagi diminta untuk berkompetisi, melainkan berkolaborasi untuk saling menutupi celah kekurangan dan mengantisipasi perubahan yang berlangsung cepat. Transformasi organisasi pemerintah ditandai dengan masing-masing bagian atau biro ditantang untuk menjadi yang paling banyak bersinergi dan kolaborasi dengan bagian atau biro lainnya, demikian pula organisasi kerja satu dengan organisasi kerja lainnya, masing-masing staf mesti ditantang untuk menjadi yang paling banyak bersinergi dan berkolaborasi, bukan berkompetisi.
Secara kongkrit sharing economy dapat diwujudkan dengan membangun Sistem yang terintegrasi (Sispan Pengendalian, One big data, Situation Room bersama dll) sebagai single system yang dapat dimanfaatkan sebagai tool atau instrumen kerja, sehingga tiap-tiap unit kerja dalam internal organisasi pemerintah dan K/L yang berbeda dapat berkonstribusi dalam updating dan pemanfaatannya, sehingga pengendalian dan output serta outcome organisasi pemerintah dapat terintegrasi dengan mengedepankan sinergitas antar K/L dalam satu platform mengedepankan efesiensi dan kecepatan.
Fenomena dilakukannya pemantauan dan pelaporan satu objek program pembangunan dengan objek dan spasial yang sama oleh berbagai K/L yang berbeda-beda sangat tidak efesien dan menghabiskan sumber daya, integrasi data melalui sharing economy ini akan sangat bermanfaat untuk menekan efesiensi dan integrasi output pelaporan dan membantu pencapaian outcome.
Optimisme perlu terus digelorakan pada berbagai level kepemimpinan di pemerintahan, agar dapat memberikan sumbangsih konkret dalam akselerasi transformasi organisasi pemerintah pada organisasi kerjanya masing-masing, sebagai prasyarat perbaikan tata kelola pemerintahan guna mendukung pencapaian strategi pembangunan nasional 2019-2024 dan menjadikan transformasi organisasi pemerintah sebagai salah satu pilar menuju Indonesia World Class Government pada tahun 2025. Semoga.