Oleh: Aminullah, M.Sc.Fin Dosen FEB UB
“Berdaganglah engkau, karena sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan”. Itulah salah satu wasiat Rasulullah ﷺ yang menunjukkan bahwa Islam sangat menganjurkan perdagangan atau perniagaan sebagai salah satu jalan mencari rezeki Allah ﷻ. Tentu saja, karakter seorang pedagang Muslim adalah mencari karunia Allah ﷻ, bekerja dan berdagang untuk kehidupan dunia, tetapi tidak lalai dalam mengingat Allah ﷻ.
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْن َ فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن َ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung” (QS. Al-Jumu’ah: 9-10).
Kebanyakan aib bagi pedagang adalah hanyut tenggelam dalam materi, angka-angka, pendapatan dan keuntungan, hingga lalai dalam mengingat kebesaran dan keagungan Allah ﷻ, di mana segala sesuatunya adalah milik Allah ﷻ termasuk materi yang sedang diusahakannya melalui perdagangannya, sehingga lupa akan adanya pertanggungjawaban, perhitungan pahala dan dosa serta surga dan neraka di akhirat kelak.
Imam al-Ghazali dalam Ihya’ nya dari kitab al-Kasbu wal-Ma’isyah bab kelima, tentang kepedulian pedagang terhadap agamanya:
“Tidak sepatutnya bagi seorang pedagang disibukkan oleh mata pencahariannya dari akhiratnya, sehingga umurnya akan sia-sia dan perniagaannya akan merugi. Bahkan akan luput darinya keuntungan di akhirat dan tidak akan ditebus dengan apa yang ia peroleh di dunia karena ia menjadi orang yang menjual kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia. Tetapi orang yang waras akan menyayangi dirinya, yaitu diantaranya dengan memelihara modalnya. Modalnya adalah agamanya dan keselamatannya dalam agama.”
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai bekal pedagang untuk menuju akhiratnya, yaitu:
1. Meluruskan niat
Niat merupakan salah satu bagian terpenting dalam melakukan suatu hal termasuk dalam berdagang. Niat yang lurus dan baik, akan membawa hasil yang baik pula, begitupun sebaliknya. Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al-Khattab ra, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang ia niatkan”. Oleh karena itu, hendaknya seorang pedagang meniatkan dalam aktivitasnya untuk mencari karunia Allah ﷻ.
2. Melaksanakan perniagaan yang memiliki manfaat lebih banyak bagi umat
Sesungguhnya setiap pekerjaan di dunia ini memiliki manfaat dan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, memilih perniagaan yang memiliki manfaat lebih banyak bagi umat lebih baik daripada perniagaan yang fungsinya sebagai kepuasan dan perhiasan di dunia. Karena dengan pekerjaan atau perniagaan itulah, kita banyak menghabiskan waktu untuk mengejar kehidupan akhirat ataukah hanya untuk mengejar kehidupan di dunia semata.
3. Memperhatikan pasar akhirat
“Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah ﷻ, menegakkan shalat dan membayar zakat” (QS. An-Nur: 37). Ketika telah memasuki waktu shalat dan adzan berkumandang, hendaknya kita meninggalkan seluruh kesibukan kita untuk memenuhi panggilan-Nya. Karena menurut sebagian ulama, tidak menghadiri sholat jamaah akan berdosa, dan jika ketinggalan mendapatkan keutamaan takbir pertama bersama imam di awal waktu, tidak akan tergantikan oleh dunia dan isinya.
Baca juga:
Konsumerisme di Bulan Penuh Berkah?
4. Senantiasa melakukan dzikrullah
Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Tempat yang paling dicintai Allah ﷻ adalah masjid-masjid. Adapun tempat yang paling dibenci Allah ﷻ adalah pasar-pasar” (HR. Muslim). Karena sesungguhnya, pasar adalah tempat berkerumunnya syaitan. Oleh karena itu, orang yang berniaga untuk mencari dunia sebagai sarana untuk mendapatkan akhirat tidak akan meninggalkan keuntungan akhirat, termasuk di dalamnya senantiasa mengingat Allah ﷻ (dzikrullah) dimanapun berada. Karena dzikrullah di pasar, di tengah orang-orang yang lalai adalah lebih utama.
5. Menjauhi syubhat serta Muraqabah dan Mujahatun Nafsi
Dalam melakukan segala macam bentuk muamalah termasuk perniagaan, hendaknya menjauhi hal-hal yang bersifat syubhat (samar atau tidak jelas antara halal dan haram), karena semuanya akan dihisab di akhirat kelak. Sesungguhnya dikatakan bahwa seorang pedagang akan dipertemukan dengan orang-orang yang pernah bermuamalah dengannya di hari kiamat nanti, dan masing-masing akan dihisab sesuai dengan perbuatannya. Dengan demikian, kewajiban orang
yang bekerja maupun berniaga yaitu bersikap adil, ihsan dan peduli terhadap agamanya. Jika ia bersikap adil, maka termasuk orang-orang yang shalih. Jika ia berlaku ihsan, maka termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah ﷻ (al-Muqarrabin). Dan jika ia peduli terhadap agamanya, maka ia termasuk orang-orang yang shiddiq (ash-Shiddiqin).
Wallahu a’lam bisshowab.