Oleh: Aminullah A.M,. M.Sc. Fin
Suasana Ramadhan yang penuh dengan ampunan dan keberkahan menjadi bulan yang sangat istimewa bagi umat Muslim. Banyak amalan-amalan yang akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah ﷻ seperti berdzikir, I’tikaf, membaca Al-Qur’an, bersedekah, sholat teraweh, dan amalan-amalan sunnah lainnya selain amalan puasa wajib.
Akan tetapi, satu fenomena yang terbilang cukup aneh juga terjadi di bulan Ramadhan. Banyak sekali orang-orang yang justru mengosongkan masjid-masjid dan memenuhi pasar maupun pusat perbelanjaan (terutama menjelang akhir bulan Ramadhan). Selain itu, kebanyakan dari mereka juga suka membeli makanan yang bermacam-macam dan berlebihan serta seakan ingin membalas dendam saat berbuka puasa, sehingga mereka memakan apa saja yang diinginkan setelah seharian berpuasa.
Di sisi lain, fakta menarik yang dilansir dari CNBC Indonesia, Pemerintah akan memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) full kepada PNS di akhir bulan Ramadhan Tahun 2021 ini. Selain itu, Pemerintah juga mewajibkan perusahaan swasta untuk memberikan THR full kepada karyawannya. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga dapat mendorong kenaikan konsumsi Rumah Tangga dengan tambahan potensi konsumsi sebesar Rp 215 Triliun.
Berdasarkan berita tersebut, alih-alih hidup menjadi lebih hemat, justru berpotensi banyak pemborosan yang dilakukan di bulan Ramadhan. Padahal, bulan Ramadhan seharusnya menjadi ajang untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan” (QS. Al-Isro’:26-27).
Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas mengatakan “Pemborosan (tabdzir) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru”. Pemborosan yang dimaksud di sini adalah membeli atau mengonsumsi sesuatu secara berlebih-lebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Namun, jika seseorang menginfakkan seluruh hartanya pada jalan yang benar, bukan termasuk dalam pemborosan (tabdzir). Sedangkan pemborosan merupakan salah satu perbuatan tercela yang mengarah kepada kemaksiatan.
Lalu, benarkah yang sering kita dengar dari berbagai ulama bahwa saat bulan Ramadhan syaitan-syaitan dibelenggu? Mengapa masih banyak kemaksiatan yang terjadi? “Ketika masuk bulan Ramadhan maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup” (HR. Bukhari 1899 dan Muslim 1079). Hadist tersebut tentu sudah tidak asing lagi kita dengarkan pada bulan Ramadhan seperti ini. Akan tetapi, faktanya masih banyak kita temui kemaksiatan-kemaksiatan yang terjadi selama bulan Ramadhan.
Menurut Ad-Dawudi dan Al-Mahlab yang dikutip dari nusadaily, hadist tersebut tidak dapat dipahami dalam pengertian yang hakiki. Namun, maksud dari hadist tersebut adalah Allah ﷻ akan menjaga kaum muslimin dari kemaksiatan dan kecenderungan bisikan setan. Sehingga, bagi mereka yang senantiasa mendekatkan dirinya serta meningkatkan kualitas maupun kuantitas ibadahnya kepada Allah ﷻ akan terjaga dari perbuatan maksiat.
Baca juga:
Menjauhi Gaya Hidup Mewah di Bulan Puasa
Pada dasarnya, setiap manusia diciptakan dengan nafsu yang mengikutinya sebagai pelengkap dalam hidupnya. Jiwa yang dekat dengan Rabb-Nya akan mampu mengendalikan nafsunya. Sebaliknya, jiwa yang lemah dan jauh dari Rabb-Nya, akan cenderung mudah dikendalikan oleh hawa nafsunya, sehingga mudah terjerumus dalam kemaksiatan. Dengan demikian, tidak ada hubungan langsung antara pembelengguan syaitan dengan keburukan maupun kejahatan yang dilakukan oleh manusia. Karena, masih ada nafsu yang ditumpangi oleh syaitan-syaitan dari golongan jin dan manusia. (QS An-Naas: 1-6)
Menurut hemat penulis, budaya konsumerisme yang dilakukan di bulan Ramadhan juga merupakan perbuatan dosa. Jika pahala dilipatgandakan di bulan ini maka begitu juga dosa akan diberikan beban yang sama beratnya. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan tujuan dan hakekat dari puasa bulan Ramadhan itu sendiri. Yaitu untuk menahan diri dari hawa nafsu dan segala perilaku buruk yang mengarah pada pemborosan untuk mencapai titik ketaqwaan kepada Allah ﷻ.
Alih-alih menyuburkan kebiasaan tahunan dengan belanja untuk keperluan dan keinginan diri sendiri yang berpotensi membuat Allah ﷻ makin murka. Semoga di Ramadhan kali ini kita dapat lebih bijak mengalokasikan pengeluaran untuk amal ibadah serta meringankan beban sudara sesama muslim yang terkena musibah dalam bentuk infak dan sedekah, sehingga dapat mengundang ridho Ilahi. Nantinya dengan keridhoan-Nya insyaa Allah dapat mengundang keberkahan yang dapat memulihkan kondisi ekonomi bangsa yang sedang dilanda cobaan dan kesempitan ini.
Wallahu a’lam bisshowab.
Penulis adalah Dosen FEB UB