Oleh: Aminullah A.M,. M.Sc, Fin Dosen FEB UB Malang
“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya” (HR. Tirmidzi).
Ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Bapak Sosiologi, Ibnu Khaldun, ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang positif dan normatif. Mempelajari ekonomi tidak semata memenuhi kebutuhan individu, tetapi turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga, ekonomi adalah bagaimana memanfaatkan modal, materi, dan tenaga untuk bisa memberikan kesejahteraan bagi banyak orang.
Sedangkan puasa berasal dari bahasa Arab, yaitu shaum atau shiyam yang berarti menahan diri. Secara istilah, puasa berarti menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dengan cara yang khusus (menahan hawa nafsu). Dengan demikian, ekonomi puasa adalah bagaimana kita mengatur ekonomi kita yang “ritmenya” disesuaikan dengan “kegiatan puasa”. Contohnya: menahan diri dari nafsu belanja, nafsu saat buka puasa, amarah, dan sifat buruk lainnya. Atau dengan kata lain, ekonomi puasa berarti melatih hati (nurani) untuk mengambil alih kendali kehidupan (ekonomi) dan bukan dikendalikan oleh hawa nafsu.
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيم۞ٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang” (QS. Yusuf: 53).
Ekonomi puasa dimaksudkan untuk mendidik nafsu. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz Rahimahullah berkata, “Dengan puasa, Allah menyempitkan aliran darah yang merupakan jalurnya setan karena setan itu menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah”. Puasa ini menyempitkan jalan tersebut sehingga setan pun terhalang untuk menggoda. Hal ini diperoleh bagi yang menjalani puasa dengan benar dan ikhlas.
Ekonomi puasa dapat mewujudkan kesejahteraan individu. Kegiatan ekonomi yang disesuaikan dengan ritme puasa yaitu menjalankan puasa secara benar dan ikhlas serta menahan hawa nafsu, dapat menjadikan kita lebih hemat sumber daya sehingga kondisi finansial turut membaik. “Makan dan minumlah kamu dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan” (QS. Al-A’raf: 31).
Selanjutnya, ketika terdapat kelebihan dana sebaiknya digunakan untuk sedekah atau berderma. Karena, dengan berderma hati menjadi bahagia dan dapat menambah keberkahan rezeki. “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi” (QS. Fatir: 29).
Selain itu, puasa adalah moment untuk banyak berdoa. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah ﷺ bersabda, “Tiga orang yang doanya tidak tertolak: pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doa orang yang terdzalimi. Allah akan mengangkatnya di bawah naungan awan pada hari kiamat, pintu-pintu langit akan dibukakan untuknya seraya berfirman: Demi keagungan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu meski setelah beberapa saat” (Hadist Hasan diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Menurut B.J Habibie, salah satu manfaat ekonomi puasa (baik puasa Ramadhan maupun di luar Ramadhan) bagi perekonomian adalah dapat mengurangi impor. Beliau pernah disodori hitungan tentang apabila 200 juta lebih penduduk Indonesia secara sadar dan benar melakukan puasa senin dankamis saja sebagaimana yang rutin beliau lakukan, maka dalam sepekan bisa dihemat 100 ton beras. Yang artinya, Indonesia masih bisa menjaga suplai dan mencegah dari kebijakan beras impor.
Dengan demikian, jika setengah saja dari mayoritas Muslim di Indonesia menjalankan ekonomi puasa dengan benar, maka kesejahteraan tiap individu dapat dicapai sehingga secara agregat berdampak positif terhadap perekonomian bangsa. Pada akhirnya, masalah-masalah yang sering dihadapi baik individu maupun Negara, seperti hutang, impor yang berlebihan, resesi, dan lain-lain dapat diatasi dengan ekonomi puasa. Semoga. Wallahu a’lam bisshowab.(*)