Oleh: Aminullah A. M., M.Sc Fin Dosen FEB UB
وَمَن يُهَاجِرْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدْ فِى ٱلْأَرْضِ مُرَٰغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَن يَخْرُجْ مِنۢ بَيْتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدْرِكْهُ ٱلْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ۞
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nisa’: 100).
Hijrah berdasarkan sejarah dapat dimaknai sebagai berpindah tempat, sebagaimana Rasulullah ﷺ berhijrah dari Mekah menuju Madinah. Sedangkan hijrah secara maknawiyah dapat diartikan sebagai meninggalkan atau menjauhkan dari. Seseorang yang dikatakan hijrah berarti telah memenuhi 2 syarat, yaitu sesuatu yang ditinggalkan dan sesuatu yang dituju. Yaitu meninggalkan segala sesuatu yang negatif, perbuatan maksiat, kondisi yang tidak kondusif dan tidak sesuai dengan syariat menuju keadaan yang lebih baik, positif, kondisi yang kondusif dan hidup sesuai dengan syariat Islam.
Sebagaimana puasa bukan hanya momentum untuk menahan lapar dan haus di siang hari, akan tetapi menahan segala bentuk nafsu termasuk syahwat yang menghendaki keburukan dalam diri. Begitu pun hijrah bukan hanya momentum untuk berpindah tempat dari keadaan yang tidak kondusif ke tempat yang kondusif. Akan tetapi, menghijrahkan hati menuju keridhoan Illahi, menghijrahkan akal dan pikiran menuju kecemerlangan, menghijrahkan tindakan menuju kebaikan dan menghijrahkan diri menuju kebermanfaatan.
Hijrah dapat bernilai ibadah jika dilakukan dengan niat yang tulus mengharap ridho Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ, begitupun sebaliknya. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, “Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari).
Seluruh aspek kehidupan manusia di dunia, baik yang berhubungan dengan ibadah ritual maupun ibadah muamalah (berekonomi sesuai syariah) telah di atur oleh Allah ﷻ di dalam Al-Qur’an. Hal ini sebagai wujud kesempurnaan Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘alamin yang memiliki orientasi untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia serta menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya.
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”(QS. Al-Maidah: 3)
Perjalanan berproses menuju hijrah mungkin tidak akan berjalan dengan cukup mudah, akan selalu ada tantangan yang menyertainya. Akan tetapi, orang yang berhijrah karena Allah ﷻ akan mendapatkan derajat yang tinggi di sisi-Nya. “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. At-Taubah: 20).
Setiap aktivitas muamalah yang dilakukan sehari-hari tentu harus didasarkan pada beberapa tujuan syariah (maqashid syariah). Saat ini, konsumsi akan produk “halal” tidak hanya menjadi kewajiban bagi setiap Muslim, melainkan kebutuhan bahkan menjadi bagian dari life style. Kepedulian akan produk halal dan menghindari yang haram terbukti dengan berkembangnya industri-industri halal, seperti halal food, halal tourism, fashion syar’i, dan industri halal lainnya. Hal ini membuktikan bahwa ekonomi syariah tidak hanya berkaitan dengan lembaga keuangan syariah saja, tetapi seluruh sektor riil maupun bidang produksi barang juga tercakup di dalamnya.
Sesungguhnya, hijrah diperlukan dalam segala aspek kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Sebagai individu biasa, kita pun dapat memulai berhijrah dari hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani, seperti berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi setiap hari, dan berusaha untuk menerapkan syariat-syariat Islam dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, di mulai dari bulan suci Ramadhan yang mulia ini, semoga kita senantiasa mampu menghijrahkan diri menuju ridho Illahi.
Wallahu a’lam bisshowab.