Oleh Greg Teguh Santoso*)
Kemarin, Roy Dalio datang ke Indonesia dan dianugerahi bintang kehormatan oleh Presiden Prabowo, menarik kita telisik karya terbaru beliau yang sesungguhnya amat relevan dikaitkan dengan kondisi perekonomian nasioanl, khususnya terkait utang. Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates dan salah satu investor paling berpengaruh di dunia, kembali dengan karya terbarunya bertajuk How Countries Go Broke: The Big Cycle yang baru dirilis 3 Juni 2025 lalu. Dalio memulai buku ini dengan pertanyaan mendasar: Apakah negara besar seperti Amerika Serikat bisa bangkrut? Menurutnya, jawabannya adalah ya, dan prosesnya dapat dipahami melalui konsep “Big Debt Cycle” yang telah ia pelajari dari 35 krisis utang dalam 100 tahun terakhir.
Dalam buku ini, Dalio mengupas tuntas siklus utang besar (big debt cycle) dan bagaimana negara-negara bisa mengalami kebangkrutan akibat akumulasi utang yang tidak terkendali. Kita tidak mengetahui pasti apakah Dalio membahas perihal utang luar negeri Indonesia bersama Presiden Prabowo atau tidak. Kita juga tidak tahu apakah Dalio sempat mengkritisi ‘penurunan level’ dari Kementrian BUMN menjadi level kelembagaan/badan.
Satu hal yang pasti Dalio mengidentifikasi sembilan tahap dalam siklus utang besar, dimulai dari akumulasi utang yang berlebihan hingga restrukturisasi utang dan devaluasi mata uang. Ia menekankan bahwa krisis utang sering kali diikuti oleh ketidakstabilan politik dan sosial. Sebagai contoh, ia membandingkan kondisi saat ini dengan 1930-an, di mana krisis ekonomi memicu munculnya rezim otoriter seperti Hitler dan Mussolini. Dunia memang tengah ‘dimabuk’ utang! Data terbaru menyebutkan bahwa utang global sudah menembus 337,7 triliun USD, wow.
Ia juga menekankan bahwa ketimpangan kekayaan dan polarisasi politik dapat memperparah dampak krisis ekonomi. Dalam konteks Indonesia, utang Negara kita terdiri dari utang domestik dan luar negeri, dimana utang luar negeri pemerintah mencapai USD 204,7 miliar pada Februari 2025. Bank Indonesia berencana membeli obligasi pemerintah senilai Rp150 triliun (sekitar USD 9,3 miliar) pada tahun 2025 untuk mengelola obligasi jatuh tempo akibat pandemi COVID-19 lalu (CEID Data, 2024).
Berdasarkan data tersebut dan merujuk pada teori yang dibangun Dalio dalam buku barunya sebagaimana disebutkan di atas, maka Indonesia tampaknya berada pada tahap pertengahan hingga akhir siklus utang. Meskipun tingkat utang meningkat, angkanya masih dalam batas yang dapat dikelola. Namun, meningkatnya ketergantungan pada utang untuk membiayai program pemerintah, seperti usulan program makan gratis sekolah senilai $28 miliar yang penuh kontroversi, berpotensi akan menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan di masa mendatang.
Dengan utang pemerintah yang terus meningkat, penting bagi Indonesia untuk memahami siklus utang besar dan mengambil langkah-langkah preventif untuk menjaga stabilitas ekonomi. How Countries Go Broke adalah peringatan keras tentang bahaya utang yang tidak terkendali dan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi dan politik. Namun, Dalio juga menawarkan harapan bahwa dengan pemahaman yang tepat dan tindakan yang bijaksana, negara-negara dapat menghindari nasib buruk yang sama dengan krisis sebelumnya.
Tak bisa dipungkiri, meningkatnya tingkat utang Indonesia memerlukan pemantauan yang cermat dan langkah-langkah kebijakan yang proaktif berbasis tata-kelola risiko yang jenial. Dengan menerapkan kerangka kerja “Siklus Utang Besar” Ray Dalio, para pembuat kebijakan dapat lebih memahami potensi risiko dan menerapkan strategi untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sekaligus menyeimbangkan tujuan pembangunan yang ambisius dengan pengelolaan fiskal yang bijaksana sangat penting untuk menjaga masa depan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan warganya.
Pada titik inilah, kebesaran hati untuk lebih realistis dan membumi sesuai kondisi riil Negara ini adalah harga yang harus dibayar oleh para petinggi negeri sekaligus mengurangi ‘keserakahan’ untuk mematok berbagai program serta kebijakan pembangunan nasional yang terlalu ambisius tanpa dilandasi kekokohan fiskal yang sesuai konteks kini dan masa mendatang. Manajemen risiko tata-kelola yang mumpuni sekaligus menghambat korupsi sistematik haruslah menjadi ujung tombak tanpa reserve.
“A sure sign of moving toward a debt crisis is when there is a large and rising amount of borrowing that is being used to pay for the debt service.” (Roy Dalio)
*)Penulis adalah doktor di bidang Organizational Communication and Knowledge Management, pemikir bebas lepas bagi Ibu Pertiwi