Kanal24, Malang – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan menjadi Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) pada Desember 2024 menuai beragam reaksi. Revisi tersebut dianggap penting untuk memperkuat posisi Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum, tetapi di sisi lain menimbulkan kekhawatiran terkait potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Salah satu poin kontroversial dalam revisi ini adalah perluasan kewenangan Kejaksaan Agung dari hulu ke hilir. Dengan wewenang yang mencakup proses penyelidikan, penuntutan, hingga eksekusi, Kejaksaan Agung dinilai memiliki kendali yang sangat besar dalam sistem peradilan pidana.
Menanggapi polemik tersebut, Dekan FISIP UB, Prof. Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., D.COMM, dikutip pada Senin (03/02/2025) dalam program Let’s Talk di kanal Youtube UBTV Brawijaya menyampaikan pandangannya tentang peran komunikasi media sebagai jembatan informasi dan menampung opini publik terhadap sebuah regulasi.
“Jika kita berbicara pada sebuah regulasi yang tiba-tiba kemudian disahkan, lantas kepentingan publik ada di mana?” ujarnya.
Menurutnya, penting bagi publik untuk mengetahui apakah regulasi yang disahkan akan menjamin hak asasi manusia dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, media memiliki peran penting sebagai perpanjangan suara masyarakat.
“Media memiliki peran penting dalam membangun opini publik yang positif. Media harus menyampaikan informasi yang valid dan berimbang, serta tidak hanya fokus pada satu sisi saja,” lanjutnya.
Prof. Anang juga menyoroti potensi konflik antar lembaga penegak hukum, seperti kejaksaan, kepolisian, dan DPR RI. Menurutnya, perlu adanya sinkronisasi dan harmonisasi antar lembaga agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
“Revisi itu penting untuk menyempurnakan, bukan justru menimbulkan potensi masalah baru,” tegasnya.
Lebih lanjut, Prof. Anang menyoroti peran serta masyarakat dalam proses revisi undang-undang. Menurutnya, aspirasi publik harus didengarkan dan diakomodasi dalam penyusunan regulasi.
“Masyarakat harus proaktif menyampaikan aspirasi dan masukan terkait revisi undang-undang. Media juga harus berperan aktif dalam menyuarakan aspirasi masyarakat,” katanya.
Prof. Anang juga menyoroti pentingnya edukasi publik terkait isu-isu hukum. Menurutnya, masyarakat perlu memahami implikasi dari setiap perubahan regulasi agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Media harus mampu menyajikan informasi yang mudah dipahami dan menarik bagi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembuatan kebijakan,” pungkasnya. (nid)