Oleh : Akhmad Muwafik Saleh*
Salah satu amalan yang sangat dianjurkan di dalam bulan Ramadan adalah menghidupkan malamnya dengan qiyamu Ramadan, dalam hal ini salat tarawih. Salat tarawih merupakan salat sunat yang khusus dilakukan pada bulan Ramadhan dimaksudkan sebagai ibadah malam (qiyamul Lail) di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Oleh karena itu sebagian menyebutnya “al-Qiyam” yang artinya menunaikan ibadah di malam hari.
Riwayat yang shahih dari Rasulullah menyebutkan bahwa beliau melakukan salat tarawih beberapa malam, ketika beliau mengetahui jumlah sahabat yang mengikuti salat tarawih semakin bertambah, maka pada malam berikutnya beliau tidak keluar untuk salat tarawih, beliau memberitahukan kepada para sahabat bahwa penundaan salat tarawih itu semata-mata karena kasihan terhadap umatnya, dan khawatir jangan-jangan qiyamul Lail (salat tarawih) diwajibkan kepada umat beliau, lalu kebanyakan dari mereka tidak mampu untuk menunaikannya, yang berarti mereka melanggar perintah Rasulullah
Adapun salat tarawih itu dinisbatkan kepada sahabat Umar Bin Khattab karena beliau lah yang mengumpulkan orang-orang bersama sahabat Ubay bin ka’ab agar beliau salat tarawih sebagai Imam mereka . Imam Bukhari telah meriwayatkan dari sahabat Abdurrahman Bin Abdul Qori berkata :
وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
Dan dari [Ibnu Syihab] dari [‘Urwah bin Az Zubair] dari [‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qariy] bahwa dia berkata; “Aku keluar bersama [‘Umar bin Al Khaththob radliallahu ‘anhu] pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma’mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka ‘Umar berkata: “Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik”. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka’ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama’ah dengan dipimpin seorang imam, lalu ‘Umar berkata: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR. Bukhari)
Di samping itu diriwayatkan juga bahwa beberapa orang sahabat melakukan salat tarawih sebanyak 10 rakaat dan salat Witir sebanyak 3 rakaat pada riwayat yang lain beliau salat 8 rakaat dengan bacaan yang bagus dan panjang (lama). Ke semua itu bersumber dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam maka barangsiapa memilih salah satu macam dari ketentuan di atas, tidak perlu dibantah atau dikritik. lebih-lebih orang salat tarawih sebanyak 20 rakaat dan salat Witir dengan tiga rakaat. Tidak diragukan lagi bahwa salat 20 rakaat itu adalah jumlah yang paling lengkap dan paling sempurna, apalagi telah disebutkan bahwa alasan Rasulullah secara kontinu selalu melaksanakan salat tarawih dengan jumlah tertentu dari rakaat tersebut semata-mata beliau lakukan karena kasihan kepada umatnya.
Namun hal yang harus diperhatikan oleh orang yang melaksanakan salat Tarawih 20 rakaat, dia harus salat dengan tuma’ninah dan khusyuk, bacaannya pun harus benar dan jelas, bukan seperti orang yang sedang melaksanakan salat ibarat mengikuti sirkuit mobil, yaitu dengan bacaan yang cepat, tidak tartil bahkan tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya, maka tentu hal itu tidak dibenarkan dalam agama ini. Karena yang terpenting di dalam salat tarawih adalah menyempurnakan rukuk dan sujudnya secara tuma’ninah dan menyempurnakan bacaan serta khusyuk di waktu melaksanakannya, baik itu yang 20 rakaat, 10 rakaat, atau 8 rakaat.
Shalat teraweh ala sirkuit, adalah bentuk tipu daya syaithan kepada manusia untuk menghilangkan pahala shalat malamnya (qiyamu ramadhan). Sehingga mereka tidak mendapatkan apa-apa dari salatnya kecuali rasa capek dan lelah. Tidakkah salat tarawih itu adalah berasal dari kata Ar Rohah yang artinya istirahat ?. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Mandzur dalam kitab kamus lisanul Arab berkata kata tarawih adalah jamak dari kata tarwihah yang artinya sekali beristirahat sebagaimana kata taslima dari kata As Salam. Dan tarawih pada bulan Ramadan disebut demikian, karena mereka yang melakukannya beristirahat setiap habis melaksanakan 4 rakaat. kemudian dia (Ibnu mandzur) berkata lagi lafadz Ar Rohah yang berarti istirahat adalah lawan dari kata lafad At Ta’ab yang artinya letih atau payah. Jika salat tarawih ala sirkuit, Tidakkah hal itu menambah rasa capek dan lelah, yang tentu bertentangan dengan asal kata Tarawih itu sendiri ?.
Mari kita hidupkan malam-malam Ramadan dengan ibadah kepada Allah secara khusyuk tuma’ninah penuh berharap Ridho dan ampunan Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena barang siapa yang melaksanakan demikian maka hal itu menjadi Jalan pengampun dosa baginya sebagaimana sabda Nabi :
عن أبي هريرة : أن رسول الله ﷺ قال: مَن قام رمضان إيمانًا واحتسابًا غُفر له ما تقدَّم من ذنبه. متَّفق عليه.
Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda barangsiapa yang berdiri (menunaikan salat malam) di bulan Ramadan dengan penuh iman dan penuh harap (pahala) maka diampuni dosanya yang telah berlalu (muttafaq alaih).
Semoga Allah mengampuni dosa kita dan menerima segala amal-amal kita di bulan Ramadhan ini. Aamiin ya robbal alamin..(ams)
*) Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UB, Pengasuh Ponpes Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang