KANAL24, Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menduga, sepanjang 2019 ada 41 saham yang terindikasi sebagai saham gorengan dengan nilai rata-rata nilai transaksi harian ( RNTH ) sebesar 8,3 persen dari RNTH 2019 sebesar Rp9,1 triliun.
“Kontribusi saham gorengan terhadap volume (transaksi) memang besar, karena saham recehan. Tetapi, secara value cuma 8,3 persen dari total RNTH kumulatif di 2019. Ada 41 saham yang diduga terindikasi,” kata Direktur BEI, Laksono W Widodo di Gedung BEI Jakarta, Jumat (9/1/2020).
Setidaknya, jelas Laksono, maraknya kabar tentang saham gorengan menjadi sentimen negatif, namun hal tersebut tidak mempengaruhi minat investor asing yang umumnya berminat pada saham di Indeks LQ45 atau IDX30. “Saham-saham yang disebut sebagai saham gorengan, berbeda dengan minat investor asing,” ucapnya.
Dia menyebutkan, katalis yang mempengaruhi investor asing lebih besar kepada sentimen global terkait isu global saat ini di Timur Tengah, terkait perselisihan Iran versus AS. “Sentimen yang mempengaruhi investor asing juga terkait kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi politik. Tetapi, politik Indonesia stabil,” ujar Laksono.
Lebih lanjut Laksono menjelaskan, cara BEI mengidentifikasi saham gorengan dengan melakukan pengamatan terkait kewajaran pergerakan harga saham terhadap fundamental perusahaan. “Mengidentifikasinya gampang, kami lihat kewajaran kenaikan harganya terhadap fundamentalnya,” kata Laksono.
Namun demikian, jelas Laksono, ketentuan yang ada tidak memperkenankan BEI untuk mempublikasikan saham yang masuk kategori saham gorengan, terlebih lagi indikasi saham gorengan tersebut bersifat dugaan. “Tetapi, 50 persen dari 41 saham itu sepertinya sudah diketahui masyarakat,” imbuhnya.
Seperti ramai diberitakan, isu saham gorengan mengemuka setelah kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya terhadap nasabahnya, yang disebut dikarenakan perusahaan asuransi pelat merah itu berinvestasi di saham-saham tak sehat itu. (sdk)