C. Menang- Kalah dalam Swayambara
Kisah-kisah terpapar diatas hanya beberapa dari banyak kisah dalam susastra ltekstual masa lalu perihal swayambara. Tergambar bahwasanya swayambara dilselengkarakan oleh ayah atau bisa juga oleh kakak — yang menjadi penguasa di suatu kerajaan untuk anak atau adik wanitanya. Adapun peserta swayambara adalah para kastria atau pangeran muda, yang kedertaannya untuk mendapatkan calon istri– kecuali Bhisma yang turut swayembara untuk saudara tirinya. Kisah unik didapati dalam kitab Mahabharata, dimana Dropadi yang didapat sebagai buah kemenangan di dalam suatu swatambara tidak dijadikan istri oleh seseorang yang menjadi pemenang suatu swayambara, melainkan dijadikan istri bersama kelima anggota keluarga Pandawa (Pendowo Limo).
Terdapat beragam media uji dalam swayambara. Selain perang tanding, uji kepiawian berperang atau bahkan kesaktian seperti pada swayamhara untuk Amba-Ambika-Ambalika, ada pula media uji berupa merentang busur panah (gandewa) sakti seperti pada swayambara untuk Sita, uji ketepatan mengenai sasaran dalan menanah seperti pada swayambara untuk Dropadi, atau cukup dengan sang putri kalungkan manikam ke leher pria pilihannya seperti pada seayambara untuk Indumati. Pada contoh kasus swayambara untuk Dewi Sita, Dropadi maupun untuk tiga bersaudari Amba-Ambika-Ambalika, uji dalam swayambara itu lebih menyerupa lomba, yakni adu kesaktian, ketangkasan, kepiawian atau kehadalan. Adapun dalam swayambara untuk Indumati, terlihat hak prerogatif sang putri untuk tentukan sendiri salah seorang peserta sebagai proa terpilih untuk dijadikan suami. Meskipun swayambara untuk Dropadi menggunakan uji tepat sasaran dalam memanah, namun Karna yang tampil sebagai pemenang ternyats tidak secara otomatis menjadi pria terpilih sebagai calon suami, sebab ia hanya anak seorang sais. Alih-alih Dropadi menjatuhkan pilihannys kepada Arjuna, yang baru tampil setelah Karna sebagai seorang pemanah handal yang anak panahnya tepat mengenai sasaran.
Dalam suatu swayambara, terkadang pihak yang kalah tidak “legowo” menerima kekalahannya. Kakawin Sumanasantaka mengkisahkan bahwa raja-raja yang ditolak oleh Indumati di dalam swayambhawara akan menculik mereka berdua (Aja – Indumati). Satu persatu menyerang Aja, namun seluruhnya dapat dilumpuhkan. Tidak mudah untuk menerima kekalahan. Padahal, menang – kalah merupakan konsekuensi logis dalam swayambhara. Sebagaimana arti istilah dari “swayambhara”, yakni memilih sendiri, sang putri (misal Indumati) memiliki hak prerogatif untuk tentukan sendiri pulihannya. Indumati jatuhkan pilihan pada Aja, namun ara pederta lain tak bisa menerima ketdakterpilihannya itu. Demikianlah, swayambhara yang memuat rivalitas terkadang membawa ekses, yaitu tidak legowonya pihak yang kalah.
Oleh : M. Dwi Cahyono
Sangkaling, 24 Mei 2019
Griya Ajar CITRALEKHA
“Opini ini adalah pendapat dan tanggungjawab penulis tidak termasuk pemikiran redaksi kanal24.co.id”