Dunia pertanian saat ini memang sedang dilanda berbagai masalah, salah satunya ialah dalam regenerasi para pelakunya.
Susahnya mencari “aktor” baru dalam dunia pertanian memang disebabkan oleh beberapa faktor salah satu diantaranya ialah buruknya image atau pandangan orang terhadap dunia pertanian yang dianggap kurang bergengsi dan menguntungkan. Hal tersebut dinilai wajar karena pada era saat ini dimana sejak adanya revolusi industri 4.0 semua hal menjadi sangat modern dan canggih, sehingga stigma atau pandangan masyarakat bahwa pekerjaan yang berprospek tinggi telah bergeser ke arah industri dan teknologi.
Terlepas dari semua hal tersebut masih terdapat beberapa pemuda yang masih meyakini bahwa dunia pertanian merupakan pekerjaan yang memiliki prospek kerja yang sangat tinggi apabila benar dalam mengelolahnya salah satunya ialah Gani Ariesta, owner sekaligus founder dari Ifresh Hidroponik Farm yaitu pertanian hidroponik yang ia dirikan pada tahun 2018 lalu yang berdomisili di Desa Karangrejo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Gani Ariesta sendiri saat ini mengenyam pendidikan di Fakultas Pertanian tepatnya di Universitas Brawijaya.
Kecintaannya terhadap bisinis hidroponik ini berawal dari ketidak sengajaan gani melihat beberapa iklan hidroponik yang berada di sosial media Instagram. Bersama temannya ia akhirnya memutuskan untuk membuat instalasi hidroponik sekala kecil dengan jumlah 210 titik tanam dengan modal 5 juta rupiah. Hanya bermodalkan nekat dan ilmu seadanya gani akhirnya memulai usaha di bidang pertanian hidroponik.
Saat ini gani sudah memiliki 16 instalasi hidroponik atau setidaknya sama dengan 3000 titik tanam. jenis instalasi yang digunakan merupakan jenis instalasi NFT (Nutrient Film Technique) yang merupakan salah satu sistem hidroponik yang menggunakan sistem sirkulasi nutrisi, di dalam perkebunan hidroponiknya sendiri gani hanya mengembangkan satu jenis tanaman saja yaitu selada impor (Batavia Lettuce rz), Dimana menurut gani selada impor memiliki nilai jual yang cukup tinggi di daerahnya, selain itu kelebihan yang dimiliki oleh selada impor dibandingkan selada lokal ialah dari berat pertanamannya. Dimana selada impor dapat tumbuh dengan berat 250 – 450 gram pertanamannya.
Kebun ifresh sendiri dapat mengahasilkan 30 kg selada setiap minggunya, dimana prodak-prodaknya biasanya dibeli oleh beberapa restoran yang berada dipasuruan.
Tak jarang juga terdapat beberapa pesanan yang berasal dari luar kota seperti surabaya dan Sidoarjo. Dengan kegigihan serta kerja kerasnya yang ia rintis dua tahun lalu hingga saat ini. gani bersama kebun ifresh sekarang sendiri sudah dapat merup omzet setidaknya 20 juta perbulannya.
Meskipun saat ini sukses dalam menjalankan bisnis hidroponiknya, Gani sendiri tidak serta merta meraih kesuksesan tersebut dengan mudah. Banyak juga rintangan yang ia hadapi dalam merintis usahanya, salah satunya ialah dalam mendapatkan izin usaha dari orang tuanya.
Tidak hanya hal tersebut di awal berdirinya ifresh gani sendiri tidak tahu bagaimana cara memasarkan prodaknya, sehingga banyak prodaknya yang akhirnya ia buang serta merugi. Tetapi meskipun terdapat banyak rintangan yang ia hadapi Gani sendiri tidak berputus asa dan terus belajar dari kesalahnnya yang lalu sampai sukses seperti saat ini.
Penulis : Rayhan Putra Handita Mahasiswa Sosek FP UB