Salah satu dosa besar dalam islam itu adalah mencuri sebab hal ini adalah tindakan mengambil hak milik orang lain secara dhalim. Di dalam banyak ajaran Islam yang menegaskan tentang larangan mencuri ini. melalui beratnya hukuman atas pelakunya. Sebagaimana dalam Firman Allah swt :
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقۡطَعُوٓاْ أَيۡدِيَهُمَا جَزَآءَۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلٗا مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٞ
Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS Al-Ma’idah : 38)
Demikian pula Rasulullah saw melarang perbuatan mencuri ini dalam Haditsnya :
عَنْ عَائِشَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَتَشْفَعُ فِى حَدٍّ مِنْ حُدُوْدِ اللهِ، ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ فَقَالَ: اَيُّهَا النَّاسُ، اِنَّمَا اَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ اَنَّهُمْ كَانُوْا اِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الشَّرِيْفُ تَرَكُوْهُ، وَ اِذَا سَرَقَ فِيْهُمُ الضَّعِيْفُ اَقَامُوْا عَلَيْهِ اْلحَدَّ. متفق عليه و اللفظ لمسلم
Dari ‘Aisyah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda (kepada Usamah bin Zaid), “Apakah kamu akan membela orang yang melanggar hukum dari hukum-hukum Allah ?”. Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, lalu bersabda, “Hai manusia, sesungguhnya orang-orang yang sebelum kalian telah binasa karena mereka itu apabila orang terhormat di kalangan mereka yang mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi jika – orang lemah diantara mereka yang mencuri, mereka menghukumnya”. (HR. Muttafaq ‘alaih, dan ini adalah lafadh Muslim).
Jika mencuri itu dilarang oleh agama, maka mendukung dan mengamini tindakan pencurian adalah memiliki derajat yang sama dengan tindakan itu. Mencuri berarti mengambil hak orang lain dengan dhalim, tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hak orang lain bisa berupa barang ataupun non benda. Apakah “suara pemilih dalam pemilu” termasuk di dalamnya ?. Wallahu a’lam.
Seseorang mungkin memang tidak melakukan tindakan mencuri secara langsung, namun mendukungnya atau mendiamkannya atau bahkan menganggap pencurian itu hal lumrah, biasa dan kemudian menganggap seakan tidak pernah melakukan pencurian sama sekali maka semua tindakan itu sama halnya dengan mengamini atas tindakan pencurian itu yang derajat perilakunya sama dengan melakukan kemaksiatan yang sama. Sebagaimana Firman Allah swt :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ (77) لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (78) كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (79)
“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah: 77-79)
Menjadi semakin aneh manakala seorang pencuri, pelaku curang mendapatkan kedudukan yang terhormat dalam masyarakat karena si pemilik hak tidak mampu membuktikan tuduhan pencurian barang miliknya karena si pencuri telah berhasil membalikkan fakta bahwa dirinya seakan tidak melakukan pencurian, sekalipun banyak mata yang menyaksikan bahwa orang tersebut telah mencuri.
Akan menjadi sangat aneh dikala ada seorang yang mencuri suatu barang dan disaksikan oleh orang banyak dalam beragam bukti pencurian namun semua orang malah meminta agar si pemilik rumah melakukan rekonsiliasi dengan pencuri dan mengucapkan selamat atas keberhasilannya mencuri. Anehnya si pemilik rumah rela melakukannya. Bukan hal yang tidak mungkin hal ini terjadi dalam realitas akhir zaman yang serba edan dan terbalik ini.
Zaman edan dicirikan dengan terbaliknya berbagai realitas, yaitu yang baik akan dianggap jelek dan yang jelek akan dianggap baik. Seseorang yang mendukung kebaikan akan dianggap melakukan kesalahan besar sementara apabila tidak mendukung keburukan akan dianggap sebuah keanehan, dan para pendukung keburukan dianggap sebagai kelompok yang terbaik. Sehingga mau tidak semua orang dipaksa untuk tunduk dan mendukung keburukan dan kemungkaran agar dianggap sebagai pelaku kebaikan dan akan disematkan padanya dengan label yang baik, misal toleran, demokratis, negarawan, bangsawan dsb.
Benarlah apa yang dikatakan dalam ramalan atau Jongko Joyoboyo, pujangga Jawa yang banyak dikenal dan disitir orang, berbunyi, ” jamane jaman edan, sing ora edan ora bakal keduman. Nanging sak bejo-bejone wong edan, isih luwih bejo wong kang eling lan waspodo.” Artinya : ” akan datang saatnya jaman edan. Orang yang tidak ikut edan-edanan tidak akan mendapatkan bagian. Namun sebesar apapun untungnya orang edan, masih lebih untung orang yang sadar dan waspada”.
Demikianlah realitas akhir zaman ini, seorang yang melakukan kecurangan atau seorang pencuri akan dianggap melakukan kebaikan jika dia mampu meyakinkan bahwa tindakan yang dilakukannya itu hal yang lumrah hingga layak untuk didukung dan diamini. Sementara pemilik rumah yang berhak atas hartanya dianggap sebagai pihak yang bersalah sehingga wajib dan perlu memberikan penghormatan, penghargaan dan apresiasi atas si pencuri. Dan semua orang juga harus mengakui dan membenarkan logika yang demikian, sebab jika tidak, maka dirinya akan dianggap tidak toleran, tidak legowo atas hak dirinya yang telah diambil oleh orang lain itu. Aneh bukan ?. Semua itu dilakukannya karena takut tidak dianggap menjadi bagian dari “kebaikan” mereka. Inilah yang disebut wedhi ora kumanan.
Karena beragam keanehan akhir zaman inilah maka hanya sikap atau tindakan eling lan waspodo, ingat dan waspada dengan cara tidak ikut-ikutan edan (gila), tidak terlibat dalam kegilaan zaman yang akan selamat dari keburukan akhir zaman ini. Setiap orang apabila ingin selamat dari realitas demikian maka beranilah untuk tidak mengambil bagian dari hiruk pikuk keburukan akhir zaman tersebut dengan terus mengingat (eling) Allah swt, mengingat dan menjalankan aturannya sekalipun dianggap aneh karena berbeda (asing) dengan realitas kebanyakan (ghuraba’) dan kemudian tetaplah waspada dengan berhati-hati untuk tidak terlibat dalam hingar bingarnya keburukan itu, diamlah dan banyak berdzikir. In syaa Allah dengan demikian kita akan diselamatkan.
Jadilah orang yang asing dalam hiruk pikuk akhir zaman ini, yang tetap iatiqomah dengan nilai-nilai kebaikan agama, pergunakanlah standart agama dalam menilai dan menjalani realitas. Biarlah asing di mata manusia asal tidak asing dihadapan Allah swt. Biarlah tidak mendapat bahagian dari keburukan zaman ini asal tetap mendapatkan bahagian dari kebaikan agama ini. Biarlah kalah asal tak salah di hadapan Allah swt. Demikian yang disampaikan oleh nabi :
بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْباً، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْباً، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam diawali dengan keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana awalnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.”
Dan diriwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ
“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki (diri dan umat) di tengah-tengah rusaknya manusia.”
Semoga kita diselamatkan dari fitnah akhir zaman ini dan semoga Allah swt selalu membimbing diri kita di jalanNya yang lurus dan kelak mendapat ridhoNya. Aamiiin…
KH. Akhmad Muwafik Saleh Dosen Fisip UB Malang dan Penulis Produktif