Virus COVID-19 adalah virus baru yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan beberapa jenis virus flu biasa (WHO, 2020). Coronavirus 2019 adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (Sars-CoV-2). Penyakit ini pertama kali ditemukan pada Desember 2019 di Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei China, dan sejak itu menyebar secara global di seluruh dunia, mengakibatkan pandemi coronavirus 2019-2020. Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas.
Apa upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyebarannya? Melihat pesatnya penyebaran COVID-19 dan bahaya yang akan muncul jika tidak segera ditangani, salah satu cara yang sangat mungkin untuk mencegah penyebaran virus ini adalah dengan mengembangkan vaksin. Hingga Februari 2021, Kandidat vaksin yang telah menyelesaikan uji klinis fase 3 adalah Vaksin BioNTech/Pfizer, Moderna, Sinovac, Sinopharm, dan Gamaleya. Vaksin yang diproduksi oleh BioNTech/ Pfizer dan vaksin Sinovac sudah mulai digunakan secara luas sebagai vaksin COVID-19 (Ophinni, 2020).
VAKSIN SINOVAC
Siapa yang tak kenal dengan vaksin sinovac? Vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh China dengan Sinovac dan Sinopharm dengan memanfaatkan CoronaCav yaitu vaksin yang tidak aktif. Perusahaan BUMN Indonesia, PT Bio Farma, juga sedang terlibat dalam proses penelitian dan pengembangan vaksin bersama SinoVac untuk menjalankan studi fase 2 dan 3 di Indonesia. Menurut Yvette tan, 2021 menyebutkan bahwa salah satu keunggulan utama dari vaksin Sinovac yaitu dapat disimpan di lemari es standar dengan suhu 2-8 derajat Celcius sehingga lebih menguntungkan bagi negara-negara berkembang karena dapat menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar pada suhu tersebut. Lantas, bagaimana keefektivitasannya dalam memutus rantai penyebaran COVID-19? Vaksin Sinovac telah menjalani uji coba fase tiga di berbagai negara. Data sementara dari uji coba tahap akhir di Turki dan Indonesia menunjukkan bahwa vaksin tersebut efektif masing masing sebesar 91,25% dan 63,50%. Vaksin Sinovac dikembangkan dengan teknologi inactivated virus yang bisa dikembangkan dengan cepat. Cara kerja dari vaksin tersebut dengan menggunakan virus yang telah dimatikan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa memberikan respon terhadap penyakit yang lebih serius. Adakah efek samping yang dirasakan setelah pemberian vaksin tersebut? Hasil evaluasi menunjukkan bahwa vaksin sinovac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan dan pembengkakan. Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot), fatigue, dan demam.
VAKSIN PFIZER
Adapun Pfizer yang merupakan salah satu kandidat vaksin dari Amerika Serikat yang dinilai efektif mengobati gejala pada pasien Covid-19. Vaksin ini diproduksi oleh Pfizer Inc., and BioNTech. Cara kerja dari vaksin tersebut menggunakan messenger RNA, materi genetik yang dibaca sel tubuh untuk membuat protein. Pada uji klinis yang telah dilakukan terbukti bahwa vaksin Pfizer-Biotech mampu mencegah Covid-19 setelah diberikan dua dosis dengan jarak pemberian antara dosis pertama dan kedua adalah tiga minggu. Bagaimana keefektivitasan vaksinnya? Dari hasil uji klinis tersebut vaksin Pfizer-Biotech 95% efektif mencegah penyakit Covid-19 setelah dikonfirmasi dari laboratorium pada orang tanpa adanya bukti infeksi sebelumnya. Vaksin tersebut juga diyakini aman dan dapat melindungi orang tua yang paling berisiko meninggal. Hasil ini menempatkan vaksin pfizer sebagai vaksin COVID-19 dengan tingkat efektivitas tertinggi. Namun, vaksin pfizer harus disimpan pada suhu minus 75o C, jauh di bawah kemampuan freezer standar. Hingga saat ini, banyak negara telah memulai suntikan menggunakan vaksin pfizer seperti Inggris, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Kanada. Adakah efek samping dari vaksin tersebut? Efek samping yang telah dilaporkan dari pemakaian vaksin Pfizer yaitu nyeri di tempat bekas suntikan, merasa kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, demam, nyeri sendi, menggigil, dan mual. Reaksi alergi kemungkinan bisa terjadi beberapa menit setelah diberikan vaksin Pfizer-BioNTech Covid-19.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa vaksin sinovac dan vaksin pfizer sama-sama memiliki efektivitas yang baik dalam mencegah COVID-19 meskipun mekanisme kerjanya sedikit berbeda. Bila dilihat dari segi efek samping, kedua vaksin tersebut memiliki efek samping yang kurang lebih sama seperti nyeri di tempat suntikan, merasa kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, demam, dan nyeri sendi. Namun, vaksin pfizer sedikit lebih efektif dalam mencegah COVID-19 yang mencapai keefektifan sebesar 95% sedangkan keefektifan vaksin sinovac 91,25%.(*)
Penulis: Muhammad Fakhri A.F, Lailatul Fitriyah dan Whina Inti Widjanarko Mahasiswa Jurusan Farmasi UB Malang