Kanal24 – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi KPAI, Jasra Putra meminta panitia penyelenggara memperhatikan keselamatan perempuan dan anak yang kerap menjadi korban dari kegiatan yang melibatkan banyak orang.
“Dari sisi regulasi, baik itu Undang-undang Perlindungan Anak, UU Keolahragaan sudah cukup kuat bagaimana seharusnya penonton menjadi pertimbangan utama untuk keselamatan, terutama penonton yang rentan, perempuan dan anak,” jelasnya dalam media briefing bertajuk “Perlindungan Anak dalam Kegiatan Kerumunan” di Jakarta (12/10/2022).
Pasca tragedi Kanjuruhan, KPAI masih menyelidiki anak-anak yang menjadi korban terutama yang membutuhkan pendampingan dan bantuan pasca tragedi tersebut.
“Ada sekitar 68 anak sudah berhasil dilakukan asesmen dan jumlahnya cukup banyak untuk meminta atau diminta untuk pendampingan,” katanya.
Jasra Putra menambahkan, jumlah tersebut bisa bertambah karena para aktivis perempuan dan anak terus mencari anak-anak yang terkena dampak tragedi tersebut.
Catatan KPAI mengungkap bahwa ada anak-anak yang kehilangan orang tuanya dalam tragedi Kanjuruhan, dan ada pula yang mengalami luka berat maupun ringan, sehingga masih membutuhkan pemulihan yang lama.
KPAI berharap kasus Kanjuruhan dapat mendorong semua pihak untuk menyadari pentingnya melindungi perempuan dan anak pada kegiatan yang mendatangkan banyak massa.
Pada kesempatan yang sama, koordinator Posko Terpadu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga untuk Tragedi Kanjuruhan, dr. Syifa Mustika, Sp.PD-KGEH mengatakan bahwa korban tragedi Kanjuruhan baik yang terluka maupun yang meninggal disebabkan oleh kerumunan yang berdesakan di pintu keluar Stadion Kanjuruhan.
“Ada satu pintu dibuka hanya setengah, ada pintu yang tertutup sehingga mungkin panik, kena gas air mata, ada yang takut sehingga saat menuju exit point, terjadi tumpukan, desak-desakan,” tuturnya.
Syifa mengungkapkan bahwa terdapat perempuan korban selamat dari tragedi tersebut mengalami cedera otak berat akibat tertindih badan orang-orang lainnya.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijya (FKUB) ini merupakan salah satu dokter yang bertugas di IGD salah satu rumah sakit yang merawat korban tragedi Kanjuruhan.
Pihaknya sangat menyayangkan terjadinya kejadian naas ini, dan menurutnya kejadian tersebut seharusnya bisa dicegah jika ada mitigasi, karena pertandingan yang digelar mendatangkan banyak massa.
“Stadion itu overcrowd, harusnya (kapasitas) 30.000 orang, ini 41.000 orang lebih, jadi bisa dibayangkan kondisinya. Pada saat terjadi kerusuhan, pengarahan atau penenangan massa itu tidak berjalan sebagaimana mestinya,” kata Pengurus Lembaga Kesehatan PBNU (LK PBNU) ini.
Polri sejauh ini telah menetapkan enam tersangka, tiga di antaranya dari pihak sipil dan tiga dari polisi.
Tiga tersangka dari pihak sipil antara lain Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan petugas keamanan Steward Suko Sutrisno. Ketiganya didakwa melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undan Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Tiga tersangka lainnya dari pihak kepolisian antara lain Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi (Danki) Brimob Polda Jatim inisial AKP Hasdarman. Mereka didakwa melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.