Kanal24, Malang – Anis Hidayah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), mengemukakan pandangannya mengenai situasi yang dihadapi oleh masyarakat adat dan kelompok minoritas di Indonesia dalam konteks pembangunan nasional. Menurutnya, meskipun terdapat sejumlah kebijakan yang bertujuan untuk mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat adat masih mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan ketidakadilan, terutama terkait dengan perampasan lahan dan hutan.
Hal ini disampaikan pada acara “The 7th Conference on Human Rights”, yang mengangkat tema “Human Rights, Peace, and Innovation in Asia and the Pacific: A Synergistic Approach to Sustainable Societies” yang digelar oleh Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) pada Rabu (28/08/2024)
Dalam pernyataannya, Anis Hidayah menyebutkan bahwa pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat telah menjadi isu yang berlarut-larut selama lebih dari 15 tahun, namun hingga kini belum disahkan secara hukum. “Masyarakat adat selalu dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah, padahal mereka telah menjaga kearifan lokal dan lingkungan mereka jauh sebelum Indonesia merdeka,” ujar Anis.
Baca juga : KOMNAS HAM Soroti Revisi Undang-Undang Pilkada
Ia juga menyoroti bagaimana kebijakan konversi lahan atau hutan seringkali merugikan masyarakat adat, yang selama ini hidup selaras dengan alam. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat, tetapi juga mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) yang seharusnya diutamakan.
“Seringkali, kearifan lokal dianggap sebagai wisdom lokal, namun ketika hal tersebut bertentangan dengan prinsip HAM, maka kita harus mendahulukan standar-standar hak asasi manusia,” tegas Anis. Ia menekankan bahwa perlindungan hukum bagi masyarakat adat harus menjadi prioritas, terutama dalam kasus-kasus proyek strategis nasional (PSN) yang kerap kali berdampak negatif terhadap keberadaan masyarakat adat.
Anis Hidayah juga mengajak pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan kepada masyarakat adat. Ia mendesak agar rekomendasi-rekomendasi yang telah disampaikan oleh Komnas HAM terkait dengan pengakuan hutan adat segera ditindaklanjuti. “Kami terus mendorong agar pemerintah melihat dampak PSN terhadap masyarakat adat dengan serius dan memprioritaskan perlindungan mereka dibandingkan sekadar memastikan proyek berjalan,” tambahnya.
Selain membahas hak-hak masyarakat adat, Anis juga menyentuh isu diskriminasi terhadap kelompok minoritas, termasuk dalam konteks hukum. Ia menekankan pentingnya kesetaraan dan non-diskriminasi sebagaimana dijamin oleh konstitusi. “Setiap warga negara, termasuk kelompok minoritas agama dan lainnya, harus mendapatkan perlindungan yang sama di mata hukum,” ujar Anis.
Pernyataan Anis Hidayah ini disampaikan dalam acara “The 7th Conference on Human Rights” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) pada Rabu (28/08/2024). Acara ini mengangkat tema “Human Rights, Peace, and Innovation in Asia and the Pacific: A Synergistic Approach to Sustainable Societies” dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, praktisi, serta aktivis HAM dari berbagai negara di kawasan Asia dan Pasifik.
Konferensi ini menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia, termasuk bagi masyarakat adat dan kelompok minoritas yang sering kali berada di posisi rentan dalam pembangunan nasional. Melalui diskusi dan rekomendasi yang dihasilkan, diharapkan akan lahir kebijakan-kebijakan yang lebih inklusif dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. (nid/una)