Kanal24, Malang – Candi Kidal, sebuah situs bersejarah yang terletak di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, bukan hanya sekadar bangunan batu yang berdiri kokoh di tengah alam. Candi ini memiliki kisah panjang yang erat kaitannya dengan Kerajaan Singasari, salah satu kerajaan besar di Jawa Timur. Dibangun sekitar tahun 1248 Masehi, Candi Kidal merupakan salah satu bukti penting dari keberadaan kerajaan yang mengusung agama Hindu sebagai salah satu identitas kebudayaan masa itu.
Sejarah Pembangunan Candi Kidal
Candi Kidal dikenal sebagai candi pemujaan yang paling tua di Jawa Timur. Menurut catatan sejarah, candi ini dibangun untuk menghormati Anusapati, raja ketiga Kerajaan Singasari yang memerintah antara tahun 1247 hingga 1249 Masehi. Anusapati sendiri adalah sosok yang penuh dengan kisah dramatis. Ia merupakan anak dari Tunggul Ametung, penguasa Tumapel, yang dibunuh oleh Ken Arok. Setelah peristiwa itu, Ken Arok menikahi Ken Dedes, ibu dari Anusapati, dan akhirnya mendirikan Kerajaan Singasari.
Baca juga:
Mengenal Batik Garudeya, Warisan Ikonik Kabupaten Malang
Namun, kisah tragis berlanjut dengan Anusapati yang kemudian membunuh Ken Arok untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Sayangnya, tak lama setelah itu, Anusapati pun tewas dibunuh oleh Panji Tohjaya, anak dari Ken Arok dengan istri lainnya, Ken Umang. Candi Kidal didirikan sebagai tempat pendharmaan Anusapati setelah kematiannya. Keberadaan candi ini menggambarkan penghormatan terhadap raja yang telah berjuang mempertahankan eksistensi kerajaannya, bahkan dengan jalan kekerasan yang tak terhindarkan.
Lokasi dan Pemugaran Candi Kidal: Warisan yang Terjaga
Candi Kidal terletak sekitar 20 kilometer ke timur dari Kota Malang, di tengah desa yang kini dikenal sebagai Rejokidal. Sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1817 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamford Raffles, candi ini telah mengalami berbagai tahap pemugaran. Selama era pemerintahan kolonial, upaya perawatan dilakukan secara berkala, termasuk pada tahun 1867, 1883, dan 1925. Pemeliharaan terus dilakukan pasca-independensi Indonesia, dengan pemugaran besar-besaran pada tahun 1989-1990 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur.
Arsitektur Candi Kidal: Keindahan yang Mencerminkan Kekuatan Kerajaan
Secara arsitektur, Candi Kidal memadukan elemen-elemen candi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Candi ini terbuat dari batu andesit dan memiliki dimensi vertikal dengan total tinggi sekitar 12 meter dan sisi berukuran 8,36 meter. Ciri khas dari candi ini adalah atap kotak yang bersusun tiga, dengan puncak yang datar, bukan runcing. Keunikan lain yang mencolok adalah hiasan kepala kala (raksasa) di bagian atas candi, lengkap dengan mata melotot dan taring bengkok yang mengintimidasi, sebuah simbol dari penjaga roh suci.
Pada bagian kiri dan kanan pangkal tangga, terdapat patung binatang seperti singa, serta relief-relief yang memperlihatkan gambaran simbolis yang memiliki makna mendalam. Relief-relief ini menggambarkan mitos Garudheya, yang berkaitan dengan perjuangan Garuda untuk membebaskan ibunya dari penderitaan. Mitos ini sering dikaitkan dengan kisah hidup Anusapati, yang juga penuh dengan pengkhianatan dan pertarungan darah.
Relief Candi Kidal: Makna Mendalam di Setiap Detailnya
Di Candi Kidal terdapat tiga relief utama yang masing-masing menggambarkan peristiwa mitologis yang memiliki relevansi dengan cerita hidup Anusapati. Relief pertama menggambarkan Garuda yang menggendong tiga ekor ular besar, yang melambangkan perjuangan berat dalam membebaskan penderitaan. Relief kedua menunjukkan Garuda yang membawa kendi di atas kepalanya, simbol dari air kehidupan yang dibutuhkan untuk menyelamatkan dunia. Sedangkan relief ketiga menggambarkan Garuda yang menggendong seorang wanita, sebuah representasi dari tindakan penebusan untuk keselamatan umat manusia.
Cara membaca relief-relief tersebut menggunakan teknik prasawiya, yaitu dari kanan ke kiri, sebuah metode yang mencerminkan filosofi Hindu yang menghargai waktu dan perjalanan hidup. Setiap relief mengandung pesan simbolis yang mendalam, mengaitkan kehidupan Raja Anusapati dengan perjuangannya untuk membebaskan kerajaan dan rakyatnya dari permasalahan yang melanda.
Baca juga:
Dekranasda Fest 2024, Geliat UMKM Malang Raya
Candi Kidal sebagai Cermin Sejarah dan Budaya
Candi Kidal bukan hanya sekadar situs arkeologis, tetapi juga sebuah cermin dari sejarah panjang Kerajaan Singasari yang mempengaruhi perjalanan sejarah Jawa Timur. Sebagai situs yang dihormati, Candi Kidal menggambarkan betapa pentingnya pemujaan dan penghormatan terhadap pemimpin yang telah meninggalkan warisan bagi bangsa dan budaya. Walaupun berusia lebih dari tujuh abad, Candi Kidal tetap berdiri tegak sebagai saksi bisu dari kejayaan masa lalu yang tak terlupakan, sebuah monumen yang mengingatkan kita akan masa keemasan yang pernah ada di tanah Jawa.
Melalui pemeliharaan dan pemugaran yang terus dilakukan, Candi Kidal tidak hanya menjadi peninggalan sejarah, tetapi juga menjadi simbol bagi penerus generasi yang akan terus menghargai dan mempelajari sejarah bangsa mereka. (nid)