Kanal24, Malang – Industri manufaktur di Indonesia menghadapi tantangan besar di awal tahun 2025. Sejumlah pabrik besar yang telah beroperasi selama puluhan tahun akhirnya harus menutup produksi akibat berbagai faktor, termasuk turunnya permintaan pasar dan kesulitan keuangan. Dampaknya, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang berimbas pada ribuan karyawan.
Penutupan pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk Group atau Sritex Group di akhir Februari 2025 sempat menjadi perbincangan luas di media sosial. Namun, selain Sritex, beberapa pabrik besar lainnya juga mengalami nasib serupa. Berikut lima pabrik yang tutup dan melakukan PHK massal di awal 2025.
Baca juga:
Reformasi Hukum Keluarga Islam di Indonesia-Malaysia
1. PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex Group)

Sebagai pabrik tekstil terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, Sritex Group telah berdiri sejak 1966 dan berkembang pesat selama hampir enam dekade. Namun, krisis keuangan yang berkepanjangan, tingginya biaya produksi, dan kesulitan modal kerja membuat perusahaan ini tak mampu bertahan.
Pada 1 Maret 2025, pabrik Sritex yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah, resmi menutup operasionalnya. Akibatnya, lebih dari 10.000 karyawan kehilangan pekerjaan. Saat ini, Sritex berada di bawah kendali kurator dan sedang menjalani proses pemberesan utang serta pelelangan aset pailit.
2. PT Sanken Indonesia

PT Sanken Indonesia, pabrik yang berlokasi di kawasan industri MM2100, Cikarang, Jawa Barat, mengumumkan akan menghentikan operasionalnya pada Juni 2025. Menurut Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin, Setia Diarta, pabrik ini sepenuhnya dikelola oleh penanaman modal asing, dan penutupan dilakukan atas permintaan perusahaan induk di Jepang.
Salah satu penyebab utama kebangkrutan Sanken Indonesia adalah turunnya produksi secara drastis. Nantinya, proses produksi akan dipindahkan ke Jepang dengan fokus pada industri semikonduktor. Perusahaan juga menegaskan bahwa Sanken Indonesia tidak memiliki hubungan dengan PT Sanken Argadwija, produsen elektronik rumah tangga seperti water dispenser.
3. Yamaha

Industri alat musik juga terkena dampak besar dari penurunan permintaan global. Dua pabrik piano milik Yamaha di Indonesia dipastikan akan menutup produksinya, menyebabkan PHK terhadap 1.100 karyawan.
PT Yamaha Music Product Asia di MM2100, Bekasi, yang mempekerjakan 400 karyawan, akan berhenti beroperasi pada Maret 2025. Sementara itu, PT Yamaha Indonesia di Pulo Gadung, Jakarta, yang memiliki 700 karyawan, akan menghentikan produksi pada Desember 2025. Nantinya, produksi alat musik Yamaha akan dipindahkan ke China dan Jepang.
4. PT Tokai Kagu

PT Tokai Kagu, produsen alat musik yang telah beroperasi sejak 1996 di Bekasi, juga mengumumkan penutupan pabriknya. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyebut bahwa pabrik ini telah mem-PHK ratusan karyawannya sebelum akhirnya menghentikan seluruh operasionalnya.
Menurut laporan CNBC Indonesia, keputusan ini diambil seiring dengan rencana perusahaan untuk memindahkan produksi kembali ke negara asalnya. Penutupan pabrik ini menjadi pukulan telak bagi industri alat musik dalam negeri.
5. PT Danbi Internasional

PT Danbi Internasional, pabrik yang memproduksi bulu mata palsu dan berlokasi di Garut, Jawa Barat, juga harus menutup operasionalnya pada 2025. Keputusan ini mengakibatkan lebih dari 2.000 pekerja kehilangan pekerjaan.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menyatakan PT Danbi Internasional pailit sejak 10 Februari 2025. Perusahaan ini kini tengah menjalani proses hukum terkait penyelesaian utangnya.
Baca juga:
Fitroh Awaludin, Mahasiswa UB Wakili Indonesia di Global NCD Alliance Forum 2025
Dampak dan Tantangan Ke Depan
Gelombang penutupan pabrik dan PHK massal di awal 2025 ini menimbulkan dampak besar terhadap ekonomi nasional. Ribuan tenaga kerja kehilangan mata pencaharian, sementara sektor manufaktur menghadapi ketidakpastian akibat dinamika ekonomi global dan perubahan pola konsumsi.
Pemerintah dan pemangku kepentingan diharapkan dapat memberikan solusi terhadap krisis ini, termasuk membuka peluang kerja baru serta meningkatkan daya saing industri dalam negeri agar mampu bertahan di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks. (nid)