Kanal24, Malang – Di tengah gelombang ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga dengan baik. Hal ini disampaikannya dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara virtual pada Kamis (24/04/2025).
Dalam keterangannya, Sri Mulyani menegaskan bahwa perekonomian dunia saat ini sedang berada dalam tekanan akibat kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Kebijakan tersebut telah meningkatkan eskalasi konflik dagang antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia, yang kemudian berdampak signifikan terhadap iklim pasar global.
Baca juga:
Jajanan Pasar Bangkitkan Ekonomi, Lestarikan Warisan Malang
“Stabilitas sistem keuangan pada triwulan I 2025 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa risiko-risiko yang membayangi ekonomi global, seperti penurunan arus perdagangan internasional dan volatilitas pasar keuangan, merupakan tantangan serius yang harus diantisipasi secara hati-hati oleh pemerintah Indonesia.
“Ketidakpastian tersebut terutama dipicu oleh dinamika yang terkait kebijakan tarif dari pemerintah Amerika Serikat dan memunculkan eskalasi perang dagang,” tambahnya.
Proyeksi dan Waspada Triwulan II
Melihat kondisi tersebut, Menkeu menyatakan bahwa kewaspadaan perlu ditingkatkan menjelang triwulan II tahun 2025. Risiko penurunan ekonomi global (downside risk) masih sangat tinggi, dan dapat menimbulkan efek lanjutan terhadap perekonomian nasional.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 diperkirakan hanya mencapai 2,9%, lebih rendah dari estimasi sebelumnya sebesar 3,2%. Untuk tahun 2026, proyeksinya juga menurun dari 3,1% menjadi 2,9%.
“Yang perkiraan sebelumnya adalah 3,2% menjadi 2,9% untuk tahun 2025. Sementara itu untuk tahun 2026 akan menurun dari 3,1% menjadi juga 2,9%,” kata Perry.
Dampak Langsung ke AS dan Tiongkok
Perry menjelaskan bahwa dampak dari perang dagang ini paling besar terasa di Amerika Serikat, di mana pertumbuhan ekonominya diperkirakan melambat dari 2,2% menjadi 1,7%. Bahkan, beberapa analis memperkirakan potensi resesi di Negeri Paman Sam mencapai angka 60%.
Di sisi lain, ekonomi Tiongkok juga mengalami tekanan. Pelemahan di dua kekuatan ekonomi global ini menimbulkan kekhawatiran yang luas terhadap kelanjutan pemulihan ekonomi pasca pandemi dan ketidakpastian kebijakan suku bunga global.
Kondisi Pasar Keuangan
Menurut Perry, ketegangan dagang juga berdampak pada pasar keuangan dunia. Yield treasury AS mengalami penurunan, begitu juga dengan indeks dolar AS (DXY). Akibatnya, arus modal global menjadi lebih hati-hati, dan banyak investor memilih untuk mengalihkan dana mereka ke instrumen yang dianggap lebih aman seperti emas dan obligasi negara maju.
“Dampak dari fragmentasi ekonomi global dan kebijakan tarif ini tidak hanya berdampak pada berbagai negara termasuk Indonesia, baik dari jalur perdagangan maupun dari jalur keuangan,” jelasnya.
Fenomena ini turut menyebabkan keluarnya investasi dari pasar negara berkembang (emerging markets), dan mengalir ke aset safe haven seperti emas, obligasi Jepang, dan Eropa.
Strategi ke Depan
Kendati tantangan global terus meningkat, pemerintah Indonesia tetap optimis dengan menjaga koordinasi antar lembaga ekonomi seperti BI, OJK, dan LPS melalui KSSK. Strategi penguatan fundamental ekonomi, kebijakan fiskal yang adaptif, dan pengawasan pasar yang ketat dinilai menjadi kunci menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Baca juga:
Kenali Resesi Ekonomi, Selamatkan Masa Depanmu
Sri Mulyani pun menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan.
“Kami akan terus memantau dan memastikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter berjalan seimbang untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi tantangan global ini,” pungkasnya. (nid)