Kanal24, Malang – Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Brawijaya (UB) berkomitmen dalam mendukung ketahanan pangan nasional melalui keterlibatannya dalam program Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang diinisiasi oleh Kementerian Pertahanan. Dalam wawancara bersama Kanal24 pada Kamis (25/06/2025), Dekan Fakultas Peternakan UB, Prof. Dr. Ir. M. Halim Natsir, M.P., IPM., ASEAN Eng., menjelaskan bahwa keterlibatan Fapet tidak hanya strategis, tetapi juga esensial dalam menunjang program makan bergizi gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah.
Menurut Prof. Halim, program SPPI yang dikelola oleh Kementerian Pertahanan awalnya digarap bersama Universitas Pertahanan. Namun, seiring kebutuhan dan cakupan yang semakin luas, dua wilayah utama di Jawa ditunjuk untuk pelaksanaan, yaitu Jawa Timur dan Jawa Tengah. Khusus di Jawa Timur, kegiatan terpusat di tiga kota besar: Malang, Surabaya, dan Sidoarjo.
Baca juga:
Fapet UB dan Pemkab Pasuruan Buka 12 Titik Sekolah Lapang Peternakan

Fakultas Peternakan UB dipercaya menjadi bagian penting dalam pelatihan SPPI karena kontribusi sektor peternakan dalam penyediaan pangan bergizi, khususnya protein hewani, mencapai 50 hingga 60 persen dari total kebutuhan gizi. “Karena itu, sangat logis bila peternakan menjadi garda depan dalam penyuluhan dan pembekalan peserta SPPI,” terang Prof. Halim.
Dalam pelatihan yang digelar di Malang, Fapet UB mengerahkan 20 dosen ahli, dengan format dua dosen per kelas, mengingat padatnya materi dan lamanya durasi pelatihan yang mencapai 8 jam per hari. Kegiatan ini terbagi dalam 10 kelas untuk menampung 1.034 peserta dari berbagai latar belakang pendidikan, tidak hanya dari peternakan, tetapi juga dari gizi, hukum, hingga teknik.
“Kami tidak hanya menyampaikan teori, tetapi juga praktik langsung seperti pengolahan pakan dan produk peternakan. Karena SPPI ini nantinya ditugaskan mengawal dapur-dapur MBG, maka mereka harus paham bagaimana menjaga kualitas protein hewani,” ungkap Prof. Halim.
Lebih lanjut, Prof. Halim menekankan pentingnya pemahaman menyeluruh terhadap komoditas peternakan. Ia memberi contoh perbedaan antara ternak ruminansia dengan unggas, serta karakteristik ayam pedaging dan ayam petelur yang harus dipahami betul oleh para sarjana. Diskusi interaktif selama pelatihan memperkaya wawasan peserta, terlebih banyak dari mereka yang baru pertama kali terjun ke dunia peternakan, bahkan ada pula yang pernah mengalami kegagalan usaha ternak.
“Kami menyampaikan bahwa perubahan besar akan digerakkan oleh para sarjana ini. Mereka adalah agen perubahan,” tegasnya. Oleh sebab itu, Fapet UB tak hanya memberikan pembekalan, tetapi juga membuka akses komunikasi antara dosen dan peserta agar mereka bisa terus mendapatkan pendampingan di masa depan.
Program SPPI ini dijadwalkan akan dilanjutkan di wilayah Surabaya dan Sidoarjo pada 3 dan 9 Juli 2025. Meski demikian, tahap berikutnya menurut informasi yang diterima, akan menyasar lulusan SMA/SMK, bukan lagi sarjana. Belum ada konfirmasi apakah Fapet UB akan kembali dilibatkan, tetapi Prof. Halim menyatakan kesiapan fakultas untuk terus berkontribusi.

Baca juga:
Disertasi FAPET UB: Inovasi Telur Keong Mas jadi Suplemen Hasilkan Telur Ayam Premium
Mengenai program makan bergizi gratis (MBG), Fapet UB selama ini telah banyak memberikan masukan teknis, meskipun tidak terlibat dalam aspek bisnis dan investasi, seperti pembukaan dapur dengan modal besar. “Kami berada di posisi akademisi, memberikan saran agar rantai pasok protein hewani tetap terjaga,” ujarnya.
Sebagai penutup, Prof. Halim menyoroti masih rendahnya konsumsi susu di masyarakat Indonesia sebagai tantangan tersendiri. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mengimpor sapi perah sebagai bagian dari solusi. “Kita masih tertinggal dalam hal susu, padahal ayam dan telur sudah menjadi andalan. Inilah mengapa pendidikan dan pembekalan seperti SPPI menjadi sangat penting,” pungkasnya.
Dengan semangat kolaboratif, Fakultas Peternakan UB terus berkomitmen untuk mencetak sarjana penggerak yang tidak hanya mumpuni secara keilmuan, tetapi juga siap turun tangan menjaga ketahanan pangan Indonesia di masa depan. (din/nid)