KANAL24, Jakarta – Virus corona yang mewabah di China sebenarnya belum begitu menganggu perdagangan bilateral antara China dan Indonesia. Hanya saja karena terbatasnya pergerakan orang di China membuat mobilitas barang tersendat. Padahal sebenarnya barang-barang atau komoditas siap ekspor di China tersedia.
Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, usai menghadiri pembukaan The 2nd Trade, Tourism and Investment (TTI) di Jakarta, Kamis (20/2/2020). Agus menegaskan bahwa pemerintah tetap menjamin pasokan bahan baku untuk industri dan sektor UKM tetap tersedia meskipun China sedang menghadapi masa sulit. Kalaupun impor barang dari China sulit, pemeritah akan mencari negara lain yang bisa mensuplainya.
“Pada dasarnya memang barang itu tidak akan berpengaruh, hanya saja karena pergerakan orang dibatasi sehingga mempengaruhi ruang gerak berusaha, ini yang memperlambat, jadi mereka ini bukannya berkurang (pasokan) tapi memperlambat,” kata Agus.
Dari catatan statistik BPS menyebutkan angka impor produk dari China pada Januari 2020 kemarin sebesar USD4 miliar. Jumlah ini lebih rendah jika dibandingkan Januari 2019 yang mencapai USD4,1 miliar. Sementara untuk nilai ekspor produk Indonesia ke China pada periode tersebut sebesar USD2,2 miliar atau naik 17 persen dibandingkan Januari 2019 senilai USD1,9 miliar.
Dengan kondisi yang serba sulit di China, maka pemerintah memandang perlu untuk melakukan upaya lain agar perdagangan nasional tidak terlalu terpengaruh khususnya untuk ekspor. Menurutnya perlu mencari pasar alternatif selain China jika memang ekspor produk nasional sulit dilakukan.
“Otomatis kita akan buka ke pasar lain yang memang potensial tapi yang khusus bahan baku tetap dari sana tetap akan jalan seperti biasa. Seperti bawang putih tidak kita rem tetap dari sana (China),” pungkasnya.
Jurus Sri Mulyani Perkecil Corona Effect ke Ekonomi RI
Sementara itu di tempat yang sama Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan adanya virus corona membuka peluang lebih lebar bagi produk UMKM untuk memenuhi pasar dalam negeri atau luar negeri khususnya ke China. Dia menjelaskan secara kualitas sebenarnya produk UMKM nasional tidak kalah dengan produk impor. Bahkan daya saing produk dalam negeri beberapa sudah mendapat pengakuan internasional.
“Ekspor kita terdampak tapi saya kira bisa manfaatkan market dalam negeri. Kan impor kita dari china cukup tinggi, jadi dengan ini bisa ditutup oleh produk UMKM , justru ada opportunity di sini,” pungkas Teten. (sdk)