KANAL24, Surabaya – KONI Jawa Timur memberikan penghargaan kepada mantan atlet Jatim yang berprestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Sembilan pahlawan olahraga asal Jatim menerima apresiasi dari KONI Jatim tepat di hari pahlawan nasional, Selasa (10/11/2020)
Sembilan mantan atlet Jatim yang menerima apresiasi dari KONI Jatim adalah Yusuf Ekodono (sepak bola), Sodiq Pamungkas (tinju), Tarwi (balap sepeda), Musiamin (atletik), Pranoto (silat), Agus Setiawan (atletik), Wongso Suseno (tinju), Abdurrahman bin Semir (atletik), dan Soepardji (anggar).
“Ini salah satu bentuk apresiasi atas jasa mereka terhadap negara, baik di kancah nasional maupun internasional. Mereka adalah pahlawan-pahlawan olahraga,” jelas Erlangga Satriagung, Ketua Umum KONI Jatim kepada awak media.
Pemberian apresiasi berupa tali asih ini menjadi program rutin KONI Jatim sejak erat Gubernur Khofifah Indar Parawansa. Pemberian tali asih ini adalah yang kedua tahun ini. Sebelumnya, acara serupa dilangsungkan akhir Juni lalu.
Salah satu penerima tali asih dari KONI Jatim, Tarwi mengaku bersyukur sekaligus terkejut. “Karena baru kali ini saya menerimanya. Penghargaan ini sangat saya banggakan. Sehingga kami lebih semangat untuk menangani cabang olahraga ini sampai sekarang,” terang legenda balap sepeda Indonesia itu.
Profil Singkat Penerima Tali Asih KONI Jatim
1.Yusuf Ekodono (sepak bola)
Yusuf Ekodono lahir di Surabaya, 16 April 1967. Yusuf memulai karier sebagai pemain sepak bola dari klub internal Persebaya, yakni Indonesia Muda. Pada 1985 Yusuf masuk skuad Persebaya Junior. Ia menjadi bagian skuad saat Persebaya menjadi runner-up Perserikatan 1986-1987 dan 1987-1988, sampai kemudian membawa Persebaya menjadi juara Liga Indonesia 1997. Berposisi sebagai gelandang serang atau striker, Yusuf adalah pemain yang ikut membawa Indonesia meraih medali emas cabor sepakbola SEA Games 1991 di Manila Filipina.
2.Tarwi (balap sepeda)
Tarwi merupakan salah satu generasi emas tim balap sepeda Indonesia. Pada masa mudanya pria asal Lamongan ini pernah membela Indonesia di ajang Games of New Emerging Forces (Ganefo) di Vietnam pada 1966 dengan meraih medali emas. Selain itu pada Kejurnas maupun PON, pria yang kini berusia 79 tahun tersebut pendulang medali emas andalan Jawa Timur.
Prestasi lainnya pernah meraih peringkat IX Kejuaraan Asia VI tahun 1975 di Malaysia Open Road Race 200 Km. Serta berada di posisi ke-4 beregu dan juara ke-9 perorangan pada Asian Games VI di Thailand.
Usai menjadi atlet, Tarwi pun tetap setia berkutat di dunia balap sepeda dengan menjadi pelatih. Salah satu atlet binaannya yang pernah menjadi jawara Asia adalah Tonton Susanto yang berhasil meraih medali emas SEA Games 2001 di Kuala Lumpur pada balapan jalan raya di nomor individual time trial 50 kilometer.
Di usia senjanya, Tarwi masih tetap bersemangat dengan sepedanya. Hal luar biasa yang baru saja dilakukannya adalah pada 16 September 2020 lalu dia nggowes dari Surabaya menuju Jakarta sejauh 1.100 km. Dia ingin menunjukkan bahwa masa pandemi janganlah mudah menyerah dan tetap senantiasa optimistis apapun tantangannya bisa tetap dilewati.
Yang menarik Tarwi pun finish di Jakarta dengan menjajal Velodrome Rawamangun yang merupakan venue balap sepeda terbaik di Asia Tenggara. Dia mengelilingi velodrome tersebut selama beberapa putaran untuk menggenapkan jaraknya menjadi 1.100 km.
3. Sodiq Pamungkas (tinju)
Sodiq Pamungkas lahir di Desa Kunir Kidul, Kecamatan Kunir, Kabupaten Lumajang, 50 tahun yang lalu. Mengenal tinju sejak kelas 5 SD, Sodiq mulai berlaga di atas ring pada 1989.
Beberapa kali menjadi juara Kejurda tinju di Jatim, Sodiq akhirnya terjaring puslatda untuk PON 1993. Hasilnya tidak mengecewakan, Sodiq meraih medali perunggu di kelas 60 kg. Tujuh tahun berikutnya pada PON XV/2000 di Jawa Timur, Sodiq menyumbang medali emas untuk Jawa Timur di kelas 60 kg. Sebelas tahun berkecimpung di tinju amatir, Sodiq memutuskan menjadi petinju profesional dan meraih Sabuk Emas RCTI pada 2001 dan 2002.
4. Musiamin (atletik)
Lahir 20 Januari 1974 di Malang, Musiamin adalah spesialis nomor 5000 meter andalan Jawa Timur. Menekuni lari jarak jauh sejak SMP, Musiamin akhirnya masuk dalam tim atletik Jatim saat berlaga di PON XVI/2004 di Palembang. Turun di nomor 5.000 m dan 10.000 m, Musiamin meraih medali perak di nomor 5.000 m.
Empat tahun berikutnya, PON XVII/2008 di Kalimantan Timur, Musiamin meraih medali perunggu juga di nomor 5.000 meter. Pria kelahiran Wajak, Malang ini juga menjadi anggota tim atletik Indonesia di SEA Games XXII/2003 di Vietnam.
5. Pranoto (silat)
Lahir di Nganjuk 20 Maret 1988, Pranoto menekuni silat sejak sekolah dasar. Mulai mengikuti kejuaraan saat usia sekolah menengah pertama, Pranoto mulai merajai kelas H (80-85 kg) di Jawa Timur, meraih medali emas sirkuit silat nasional 2006 hingga akhirnya masuk dalam puslatda silat Jatim untuk PON 2008 di Kalimantan Timur.
Hasilnya tidak mengecewakan karena Pranoto akhirnya meraih medali emas di kelas H. Prestasi ini membuatnya masuk pelatnas untuk persiapan kejuaraan dunia silat 2010 di Jakarta. Digembleng di padepokan silat Taman Mini Indonesia Indah, Pranoto kembali meraih prestasi tertinggi yakni menjadi juara dunia silat 2010 kelas J (90-95 kg). Setelah itu Pranoto menjadi andalan tim silat Indonesia di SEA Games 2011 (perak), terakhir Pranoto menjadi juara nasional pada kejurnas silat 2014.
6. Wongso Suseno (tinju)
Wongso Suseno lahir di Malang, 17 November 1945 adalah mantan petinju amatir yang menekuni dunia tinju profesional. Selama menjadi petinju amatir mewakili Jawa Timur, Wongso Suseno tidak terkalahkan.
Wongso Suseno adalah petinju profesional Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar juara internasional. Awal kariernya dimulai ketika ia kalah dari Mohd Ali dari Malaysia dengan Knock Out pada tahun 1965. Wongso merebut gelar juara OPBF kelas welter setelah menundukkan Chang Kil Lee dari Korea Selatan, 28 Juli 1975 di Istora Senayan, Jakarta.
7. Abdurrahman bin Semir (atletik)
Pria kelahiran Gresik 54 tahun lalu ini, adalah raja nomor 800 meter Jawa Timur. Abdurrahman adalah peraih medali emas nomor 800 meter di Pekan Olahraga Mahasiswa Asia Tenggara (POM ASEAN) 1985 ketika usianya masih 19 tahun. Sejak saat itu Abdurrahman terus berlari membela Jawa Timur di setiap PON hingga terakhir pada PON XIV/1996 dengan meraih perunggu nomor 800 meter.
8. Drs Soepardji (Anggar)
Lahir di Nganjuk 8 Maret 1942, Soepardji mengenal atlet sejak di bangku sekolah menengah. Sebagai atlet anggar, Soepardji dikenal serbabisa karena kemampuannya turun di nomor Sabel dan Floret. Soepardji dikenal sebagai atlet yang disiplin menjaga kondisi tubuhnya, sehingga tidak salah bila kemudian dia mampu menjaga performanya sehingga bisa memperkuat Jatim di PON VII, VIII, IX, XI dan XII, dengan perolehan medali perunggu dan perak beregu sabel dan perorangan. Usai gantung pedang sebagai atlet, Soepardji dipercaya menjadi pelatih di tim anggar Jatim di PON XII, XIII dan XIV. Selain menjadi pelatih PON Jatim, Soepardji juga dipercaya menjadi pelatih nasional saat tim anggar Indonesia berlaga di Kejuaraan Asia Anggar 1991 di Malaysia.
9. Agus Setiawan
Lahir 3 Agustus 1988, mengenal atletik sejak umur 17 tahun. Setelah merajai nomor 400 meter dan 4×400 estafet. Akhirnya masuk puslatda pada 2005 untuk persiapan PON 2008 di Kaltim. Hasilnya tidak mengenakan karena berhasil meraih medali emas di nomor 4x 400.
Setelah PON 2008, Agus tetap menjadi penghuni puslatda untuk pon 2012, hasilnya kembali meraih medali emas di nomor 4×400, terakhir Agus Setiawan masih tampil di PON 2016 Jawa Barat dengan meraih medali perak di nomor spesialisnya ini.(sdk)