Kanal24, Malang – Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) bersama Australia Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) menyelenggarakan konferensi internasional yang membahas penerapan kerangka kerja keadilan restoratif untuk membangun ketahanan dan mengatasi dampak perubahan iklim di Indonesia, Selasa (10/09/2024). Acara ini menjadi rangkaian dari penelitian kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kebijakan, masyarakat lokal, dan komunitas rentan yang terdampak langsung oleh perubahan iklim.
Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum., Dekan FH UB, menjelaskan bahwa konferensi ini bertujuan untuk mengembangkan konsep keadilan restoratif dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin masif. “Perubahan iklim saat ini berdampak signifikan terhadap kelompok rentan, seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat. Kerja sama kami antara Indonesia dan Australia, khususnya Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Universitas Katolik Australia, didukung oleh Koneksi, sebuah lembaga dari pemerintah Australia yang berfokus pada pemberdayaan riset,” ujar Dr. Aan.
Lebih lanjut, Dr. Aan menjelaskan bahwa tujuan akhir dari kolaborasi ini adalah menciptakan sebuah model keadilan restoratif yang dapat diterapkan untuk memberikan rasa keadilan bagi kelompok-kelompok rentan yang terkena dampak perubahan iklim. “Kami telah bekerja sama selama satu setengah tahun, dan output yang ingin kami capai adalah sebuah model keadilan restoratif yang bisa diusulkan sebagai kebijakan. Kami membagi model ini dalam tiga aspek: komprehensif, isu spesifik perempuan dan anak, disabilitas, serta masyarakat adat. Model ini diharapkan bisa berkontribusi bagi pemerintah Indonesia maupun Australia dalam memberikan keadilan terkait dampak perubahan iklim,” tambahnya.
Prischa Listiningrum, S.H., Llm, salah satu tim peneliti dari AIDRAN dan dosen FH UB, menyampaikan bahwa acara ini merupakan bagian akhir dari serangkaian kegiatan penelitian kolaboratif yang melibatkan Fakultas Hukum UB, Thomas More Law School Australian Catholic University, serta AIDRAN. Penelitian ini didanai oleh Departemen Luar Negeri Australia melalui program Koneksi. Tujuannya adalah mengkaji bagaimana kelompok rentan, seperti perempuan, masyarakat adat, dan penyandang disabilitas, dapat berperan aktif dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan perubahan iklim di Indonesia.
“Penelitian ini tidak hanya sebatas kajian akademik. Kami juga melakukan konsultasi langsung dengan pemangku kebijakan, kunjungan lapangan ke lokasi penelitian, mengadakan webinar, dan diskusi dengan berbagai tim peneliti,” ujar Priska Listiningrum. Ia juga menambahkan bahwa konferensi ini menjadi forum penting untuk mempertemukan lokal champion, yakni perwakilan dari tiga lokasi penelitian: Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur.
Penelitian ini tidak berhenti pada penyusunan kebijakan semata. Prischa menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan pendampingan dan advokasi kepada kelompok rentan di lokasi-lokasi penelitian. “Kami akan terus memperbarui informasi dari lapangan dan memastikan bahwa hak-hak kelompok rentan tetap dilindungi dalam setiap kebijakan perubahan iklim di Indonesia,” ujarnya.
Konferensi ini menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa suara kelompok rentan diakomodasi dalam menghadapi tantangan global terkait perubahan iklim, serta memastikan kebijakan yang dihasilkan mampu melindungi hak-hak kelompok tersebut. (sil/nid)