Kanal24, Malang – Moderasi beragama adalah langkah penting untuk menciptakan ekosistem kampus yang inklusif dan harmonis. Hal ini menjadi tugas wajib bagi civitas akademika untuk mengimplementasikan nilai-nilai moderasi, baik di lingkup pendidikan maupun dalam kehidupan sosial mahasiswa. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Prof. Dr. Suyitno, M.Ag., dalam acara Dialog Moderasi Beragama.
Acara yang digelar oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) bersama Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI ini bertujuan untuk melakukan penguatan nilai-nilai moderasi beragama di lingkungan kampus.
Dialog ini menjadi momen penting dalam Menurut Prof. Dr. Suyitno, kegiatan ini sejalan dengan amanat yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama di berbagai elemen masyarakat, termasuk perguruan tinggi.
Prof. Dr. Suyitno menambahkan bahwa penguatan moderasi beragama di kampus bukan sekadar teori, namun harus dipraktikkan secara langsung. “Mahasiswa adalah calon pemimpin bangsa di masa depan, yang harus memahami pentingnya pluralisme dan keharmonisan antar berbagai suku, agama, dan budaya. Mereka harus tahu bahwa keberagaman adalah aset bangsa yang harus dijaga.”
Prof. Suyitno juga mendorong mahasiswa untuk menciptakan inovasi terkait moderasi beragama melalui konten-konten kreatif. Menurutnya, pendekatan melalui seni, musik, dan media sosial sangat relevan dengan gaya hidup mahasiswa saat ini.
“Mahasiswa bisa membuat konten kreatif yang mengangkat tema moderasi beragama. Misalnya, menciptakan lirik lagu yang mengapresiasi keragaman budaya dan agama, atau membuat video pendek tentang pentingnya toleransi. Di Palembang, kami sudah memulai langkah ini dengan mengajak mahasiswa membuat lirik lagu yang mendorong penghargaan terhadap keberagaman, dan hasilnya sangat positif,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof. Suyitno menekankan bahwa moderasi beragama juga dapat diintegrasikan ke dalam materi perkuliahan. “Materi-materi perkuliahan bisa menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai moderasi. Namun, pendekatan yang digunakan harus inovatif dan relevan dengan perkembangan zaman, sehingga mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan konsep moderasi dengan cara yang lebih mudah.”
Prof. Suyitno juga menjelaskan bahwa program moderasi beragama sudah mulai diterapkan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Kementerian Agama RI telah melakukan kerjasama dengan beberapa universitas ternama, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (Unair), dan Institut Teknologi Bandung (ITB), untuk mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama di lingkungan kampus.
“Kami sudah melakukan kerjasama dengan berbagai universitas, termasuk UI, Unair, dan ITB, untuk menyebarkan nilai-nilai moderasi beragama. Semua perguruan tinggi di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) maupun Kementerian Agama diharapkan bisa ikut serta dalam program ini. Selain itu, kami juga telah mengadakan seminar yang dihadiri oleh para rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN), yang menunjukkan komitmen kuat kedua lembaga ini dalam mendukung moderasi beragama,” ungkapnya.
Prof. Suyitno juga menyoroti pentingnya moderasi beragama tidak hanya dalam konteks nasional, tetapi juga dalam diplomasi internasional. Pengalaman Indonesia dalam menjaga keberagaman dan harmoni antarumat beragama menjadi inspirasi bagi negara-negara lain.
“Kami telah menggelar Konferensi Moderasi Beragama Asia Afrika di Bandung, yang dihadiri oleh negara-negara dari Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Mereka sangat mengapresiasi konsep moderasi beragama Indonesia karena dianggap sebagai model yang bisa diadopsi untuk mengatasi tantangan keberagaman di negara-negara mereka,” jelasnya.
Moderasi beragama, lanjutnya, tidak hanya relevan di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, karena hampir setiap negara menghadapi tantangan keberagaman. Indonesia, dengan pengalamannya dalam menjaga kerukunan antarumat beragama, diharapkan dapat berbagi pengetahuan dan praktik terbaik dalam hal ini. (una/nid)