Kanal24, Malang – Festival Sastra Kota Malang 2024 resmi dibuka di Critasena, Malang, Kamis sore (27/9/2024), menyajikan perhelatan budaya yang memadukan sastra dan gastronomi. Acara ini dihadiri tokoh-tokoh sastra, pejabat pemerintahan, serta seniman lokal yang menyajikan beragam pertunjukan seni sebagai upaya mempererat hubungan antara seni dan kuliner.
Acara dibuka dengan khidmat oleh Master of Ceremony (MC) yang diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan penampilan tari tradisional yang bertema kuliner lokal, yaitu Tari Tempe Sanan. Tarian ini terinspirasi dari Tari Oglek Tempe, sebuah karya Dra. E. Wara Suprihatin, D.P., dosen Pendidikan Seni Tari dan Musik (PSTM) Universitas Negeri Malang (UM). Koreografer tari, Nyai Roro, dalam sambutannya menjelaskan, “Tari Tempe Sanan ini mengangkat kuliner khas Malang, tempe, yang merupakan salah satu identitas kuliner daerah kita. Saya membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk menyelesaikan koreografi ini.”
Acara kemudian dilanjutkan dengan Setumpeng Orasi yang disampaikan oleh Prof. Dr. Djoko Saryono, seorang pakar sastra yang membahas hubungan erat antara sastra dan gastronomi. “Budaya modern sering memisahkan estetika gastronomi dan sastra. Saya melihat adanya jarak antara roti dan puisi, dua hal yang seharusnya bisa saling melengkapi,” ungkapnya. Menurut Djoko, Festival Sastra ini merupakan langkah penting untuk menjembatani dua elemen budaya tersebut, yakni sastra sebagai ekspresi seni dan kuliner sebagai wujud dari kekayaan budaya lokal.
Selain orasi, Suwarjana, SE., MM., dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, yang diwakili oleh Rendra Fatrisna Kurniawan, menyatakan rasa bangganya terhadap penyelenggaraan festival. “Saya berharap Festival Sastra ini menjadi momentum bagi kita untuk lebih mencintai sastra dan budaya lokal. Semoga acara ini berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi semua pihak,” ucapnya, diikuti dengan pembacaan pantun yang disambut meriah oleh para peserta.
Denny Mizhar, Ketua Komunitas Pelangi Sastra Malang, mengungkapkan harapannya agar sastra tetap hidup dan relevan di tengah gempuran era digital. “Kita semua harus terus menjaga semangat sastra di tengah era digital ini. Sastra adalah jembatan untuk memahami lebih dalam tentang kehidupan,” tuturnya. Denny juga menjelaskan sejarah singkat acara ini, yang pertama kali digelar pada tahun 2018 dengan nama Pekan Sastra Kota Malang, dan sejak 2020 berubah menjadi Festival Sastra Kota Malang yang diadakan dengan format yang lebih fleksibel.
Menurut Denny, perubahan ini memungkinkan pelaksanaan festival dalam durasi yang lebih panjang dan fleksibel. Tahun ini, acara dijadwalkan berlangsung selama empat hari, serupa dengan edisi 2023. “Festival Sastra Kota Malang tidak hanya membahas sastra, tetapi juga mempertemukan berbagai elemen budaya, seperti diskusi buku, panggung sastra, dan peluncuran karya sastra baru,” tambah Denny.
Dewi R. Maulidah, Manajer Festival Sastra Kota Malang, menjelaskan tema tahun ini, Jelajah Cita Rasa, yang mengusung perpaduan antara sastra dan kuliner. “Kami memilih tema ini karena kami ingin menonjolkan hubungan erat antara sastra dan kuliner, dua hal yang dapat menggugah rasa dan pemikiran,” jelas Dewi. Tema tersebut diharapkan dapat menghubungkan para penulis, pembaca, pengamat, dan pecinta sastra dengan para pelaku kuliner, sehingga menciptakan ruang diskusi dan eksplorasi budaya yang lebih dalam.
Dewi juga menambahkan bahwa tema Jelajah Cita Rasa berfokus pada konsep perjalanan dan jamuan, mempertemukan unsur-unsur kuliner bersejarah yang memiliki nilai kultural, baik lokal maupun domestik. Ia berharap Festival Sastra Kota Malang dapat menjadi wadah bagi para seniman dan pecinta budaya untuk berbagi inspirasi.
Acara pembukaan diakhiri dengan prosesi pemotongan tumpeng yang dipimpin oleh Denny Mizhar, diikuti Dewi R. Maulidah yang memimpin sesi foto bersama para tamu undangan. Setelah itu, para undangan disuguhi dengan penampilan pembacaan karya sastra oleh para siswa sekolah menengah, yang menambah suasana khidmat. Kayla, siswi SMAN 10 Malang, membacakan puisi Kacang Hijau karya Hanna Franciska, sementara Raza dari MA Ibadurrahman membacakan puisi karyanya sendiri berjudul Bubur Manis Harapan.
Pada sesi Kenduri Puisi, Farhan dari LPM Siar Universitas Negeri Malang membacakan puisi Bingkai Ruang Makan karya Wahyu Prasetya, sebelum akhirnya acara ditutup dengan pantun oleh MC. Penutupan ini menjadi simbol pertemuan berbagai unsur budaya—sastra, kuliner, dan seni—yang saling melengkapi.
Festival Sastra Kota Malang 2024 tidak hanya menjadi ajang untuk merayakan karya-karya sastra lokal, tetapi juga memperkuat hubungan antara budaya literasi dan tradisi kuliner yang kaya. Festival ini diharapkan dapat terus berlangsung secara rutin dan memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan sastra dan budaya di Malang. (nid)