Oleh: Aminullah A.M, M.Sc. Fin
Seorang mukmin sangat penting memahami nilai-nilai agama yang terkandung dalam iman, taqwa, kemaslahatan, dan istiqomah. Tentunya, semua itu adalah ajaran yang ditujukan untuk menegakkan syiar agama, tetapi bukan satu-satunya. Karena, segala macam permasalahan dalam kehidupan manusia selain agama pun terkandung di dalamnya, dan perlu sekali untuk benar-benar dipelajari dan dipahami agar dapat mengamalkannya.
Sesungguhnya Allah ﷻ menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya dan menjadikannya sebagai khalifah di muka bumi dengan ilmu dan amal. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan,
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan” (Al Amru bil Ma’ruf Wan Nahyu ‘anil Munkar, hal. 15).
Di dalam iman, taqwa, kemaslahatan dan istiqomah terdapat nilai kewajiban manusia untuk menyeimbangkan kehidupannya antara agama dan dunia. Taqwa yang diperintahkan bukan semata membaca tasbih, takbir, tahmid atau beribadah di sudut-sudut masjid, tetapi ia adalah ilmu dan amal, agama dan dunia, spiritual dan material, rencana dan program, pengembangan dan produksi, serta kesungguhan dan ihsan.
وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُون َ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. At-Taubah: 105).
Sesungguhnya orang mukmin yang beriman dan bertaqwa adalah mereka yang selalu memperhatikan sebab dan akibat suatu perbuatannya serta bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amalnya. Mereka senantiasa bertawakal kepada Allah ﷻ dan berpegang teguh pada akhlak yang mulia.
Sehingga, Allah ﷻ memberikan keberkahan dan kenikmatan di dunia disebabkan kesungguhan dan keistiqomahannya, serta tidak menyia-nyiakan pahala bagi mereka di akhirat.
Konsekuensi iman seorang mukmin adalah mengerjakan amal atau pekerjaannya dengan ihsan. Yaitu engkau beribadah seoalah-olah melihat Allah ﷻ, dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka Allah melihatmu. Dalam hal ini, seorang mukmin akan beramal dan bekerja untuk mendapatkan keridhoan Allah ﷻ. Sementara itu, Allah ﷻ tidak akan meridhoinya, melainkan ia mengerjakan pekerjaannya secara sempurna dan professional. Dari Aisyah ra, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara professional” (HR. Thabrani 891 dan Baihaqi 334).
Untuk mewujudkan hal tersebut, terdapat dua akhlak pokok yang harus dimiliki, yaitu amanah dan ikhlas dalam setiap amal termasuk dalam kegiatan berekonomi.
Seorang produsen yang mukmin akan bersikap amanah dalam produksinya, ikhlas dalam kesungguhannya, dan merasa pekerjaannya selalu diawasi oleh Tuhannya. Sehingga, ia tidak akan hanya mementingkan keuntungan semata, tetapi juga memperhatikan kemaslahatan bagi masyarakat sekitarnya.
Baca juga:
Momentum Hijrah di Bulan Berkah
Sedangkan konsumen mukmin akan amanah dalam pengelolaan harta titipan-Nya, tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi barang dan jasa, memperhatikan kehalalan barang konsumsinya, ikhlas menahan hawa nafsunya, serta mampu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Tuhannya. Sehingga, ia mampu berlapang dada serta mau berbagi dengan saudaranya dari harta yang menjadi kelebihannya.
Sebagai konsekuensi dari keimanan, ketaqwaan, keshalihan, dan keistiqomahan seorang mukmin yang mematuhi batas-batas Allah ﷻ dan Rasulullah Muhammad ﷺ, menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang, menjaga nafsu syahwat dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang merusak, akan menjadikannya manusia yang mampu menjaga potensi jasad, emosi, akal, dan jiwanya. Sehingga, tidak akan memalingkannya kecuali kepada amal shalih saja.
Selain itu, hidupnya akan selalu diliputi dengan ketenangan hati, ketenangan batin, kedamaian jiwa, lapang dada, dan selalu optimis dalam setiap kegiatannya. Kondisi kejiwaan semacam ini, tentu akan memberikan pengaruh yang positif terhadap tingkat produktivitasnya dan membawa keridhoan terhadap Tuhannya.
Wallahu a’lam bisshowab. (*)