KANAL24, Jakarta – Strategi pengelolaan kebijakan makro dan fiskal Indonesia dalam pengendalian pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi mendapatkan apresiasi tinggi dari dunia. Dalam laporan sementara (Concluding Statement) misi Dana Moneter Internasional (IMF) untuk Artikel IV yang dirilis hari Ini, Indonesia disorot sebagai negara yang cukup sukses dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas keuangan dan fiskal jangka menengahnya.
“Kinerja dan prospek makro dan fiskal Indonesia dinilai sangat positif dalam laporan sementara IMF. “IMF mengapresiasi keberhasilan pengendalian Covid-19 di Indonesia yang membawa Indonesia ke pemulihan ekonomi yang cepat,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, dalam keterangan tertulis, Kamis (27/1/2022).
Pemulihan lebih cepat menjadi dasar IMF menilai konsolidasi fiskal menuju defisit APBN paling tinggi 3% PDB di Tahun 2023 sebagai langkah yang tepat. “IMF memandang kebijakan ini membawa Indonesia semakin kredibel di mata pelaku pasar”, jelas Febrio.
IMF memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5.6% di tahun 2022 dan menguat ke 6.0% pada tahun 2023. Namun, IMF menyarankan Pemerintah untuk tetap waspada atas peningkatan sejumlah risiko eksternal, diantaranya gelombang baru penyebaran Covid-19, meningkatnya tekanan inflasi global, pengetatan pasar kuangan global sehubungan dengan normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju, terutama di Amerika Serikat, yang berpotensi menghambat laju pemulihan ekonomi global, yang pada gilirannya berdampak pada ekonomi domestik.
Efektivitas kebijakan Pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi berhasil mendorong menguatnya aktivitas perekonomian, yang pada gilirannya mengangkat kinerja APBN 2021, selain juga karena faktor kenaikan harga komoditas dunia. Pendapatan negara meningkat sangat tinggi, terutama disumbang oleh meningkatnya kinerja penerimaan perpajakan yang berhasil melampaui target tahun 2021. Defisit APBN dapat ditekan hingga 4,65% PDB, jauh lebih rendah dibandingkan target awal sebesar 5,7% PDB.
IMF menilai langkah konsolidasi fiskal di tahun 2023 sudah tepat dan diperkirakan dapat meningkatkan kredibilitas APBN dan kepercayaan pasar. IMF memproyeksikan defisit fiskal sebesar 4% terhadap PDB di tahun 2022, lebih rendah dari defisit yang ditetapkan dalam APBN 2022 sebesar 4,85%.
“Kinerja fiskal yang kuat pada tahun 2021 menjadi bagian dari hasil pengelolaan kebijakan ekonomi makro yang tepat, tanpa mengorbankan upaya Pemerintah menjaga momentum pemulihan ekonomi dan kesinambungan fiskal jangka menengah-panjang”, sambung Febrio.
Namun, IMF menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan penyesuaian kecepatan konsolidasi fiskal ke depan jika tekanan risiko eksternal semakin kuat dan mempengaruhi proses pemulihan ekonomi.
Dari aspek moneter, IMF menyarankan agar kebijakan moneter yang akomodatif tetap dilanjutkan untuk mendukung pemulihan, dengan tetap memperhatikan dinamika perekonomian seperti stabilitas harga-harga atau inflasi. Selain itu, IMF juga menyarankan agar kerja sama berbagi beban antara Pemerintah dan BI dalam rangka pembiayaan penanganan pandemi dapat dihentikan di akhir 2022 sesuai yang direncanakan serta amanat UU No.2/2020, tentunya mempertimbangkan kinerja fiskal yang sudah menguat.
Selanjutnya, sistem keuangan domestik juga dinilai sehat. Ruang perbaikan tetap ada untuk beberapa hal, seperti penguatan kredit dan dukungan pemerintah terhadap pembiayaan UMKM serta penguatan kinerja perbankan. Mengingat langkah-langkah darurat penanganan krisis di masa luar biasa diperkirakan akan berakhir di tahun 2022, risiko kredit sektor perbankan terutama di sektor-sektor yang terkena dampak pandemi dan masih mengalami efek pandemi yang berkepanjangan (scarring effect) perlu terus di monitor lebih kuat. (sdk)