KANAL24, Jakarta – Jelang akhir tahun 2019, tingkat importasi barang-barang konsumsi meningkat cukup tinggi. Tercatat pada November 2019 kemarin impor barang konsumsi meningkat paling tinggi dibandingkan dengan barang modal atau bahan baku / penolong. Tercatat impor barang konsumsi meningkat 16,13 persen jika dibandingkan Oktober 2019 menjadi USD1,67 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan kebiasaan impor barang konsumsi yang selalu meningkat di akhir tahun bersifat seasonal dan selalu terjadi setiap tahunnya. Hal itu karena pada Desember 2019 terdapat fenomena libur anak sekolah, perayaan natal dan pergantian tahun baru. Sehingga para pedagang atau suplier barang konsumsi meningkatkan stoknya karena biasanya momen tersebut terjadi peningkatan permintaan.
Sebelumnya, Suhariyanto mengungkapkan defisit neraca perdagangan pada November mencapai USD1,33 miliar.
“Biasanya akan banyak kebutuhan konsumsi pada Desember karena ada liburan sekolah, natal dan tahun baru. Jadi impor barang konsumsi pada November naik dibanding kan Oktober 2019 sebesar 16,13 persen,” kata Suhariyanto di Jakarta, Senin (16/12/2019).
Menurutnya, beberapa produk konsumsi yang meningkat tingkat impornya adalah buah-buahan seperti apel dan Jeruk Mandarin yang berasal dari China. Selain itu juga impor white sugar. Sementara itu tingkat importasi barang konsumsi pada periode November 2019 tersebut jika dibandingkan periode yang sama tahun 2018 meningkat 16,28 persen.
“Impor dari Tiongkok mengalami peningkatan, utamanya yang naik adalah mesin dan peralatan mekanis serta impor buah – buahan,” sambung Suhariyanto.
Sementara itu untuk impor bahan baku / bahan penolong pada November 2019 naik 2,63 persen month to month (mtom) atau dibandingkan bulan sebelumnya menjadi USD11,17 miliar. Sedangkan impor barang modal meningkat 2,58 persen mtom menjadi USD2,5 miliar.
Meskipun impor barang konsumsi meningkat paling tinggi, namun BPS menegaskan kontribusinya terhadap total impor pada periode November 2019 yang terkecil yaitu hanya 10,87 persen dari total impor senilai USD15,34 miliar. Sementara kontribusi impor terbesar adalah bahan baku/bahan penolong sebesar 72,80 persen. Kemudian untuk barang modal menyumbangkan 16,33 persen.
“Struktur impor menurut penggunaan barangnya tidak banyak berubah yang masih didominasi oleh bahan baku/bahan penolong,” ujarnya.
Secara kumulatif sejak Januari – November 2019, impor barang konsumsi juga tercatat paling kecil kontribusinya terhadap total impor, yaitu hanya 9,45 persen dari USD156,22 miliar. Untuk bahan baku / bahan penolong masih tetap yang terbesar kontribusinya sebesar 73,93 persen. Sedangkan untuk barang modal memberikan kontribusi 16,62 persen.
Dijelaskan Suhariyanto bahwa sepanjang tahun ini (hingga November 2019), impor menurut penggunaan barang semuanya mengalami penurunan secara kumulatif. Barang konsumsi impornya turun dari USD15,71 miliar menjadi USD14,76 miliar atau setara penurunan 6,07 persen year on year (yoy). Sedangkan impor bahan baku/bahan penolong turun 11,40 persen dari USD130,36 miliar menjadi USD115,50 miliar. Kemudian impor barang modal turun 4,81 persen dari USD27,27 miliar menjadi USD25,96 miliar.
“Selama Januari – November semua (impor) turun. Barang konsumsi turun, bahan baku turun turun dan barang modal juga impornya turun,” pungkas Suhariyanto. (sdk)