KANAL24, Jakarta – Emiten konsumer terlihat sangat agresif dalam meluncurkan produk baru pada beberapa kuartal terakhir.
Sebagai contoh Unilever Indonesia (UNVR) telah merilis 3 brand baru secara year to date (ytd), ditambah 2 brand baru pada tahun 2018.
“Intinya Kami menyukai strategi inovasi UNVR. Kami pikir inovasi yang dibuat sejak semester kedua tahun lalu akan dapat mendorong terus pertumbuhan perseroan,” demikian seperti dikutip Tim Analis Indo Premier dalam riset yang dirilis, Rabu (17/9/2019).
Strategi inovasi dan produksi ICBPjuga disukai yang dilakukan pada semester pertama 2019 (1H19), khususnya di unit usaha mie instan.
“Persaingan mungkin makin ketat pada semester kedua 2019 dengan pesaing utamanya Wings dan Mayora Group juga tampaknya akan meningkatkan permainan inovasi mereka,” tambahnya.
Unilever meluncurkan produk baru es krim dengan merek Seru! oleh Walls pada 1Q19 dengan harga sangat kompetitif manakala dibandingkan dibandingkan dengan merek Aice atau Joyday (Yili) es krim asal China serta produk es krim buatan Wings dengan merek Glico.
Tambahan rilis produk ini selain tambahan peluncuran produk Walls dan Magnum.
Tim Analis Indo Premier tersebut menilai, respon UNVR tersebut adalah tepat waktu. Ini mengingat pemain asing berusaha bersaing ke pasar dengan memberi harga jauh di bawah Walls untuk mendapatkan keberhasilan relatif.
Merek Seru sekarang akan bersaing secara lagsung dengan brand-brand tersebut tanpa mengurangi citra merek Wall serta mengurangi harga jual rata-rata secara serius.
Saat ini es krim Seru tersedia di gerai-gerai pasar tradisional, terutama di wilayah Jawa Timur walaupun terlihat gerai umum membawa semua brand di DKI Jakarta.
Es krim Aice yang mulai masuk pasar ke outlet umum pada 2018, sudah mulai melakukan penetrasi ke ritel modern antara lain ke Indomaret. Sedangkan merek Joyday yang dirilis pada Oktober 2018 relatuf masih sulit untuk ditemukan di ritel modern maupun pasar tradisional di wilayah Jakarta Raya tetapi tersedia melalui toko online seperti Tokopedia.
Sementara di segmen mi instan, INDF sukses membanjiri pasar dengan inovasi yang menarik perhatian pada 1Q19 di bawah kampanye “Hype Abis”.
Satu di antara 2 inovasi tersebut adalah kolaborasi dengan merek snack Chitato. Ini jadi salah satu kunci pendorong divisi mie instan ICBP dengan mencetak pertumbuhan kuat sebesar 15 persen (YoY) pada 1H19.
Penting dicatat bahwa persaingan mulai ketat lagi pada 3Q19. Mie Sedap (Wings Group) yang tidak terlihat tidak sangat agresif dalam setahun terakhir, mulai meluncurkan produk baru.
Pada periode 3Q19, Wings meluncurkan produk Mie Sedaap Korean Spicy Chicken pada Juli 2019 dan Mie Sedaap Tasty Sambal Matah pada Agustus 2019.
Wings Group juga mengontrak bintang terkenal asal Korsel, Siwon Choi untuk mempromosikan variat produk Korean Spicy Chiken. Ini memperlihatkan komitmen mereka (Wings) kembali ke permainan yang kuat.
Sedangkan Mayora juga merilis 2 produk mie instan premium baru, Bakmi Mewah Sambal Matah dan Bakmi Mewah Sop Buntut.
Selanjutnya pada kategori snack, Calbee Wings (joint venture antara Wings Indonesia dan Calbee, Jepang) meluncurkan produk baru dengan merek Japota dengan dua varian rasa, Japanese Seaweed dan Happy Honey Butter pada 2Q19. Produk ini adalah kentang renyah. Selain itu juga memperkenalkan produk baru dengan merek bersama Potabee.
Menurut Indo Premier Sekuritas, persaingan masih ketat bagi ICBP dalam jangka pendek. Volume produk snack ICBP relatif flat, tumbuh 1 persen YoY) pada periode 2018 dan turun 10 persen per 1H19.
Efisiensi Biaya
Dalam beberapa tahun terakhir, opex terhadap penjualan pada seluruh emiten produk kebutuhan pokok terus membaik.
UNVR menjadi yang terdepan dalam hal tersebut. Perusahaan produk kebutuhan pokok konsumen telah secara drastis meningkatkan efisiensi biaya sejak melonjak pada 2015/2016.
Hal ini terjadi karena mereka memangkas biaya iklan dan promosi (A&P) menyusul ekonomi yang melambat.MYOR dalam konteks ini tidak termasuk karena belanja A&P mereka berfluktusi dari tahun ke tahun seiring iklan produk baru yang agresif.
“Kami dapat melihat bahwa persentase biaya A&P terhadap penjualan cenderung turun pada sebagian besar perusahaan,” jelas Tim Riset ini.
Namun terlihat sedikit meningkat pada UNVR pada 1H19 yang masuk akal dan dapat dibenarkan. Ini seiring jumlah inovasi produk baru yang dirilis UNVR.
“Kami perkirakan masih akan terus naik ke depannya atau paling tidak flat karena UNVR
secara perlahan bergeser ke media sosial dan pemasaran online,” terangnya.
Iklan media sosial cenderung lebih murah dibandingkan dengan iklan TV tetapi lebih bertarget dengan hasil yang sama.
Biaya Distribusi
Ke depan rasio biaya distribusi terhadap penjualan juga akan turun seiring harga minyak yang terus melemah. Hal ini dapat menjadi pendorong substansial terhadap marjin karena distribusi biasanya penyumbang kedua atau ketiga terbesar terhadap opex perusahaan ritel.
Harga minyak diperkirakan melemah setidaknya dalam jangka menengah terutama karena faktor naiknya suplai dan ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang.
“Selain itu diyakini bahwa proyek infrastruktur ke depan dapat menjadi katalis bagi tesis ini karena infrastruktur yang lebih baik menurunkan biaya transportasi,” papar riset tersebut.
Hal ini terlihat pada 1H19. Sebagian besar perusahaan konsumer membukukan penurunan rasio biaya distribusi terhadap penjualan. Sedangkan beberapa di antaranya terlihat datar.(sdk).