A. Pasuruan “Kota Kejayaan Gula” Masa Lampau
Kota Pasuruan boleh dibilang lahir sebagai buah “betkah” dari Industri gula. Pada masa Hindia-Belanda Kota Pasuruan ditempatkan sebagai sentra bagi pengelolaan industri gula, khususnya untuk ujung timur Jawa Timur (Oosthoek, Daerah Tapal Kuda dan wilayah Malangraya). Salah satu pembukti akan urgensi dari Kota Pasuruan bagi pertumbuhan dan perkembangan perkebunan tebu maupun industri gula adalah terdapatnya Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) yang bertempat di Kota Pasuruan. P3GI oleh karenanya merupskan “monumen kejayaan gula”, padamans Koa Pasuruan konon turut berkontribusi penting.
P3GI adalah suatu lembaga penelitian untuk bidang pergulaan di Indonesia. Lembags ini mengemban tugas khusus untuk melaksanakan (a) penelitian, serta (b) menghasilkan dan mengkaji teknologi maupun produk pergulaan dan pemanis bagi kemajuan masyarakat gula, khususnya kepada para petani tebu dan pabrik gula, termasuk juga pemberian bantuan teknis kepada klien-nya. Menilik waktu pendirian embrionya, P3GI masuk dalan salah satu lembaga penelitian pertanian dan perkebunan yang tertua di Indonesia. Bahkan pernah berperan besar dalam perkembangan pergulaan dunia di paruh awal abad ke-20.
B. Sejarah Panjang P3GI dari Masa Kolonial hingga Kini
Lembaga penelian perkebunan gula ini didirikan pada 9 Juli 1887 di era Pemerintah Hindia-Belanda, dengan sebutan “Proefstation Oost Java (POJ)”. Warga setempat lebih banyak menyebutnya dengan “Prop” .Het Proefstation voor de Java- Suikerindustrie dibentuk untuk melakukan riset pasar gula di Eropa dan sekaligus menjadi pelopor International Society of Sugarcane Technologist (ISSCT), Asosiasi Ahli Gula Dunia mengkhususkan pada penelitian teknologi budidaya tebu dan industri gula. Tahap perintisannya banyak mendapat kontribusi dari J.D. Kobus, yang antara rahun 1897-1910 menjabat diretur (directeur) POJ
Pada wilayah Hindia-Belanda, POJ merupakan lembaga riset perjebunan tebu dan industri gula yang ketiga di Jawa setelah pendirian lembaga serupa di Semarang pada tahun 1885 dengan nama “Het Proefstation Midden Java “, dan menyusul kemudian (tahun 1886) dididirikan lembaga “Proefstation voor Suikerrient in West Java” bertempat di Kagok-Tasikmalaya. Proefstation Midden Java di Semarang akhirnya ditutup oleh Pemerintah Hindia Belanda, karena kurangnya penemuan yang bersifat menguntungkan. Tujuh tahun kemudian, tiba gilirannya Proefstation voor Suikerrient in West Java dipindahkan ke Pekalongan dan kemudian ke Semarang.
Belajar dari kedua kejadian ini muncul ide untuk menyatukan Proefstation di Semarang dan Pasuruan. Keduanya secara fisik dan organisasi berhasil disatukan pada tanggak 1 Januari 1907, dengan sebutan menjadi “Het Proefstation voor de Java-Suikerindustrie”, dan dipilih Pasuruan yang berada wilayah Oosthoek (sebutan untuk kawasan ujung timur Jawa, atau disebut juga dengan “green gold”) sebagai lokasinya, dengan pertimbangan Oosthoek cocok untuk budidaya tebu. Pada tahap perintisan, POJ banyak mendapat kontribusi dari J.D. Kobus, yang pada 1897-1910 menjabat sebagai diretur (directeur) POJ
Halaman Gedung P3Gi
Misi yang diemban POJ adalah riset pemulaan tebu untuk (a) ketahanan terhadap penyakit sereh, (b) penanggulangan pengaruh perkembangan industri bit gula di benua Eropa. Sumbangsinya terlihat psda tahun 1921, dengan berhasil dirilisnya kultivar klontebu (Saccharum officinale) POJ 2878, yang secara dramatis dapat menyelamatkan banyak industri gula dunia yang nyaris rontok kala itu sebagai akibat serangan penyakit sereh yang merajalela. Perakitan POJ 2878 dilakukan dengan seleksi silsilah dengan salah satu yang tetua, yaitu gelagah (Saccharum spontaneum) sebagai tetua sumber ketahanan. Persilangan ini menjadi salah satu dari sedikit keberhasilan dalan persilangan antar spesies, yang boleh dibilang “berhasil” kala itu. POJ pada tahun 1930 juga merilis POJ 3016, yang memiliki daya hasil gula tinggi.
Kompleks bangunan POJi mengalami kerusakan selama Pendudukan Jepang (1942-1945( dan Perang Kemerdekaan atau Agresi Militer II (1948). Banyak buku dan barang inventaris hilang. Bahkan, ketika Agresi Militer Belanda II, gedung utama serta sebagian besar perpustakaan dan arsip tak pelak alami kebakaran. Setelah perkebunan yang diusahakan oleh para partikelir Belanda diambil alih oleh Pemerintah RI dalam “nasionalisasi” pada Desember 1957, POJ nengalami alih nama menjadi “Balai Penyelidikan Perusahaan-Perusahaan Gula (Experiment Station for Sugar Estates) atau disingkat “BP3G”. Statusnya dikembalikan ke sebelum era Perang Kemerdekaan, yaitu sebagai lembaga penelitian yang diurus dan dibiayai sendiri oleh kalangan perindustrian gula. pengelolaannya dikendalikan oleh suatu Dewan Pembina. .
Pada tahun 1965 lembaga ini berganti nama kembali menjadi “Balai Penyelidikan Perusahan Perkebunan Gula (Indonesian Sugar Experiment Station)”. Selanjytnya dinamai dengan “Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula (Indonesian Sugar Research Institute)” terhitung sejak 1 Januari 1982. Pada akhirnya, berdasarkan keputusan dewan pengurus tanggal 11 Mei 1987, nama yang digunakan untuknya adalah “Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) atau Indonesian Sugar Research Institute)”. Nama ini dipergunakan hingga sekarang.
C. Jejak Gula sebagai “Aset Kultura” Kota Pasuruan
Jejak kejayaan POJ di masa lampau itu masih terlihat di Jln. Pahlawan No. 25 (dahulu bernama “Heren Straat”), yang berada di koridoor utama, tepat di tengah Kota Pasuruan. Disamping sejumlah bangunan heritage yang berada di kompleks luas kantor P3GI, terdapat sederat bangunan heritage pada sisi timur Jln. Pahlawan yang merupakan rumah dinas para karyawan P3GI dan fasiltas pendukung bagi sentra pengelolaan gula di Jawa Timur — ternasuk Societiet Harmonie (kini SMK Untung Surapati). Peran dan kontribusi P3GI kini tak sesentral di masa lalunya. Bangunan megah, luas dan berwibawa dari P3GI tinggal menyimpan “memori kebesarannya” di masa lalu.
Aset kultura dari P3GI yang berdasarkan nilai kesejarahannya ditetapkan sebagai “Cagar Budaya (CB)” i, berdasarkan SK Walikota Pasuruan Nomor 188/496/423.031/2015 kedepan diharapkan dapat memberikan fungsi tambahan sebagai wahana edukasi, yang dikemas dalam bentuk “edu-wisata”. Baik bagi keperluan studi sejarah perkebunan tebu dan industri gula di Nusantara maupun sebagai obyek studi “arsitektur haritege’. Keberadaan P3GI pada “koridoor yang kaya heritage” di Kota Pasuruan bepotensi untuk dijadikan sebagai destinasi “wisata heritage”, yang antara lain dilakukan dengan kegiatan “heritage trail” Semoga aset kultural ini dapat menjadi menu kewisataan di Kota Pasuruan, yang konon merupakan “Kota Gula” yang terpenting di Jawa Timur. Nuwun.
Sangkaling, 30 Maret 2019
Griya Ajar CITRALEKHA
Oleh : M. Dwi Cahyono