KANAL24,Malang – Kasus meninggalnya Novia Widyasari mahasiswi Universitas Brawijaya yang terjadi pada tahun 2021 menjadi perhatian khusus Universitas Brawijaya dalam memperhatikan kesehatan mental mahasiswa didiknya. Hal ini juga mendasari diselenggarakannya talkshow nasional kesehatan mental dengan tema “Healing Theraphy On Pandemic” yang memberikan insight baru bagi para peserta dalam menjaga kesehatan mental yang baik dan benar di kala pandemi, Sabtu (8/1/2022)
Psikolog sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB), Cleoputri Al Yusainy, S. Psi., M. Psi., Ph. D. menjelaskan terkait mindfulness.
“Konsep mindfulness ini mengajarkan kepada individu bahwa apa yang kita inginkan itu belum tentu apa yang kita butuhkan. Keinginan itu jumlahnya bisa amat sangat tidak terbatas jumlahnya dan keinginginan yang tercapai itu belum tentu membuat kita merasa senang dan puas. Kepuasan bisa datang hanya sesaat saja kemudian akan muncul lagi keinginan keinginan yang berikutnya,” ujarnya.
Cleo juga mengatakan jika manusia bisa menemukan keinginan yang merupakan manifestasi dari apa yang mereka butuhkan maka bisa lebih fokus pada sedikit tujuan hidup yang ingin diraih. “Mindfulness ini didapatkan dengan cara duduk diam, berlatih hening atau meditasi dengan mengamati penafasan. Mindfulness juga bisa dilakukan dalam kegiatan sehari hari dengan cara ketika kita menerima suatu stigma dari suatu lingkungan kita bisa mengambil jeda sejenak,” tambah dosen prodi psikologi tersebut.
Selain itu, Psikolog sekaligus ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) wilayah Jawa Timur 2014-2019, Ilham Nur Alfian, M. Psi., Psikolog juga menjelaskan bahwa isu kesehatan mental menjadi sebuah isu seksi apalagi dalam situasi pandemi dimana ada perubahan tata cara kehidupan dan pola perilaku manusia.
“Memang ada indikasi-indikasi yang kita harus aware meskipun kita bukan praktisi kesehatan jiwa atau mental yang menunjukkan bahwa apakah kita dalam melihat orang lain itu bermasalah. Sehingga tindak lanjutnya kita memberikan dukungan sosial,” ujar Ilham.
Ilham menjelaskan di psikolgi ada bantuan psikologis awal (BPA) seperti saat kecelakaanan ada P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan) jika berhubungan secara fisik tetapi jika secara psikologis ada istilah BPA. “Semua orang bisa melakukan BPA bukan hanya praktisi psikologi. Selama yang bersangkutan mendapatkan sebuah edukasi atau pelatihan dengan prinsip ketika seseorang melakukan BPA maka kita harus bisa membuat yang bersangkutan merasa aman,” tambah ketua HIMPSI tersebut.
Terakhir, Psikater sekaligus Dosen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) dan Rumah Sakit dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang, dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ lebih menjelaskan terkait berobat ke professional. “Jika bantuan psikologis awal sudah diberikan selanjutnya jika menganggu fungsi maka harus datang ke professional seperti ke psikolog. Kita psiakter tidak akan memberikan obat jika tidak ada indikasi jadi jangan khawatir untuk datang ke professional,” ujar Frilya. (val)