Kanal24, Malang – Harga Minyakita terus mengalami kenaikan yang signifikan. Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Rabu (15/1/2025), harga Minyakita mencapai Rp17.518 per liter, naik 0,52 persen dari hari sebelumnya dan melonjak 0,75 persen dibandingkan pekan lalu. Angka ini 11,58 persen lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), yakni Rp15.700 per liter.
Harga termurah Minyakita tercatat di Provinsi Kepulauan Riau, yakni Rp16.383 per liter. Sementara, Papua Tengah menjadi wilayah dengan harga tertinggi mencapai Rp20.000 per liter. Fakta ini menunjukkan bahwa meskipun dirancang sebagai produk minyak goreng rakyat, Minyakita kini semakin sulit dijangkau masyarakat kelas bawah.
Niat Berhemat Berakhir Boncos
Kenaikan harga Minyakita memberikan dampak langsung kepada konsumen. Yasmin (22), seorang mahasiswa di Semarang, mengeluhkan pengeluaran yang semakin membengkak akibat mahalnya harga bahan pokok. “Tadi ke pasar niat belanja biar murah. Beli Minyakita, tapi ternyata harganya Rp19.000 seliter. Kaget dong. Niat mau irit malah enggak jadi,” ungkap Yasmin.
Sebagai mahasiswa, memasak sendiri adalah cara Yasmin untuk berhemat. Namun, lonjakan harga bahan pangan, termasuk Minyakita, justru membuat pengeluaran semakin besar. Yasmin menilai bahwa label “minyak murah” pada Minyakita menjadi ironi karena harganya kini setara dengan minyak goreng merek lain.
Pedagang Ikut Terbebani
Keluhan serupa datang dari Surodi (45), pedagang sembako di Pasar Rumput, Jakarta Pusat. Sebelumnya, ia dapat membeli sekardus Minyakita seharga Rp175 ribu hingga Rp186 ribu. Namun kini, harga melonjak menjadi Rp202 ribu hingga Rp207 ribu per kardus.
“Sekarang [per liter] saya jual Rp18.000. Tapi pembeli banyak yang protes karena bungkusnya masih tertulis Rp14.000,” ujar Surodi. Ia bahkan sering menghadapi dilema ketika pembeli menawar harga hingga Rp17.500. “Kalau saya turunin lagi, benar-benar enggak ada untung,” tambahnya.
Pandangan Pemerintah dan Realitas di Lapangan
Meski harga di lapangan melonjak, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa harga Minyakita masih stabil, dengan angka tertinggi sekitar Rp16.000 per liter di wilayah dengan ongkos kirim tinggi. Sementara itu, Kemendag mengakui kenaikan harga ini dipengaruhi oleh aturan wajib pungut (Wapu) terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diterapkan Kementerian Keuangan.
Kemendag telah mengajukan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meminta relaksasi Wapu bagi BUMN pangan. “Nantinya, produsen langsung ke BUMN, lalu ke pengecer. Harapannya, rantai distribusi bisa lebih pendek,” jelas Menteri Perdagangan Budi Santoso.
Tantangan Struktural dan Rekomendasi Kebijakan
Namun, Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menganggap bahwa panjangnya rantai distribusi menjadi penyebab utama mahalnya Minyakita. Ia menilai bahwa pemerintah perlu memperkuat infrastruktur BUMN Pangan untuk memangkas perantara.
Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono, menyoroti bahwa lonjakan harga ini mencerminkan ketidakefektifan skema Domestic Market Obligation (DMO). “Selama pasokan terbatas, harga sulit turun,” ujarnya. Yusuf menyarankan reformasi kebijakan, termasuk pengawasan distribusi dan penghapusan celah penyelundupan.
Sebagai solusi, Yusuf menekankan perlunya keseriusan pemerintah dalam menjamin pasokan dan stabilitas harga. Jika tidak, kenaikan harga Minyakita berpotensi memperburuk daya beli masyarakat dan menambah tekanan ekonomi, terutama bagi kalangan menengah ke bawah. (nid)