KANAL24, Jakarta- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut, melemahnya kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia karena Indonesia terlalu cepat meloncat ke sektor jasa, sementara sektor pengolahan atau manufaktur belum matang.
“Akibatnya terjadi fenomena deindustrialisasi secara prematur. Kini porsi kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun, bahkan sempat di bawah 20 persen,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Kondisi tersebut, kata Bhima, menimbulkan penyerapan tenaga kerja di sektor formal menjadi lemah. Padahal tenaga kerja di sektor formal kualitasnya lebih baik dari sisi upah maupun perlindungan hubungan ketenagakerjaan.
“Jadi tidak ada jalan lain, Jokowi harus melakukan reindustrialisasi secara masif,” kata dia.
Bhima menyarankan agar pemerintah bisa lebih banyak memberikan insentif untuk pelaku industri. Tentu saja dengan catatan insentif yang diberikan tepat sasaran. Mulai dari diskon tarif listrik dan diskon harga gas untuk industri.
“Ini yang harus digenjot dalam lima tahun ke depan,” tuturnya.
Kemerosotan porsi kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB di Indonesia sangat disayangkan. Padahal pada tahun 2002, porsi kontribusi industri manufaktur Indonesia terhadap PDB hampir menyamai Tiongkok.
“Waktu itu cukup tinggi di atas 24 persen. Kenapa sekarang kok loyo kembali. Ini yang harus digenjot kembali,” tuturnya.
INDEF mencatat laju penurunan kontribusi sektor manufaktur, khususnya, industri pengolahan nonmigas terhadap PDB lebih cepat dari yang terjadi di sejumlah negara ASEAN lainnya.
Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia mengalami penurunan porsi manufaktur terhadap PDB sebesar 7 persen. Sementara di Malaysia dan Thailand tak lebih dari 4 persen.
Data BPS bahkan menunjukkan pada kuartal III 2018, porsi industri manufaktur tercatat sebesar 19,66 persen terhadap PDB. Pertumbuhan industri manufaktur hanya 4,33 persen, atau lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi 5,17 persen. Kondisi ini terus menurun secara signifikan.
“Bisa dikatakan ini titik terendah dalam 20 tahun terakhir yang pernah mencapai di atas 26 persen,” pungkasnya.(sdk).