Kanal24, Malang – Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Zulfikar Dabby Anwar, menjadi delegasi dari Jawa Timur dalam program The Ship of Japanese and Asian Youth Program yang diselenggarakan oleh Kantor Kabinet Jepang pada bulan Desember yang lalu.
Selama sepuluh hari, Zulfikar bersama sembilan peserta lainnya dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jogjakarta, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Jakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Papua, bergabung dalam sebuah program Pertukaran Pemuda Antar Negara yang diinisiasi oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.
“SSEAYP ini sebenarnya diikuti oleh 10 negara ASEAN + Japan, dan tiap tahun, Indonesia mengirim 30 orang delegasi. Tapi, khusus tahun lalu, hanya 10 pemuda yang diberangkatkan karena bertepatan dengan perayaan 50 tahun ASEAN-Japan Friendship and Cooperation,” dalam keterangan dikutip Jumat (22/3/2024).
Di Jepang, Zulfikar memiliki kesempatan untuk memaparkan tentang budaya Indonesia dan berdiskusi mengenai isu pangan.
“Program ini diawali dengan upacara pembukaan oleh Cabinet Office of Japan, lalu ada kegiatan voluntir dimana kami, Garuda 47, menjelaskan tentang konsep prosesi pernikahan tradisional”, jelasnya.
Selain itu, Zulfikar, atau yang biasa disapa Zul ini, juga mendapat kesempatan untuk mengikuti program lokal di Yamanashi selama 3 hari sebelum mengikuti Discussion Group yang membahas topik energi, perubahan iklim, dan masyarakat yang berorientasi pada daur ulang. Proses yang dilalui oleh Zulfikar memang cukup panjang. Setelah melewati tahap administrasi, dia harus mengikuti ujian tulis dan wawancara.
“Kami di wawancara terkait 5 hal, yaitu motivasi, kecakapan bahasa inggris, social project, kebudayaan, dan personal interest, lalu lanjut ke karantina”, terang mahasiswa angkatan 2021 ini.
Pada kesempatan tersebut, Zulfikar juga dapat berdiskusi tentang isu masyarakat yang berorientasi pada daur ulang dengan menekankan pentingnya kesadaran dan pemahaman tentang praktik berkelanjutan di ASEAN dan Jepang.
“Kami membahas isu keberlanjutan ini belum terimplementasi dengan baik dikarenakan dua landskap besar, yaitu pendidikan yang mencakup kurangnya kesadaran terkait dampak negatif dan socio-cultural yang mencakup tidak adanya norma sosial pada beberapa negara ASEAN”, jelasnya.
Hasilnya, Zulfikar dan timnya berhasil merumuskan beberapa hal yang perlu ditinjau kembali, seperti pentingnya memandang daur ulang sebagai tanggung jawab bersama, mempertimbangkan penggunaan energi alternatif untuk masa depan, mengubah pola pikir menjadi lebih ramah lingkungan, meningkatkan peran pendidikan dalam hal ini, dan meningkatkan komitmen bersama terhadap penanganan sampah dan isu lingkungan di negara masing-masing.
“Berlatar belakang fakta bahwasanya Indonesia terkenal atas produksi sampah makanan yang sangat besar, kontingen Indonesia merumuskan campaign Save Your Plate untuk mengurangi produksi limbah makanan skala kecil melalui peran aktif rumah tangga”, pungkasnya. (vq/din)